Copet Indrayana

Darmansyah

DENNY Indrayana. Anda sudah tahu.

Seorang ahli hukum tata negara. Pernah jadi wakil menteri hukum dan ham. Pengacara yang kredibel.

Setahu saya lainnya Denny punya sebuah law firm bernama Integrity. Sesuai dengan namanya, law firm itu  memberikan layanan profesional dengan kapasitas terbaik dan integritas tak terbeli.

Menolak praktik mafia hukum.

Firma hukum ini mendapatkan izin praktik pengacara di Melbourne, Australia, dan diperbolehkan membuka kantor cabang  di kota ternyaman dunia tersebut.

Denny merupakan sedikit dari lawyer hukum yang bisa mendapatkan  izin advokat di dua negara sekaligus. Integritas punya izin di Indonesia dan Australia.

Anwar Nono Makarim, ayah Mendikbudristek Nadiem, dulunya juga pernah memiliki law firm di Australia. Entah sekarang, Saya nggak tahu. Namanya Taira Law Firm. Yang kantornya di Sudirman, Law firm prestiseus. Mendunia.

Pengacara “now” Hotman Paris Hutapea pernah kerja di law firm Anwar Nono di bumi kangguru itu. Itu dikatakan sendiri oleh pengacara yang jadi host sebuah acara Metro TV itu.

Law firm milik Denny diawaki  lawyers berpengalaman dan handal di bidangnya. Integritasnya siap berkontribusi untuk tegaknya hukum yang adil.

Selain itu firma hukum ini sering bertindak sebagai pendamping di dalam ataupun di luar pengadilan-litigasi dan non-litigasi.

Termasuk penyelesaian melalui arbitrase dan forum alternatif penyelesaian sengketa- alternative dispute resolution- untuk berbagai kasus hukum.

Masih ada lagi. Integritas memberikan review dan audit atas berbagai persoalan pemerintahan dan korporasi. Termasuk melakukan review peraturan perundangan dan hukum korporasi…

Memiliki misi membangun sistem hukum untuk pemerintahan dan korporasi yang transparan, akuntabel dan efektif. Sembari mengedepankan penghormatan atas hak asasi manusia dari bentuk penyimpangan koruptif.

Selain itu Denny juga pengajar di banyak perguruan tinggi. Termasuk guru besar tamu-visiting professor- di Melbourne Universitas Law School.

Lainnya ia pernah gagal sebagai gubernur Kalsel.

Denny sendiri lahir di Pulau Laut, Kotabaru, Kalsel, lima puluh satu tahun lalu. Ayah H. Acep Hidayat berdarah Sunda. Si ibu Hj. Titien Sumarni berdarah leplap. Jawa-Banjar.

Denny Indrayana bersekolah  hingga lanjutan atas  di Banjarbaru untuk kemudian sekolah hukum di Universitas Gajah Mada. Lanjut ke strata dua di Universitas Minnesotta dan starata tiga di University of Melbourne.

Sepekan terakhir ia bikin heboh. Ia mencuri isi dompet dua mahkamah dalam sekali sreett.. Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.

Selain curi isi dompet, kemarin ia mempublis surat terbuka untuk Jokowi dan Megawati. Surat terbukanya ada retorika menakutkan. Bakal ada chaos di negera ini kalau kedua tokoh itu tidak berada di jalan lurus.

Tentang isi dompet yang dicuri isinya itu tak dimakannya sendiri. Ia bagikan. Karena isinya bukan cuan. Hanya informasi.

Informasi tentang vonis proporsional terbuka dan diterimanya gugatan peninjauan kembali kubu Muldoko menganeksasi Partai Demokrat.

Isi dompet itu ia bagikan lewat podcast dan share di media mainstream dan medsos. Dari kejauhan. Dari Melbourne, Australia.

Yang lantas, hasil curiannya itu, dipungut untuk kemudian dilabeli dengan “breaking news” oleh media,

Heboh… Denny jadi bintang..Seleb

Dari kejauhan itu pula Denny memungut pujian dan hujatan. Yang ditanggapinya dengan “slow motion.” Dengan “watados.” Wajah tanpa dosa….

Yang menghujat tentu Anda sudah tahu. Tahu dari media mainstream. Televisi, koran dan online.

Ada nama Yusril Ihza Mahendra. Senior sekaligus guru Denny. Ia mendukung sistem proporsional tertutup. Argumennya bagus. Mengenyahkan “politik uang.”

Juga meniadakan politik dinasti – mengusung suami, istri, anak, ayah, adik, dan seterusnya. Sistem proporsional terbuka memunculkan calon tak berkualitas: asal terkenal dan mau bayar mahal.

