PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Video berdurasi 2 menit 50 detik yang diposting melalui platform media sosial TikTok menggegerkan masyarakat karena kontennya adalah kata-kata penghinaan terhadap Nabi Muhammad oleh sosok laki-laki, warga Aceh yang diketahui bernama Saiful bin Abdullah (54) yang akrab disapa Cek Pon.
Tim Opsnal Sat Reskrim Polres Bireuen dibantu Polsek Peusangan bergerak cepat mengamankan laki-laki pemilik akun TikTok @saifulakbar087 yang telah memunculkan keresahan di masyarakat. Laki-laki itu diciduk oleh tim Polres Bireuen di rumahnya, Kamis, 18 Mei 2023. Kini pelaku yang diduga sakit jiwa atau dalam istilah Aceh disebut putoh kawat sudah mendekam di sel polisi.
Mengutip infornasi yang dilansir sejumlah media, penangkapan laki-laki tersebut dibenarkan Kasat Reskrim Polres Bireuen, AKP Zhia Ul Archam dengan mengatakan bahwa pihaknya memperoleh informasi pada Rabu, 17 Mei 2023 terkait akun TikTok @saifulakbar087 yang terindikasi melakukan tindak pidana penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW.
“Pelaku kita tangkap di rumahnya, selanjutnya bersama barang bukti satu unit handphone, kaos hitam seta satu kopiah warna emas kita bawa ke Mapolres Bireuen untuk pengusutan lebih lanjut,” kata Kasat Reskrim Polres Bireuen.
Ditanya apa motifnya pelaku menyebarkan video tersebut, menurut Kasat Reskrim Polres Bireuen yang bersangkutan mengalami gangguan jiwa. Karena sebelumnya ‘Cek Pon’ ini juga pernah dua kali ditangkap polisi dalam kasus serupa.
“Sudah pernah ditangkap dalam kasus penghinaan terhadap ulama dan Bupati Bireuen. Terkait pemeriksaan kejiwaan, kita akan koordinasi dengan ahli jiwa,” ujar AKP Zhia Ul Archam.
“Jika terbukti bersalah, pelaku akan dikenakan Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang tentang Infornasi dan Transaksi Elektronik (ITE),” demikian Kasat Reskrim Polres Bireuen.
Putoh kawat?
Berita penangkapan Cek Pon juga sudah menyebar di berbagai media dan di-posting ke jejaring medsos termasuk grup-grup WhatsApp.
Seorang pengguna media sosial di Banda Aceh mengaku sulit percaya kalau pelaku mengalami gangguan jiwa jika dikaitkan dengan kemampuannya menggunakan media sosial termasuk membuat konten dalam bentuk narasi penghinaan yang sangat lancar.
“Saya mendengarkan bagaimana lancarnya laki-laki itu memaki-maki dan menghina sambil mengarahkan kamera sesuai dengan narasi yang diucapkannya. Dia menggunakan bahasa Aceh yang sangat medok, termasuk pilihan kata/istilah untuk memaki. Artikulasi dan intonasinya tidak menggambarkan kekacauan layaknya orang sakit jiwa. Semoga polisi bisa mengusut tuntas kasus ini,” kata warga dari Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh.[]