Setelah terpilih, silakan cari cara mengembalikan “modal tambah bunga”, disertai pesan: “kalo ‘ngandang’ pake rompi oranye gak usah melibatkan partai”!

Yang mendukung Anda juga sudah tahu.

Mereka diuntungkan oleh  profesor yang  “mencopet” putusan mahkamah.. Opini publik terbentuk.

Delapan partai yang berkandang di gedung atap kura-kura, non partai milik si mbak…bentuk koalisi. Tolak. Tak tahu apa yang ditolak. Pokoknya proporsianal terbuka nggak demokrasi.

Baik yang menghujat maupun mendukung tak tahu validutas informasinya. Penyebabnya isi dompet yang dicuri Denny dari mahkamah kostitusi adalah keputusan yang belum final.

Sidangnya masih berlangsung.

Hebatnya, Denny sudah tahu isi keputusannya. Tahu juga jumlah hakim yang menyetujui dan menolaknya. Isinya: kembali ke pemilihan umum proporsional tertutup.

Sedangkan isi dompet kedua yang dicuri Denny lebih gawat lagi. Peninjauan kembali gugatan keabsahan kepenguran dewan pimpinan pusat partai demokrat di Mahkamah Agung.

Gawatnya isi dompet Mahkamah Agung banyak itemnya. Gugatannya masih berada di registrasi, hakimnya belum terbentuk. Tapi isinya Denny sudah tahu. Menangkan gugatan.

Bahkan kemenangan ini diperoleh, menurut Denny, hasil tukar guling perkara antara Mahkamah Agung dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Tukar guling untuk pembebasan hakim agung yang tangkap tangan di KPK.

Heboh curi isi dompet dua mahkamah ini menuai banyak komentar. Salah seorang komentatornya si tukang agregat. Menkopolhukam. Mahfud MD.

“Denny bisa dipidana dengan pasal membocorkan rahasia negara,” komentar sang agregat.

Mahfud MD menyebut polisi harus mengusut itu. Putusan yang belum diucapkan itu tergolong rahasia negara. Berarti ada kebocoran rahasia negara. Hukumannya berat.

Denny pun kemarin mengirim penjelasan klarifikasi. Katanya: di sini tidak ada soal kebocoran rahasia negara. Informasi itu, kata Denny, tidak ia peroleh dari orang dalam. Tapi dari sumber lain yang ia percaya kredibilitasnya.

Denny juga mengatakan dirinya tidak pernah menggunakan istilah dari ”sumber A1”. Istilah itu biasanya datang kalau informasinya dari intelijen.

“Saya ini akademisi hukum dan praktisi hukum. Dalam keterangan saya yang lalu, saya sudah perhitungkan agar tidak ada kalimat yang bisa dijerat hukum,” ujarnya.

Denny terus menantang. “Saya tidak membocorkannya. Belum ada keputusan final. Informasinya tidak saya dapatkan dari para hakim. Baru sebatas informasi,” katanya.

Apakah Denny bisa diperiksa polisi?

Polisi bisa saja memanggil  Denny. Mungkin sebagai orang yang ”diminta keterangan”. Belum sebagai saksi, apalagi tersangka.

Denny sendiri mengatakan soal memanggil  dan “minta keterangan” itu bisa saja. Tapi, apakah ia mau membuka siapa pemberi informasi?

Jawabnya,”tidak”

Konsekuensinya?  Kalau Denny tidak mau membuka siapa informannya ia bisa dianggap menyebarkan berita bohong.

Kalau sampai ke masalah ini kaum jurnalis lebih diuntungkan dibanding dari pengacara.  Wartawan bisa berlindung di balik pasal ”hak tolak wartawan.”

Wartawan punya hak untuk menolak siapa sumber beritanya. Itu bagian dari martabat profesi wartawan.

Ada sederet tantangan Denny  yang ia tutup dengan kalimat: saya orang hukum, pengacara dan tahu mana yang delik dan non delik.”

Dari jawaban Denny ini saya teringat salah satu “joke” di buku “mati ketawa cara rusia.”

Saya kutipkan saja kisahnya: alkisah seorang pemuda berlari-lari di lapangan merah, moscow. sambil berteriak teriak “khrushchev babi, khruschev babi”.

Tak butuh waktu lama. Dia ditangkap kgb, agen rahasia rusia. Sang pemuda diseret ke pengadilan, dan dijatuhi hukuman penjara tiga puluh tahun.

Amar putusan. hakim menyebut pemuda itu dihukum bui  dengan rincian satu tahun karena membuat onar. Dan tiga puluh tahun karena membocorkan rahasia negara.

Hahaha … semoga bapak agregat membaca kisah ini…[]

  • Darmansyah adalah wartawan senior, penulis “Kolom Pak Darman”