Pause Imam

DUA hari saya “pause” menulis lanjutan cerita penculikan-pembunuhan Imam Masykur. Imam remaja dua puluh lima tahun. Penjual kosmetika. Perantauan. Asal Desa Mon Keulayu. Bireuen. Aceh.

Penculikan terjadi pada dua belas agustus. Sabtu sore pukul tujuh belas.. atau jam lima wib.



Lokasi: toko atau kios kosmetik yang sedang dijagai korban.  Jalan sandratek. Rempoa. Ciputat Timur. Tangsel. Tengerang Selatan.

Penculikan dilakukan terang-terangan. Saat situasi cukup ramai. Satu pelaku sempat dipukuli warga setempat sebelum mereka memborgol dan memboyong korban ke sebuah mobil yang sudah menunggu.

Kepada para warga itu, tiga pelaku mengaku sebagai anggota polisi.

Pada sore itu juga kabar Imam ditangkap sekelompok orang dari tokonya sampai kepada  sepupunya yang menghubungi ponsel korban. Tapi sudah tidak aktif.

Di hari yang sama, malamnya, sang sepupu mendapat sambungan telepon  Sambil meringis kesakitan, korban menyatakan meminta uang lima puluh juta rupiah untuk bisa dibebaskan.

Sang sepupu minta waktu. Di waktu bersamaan si korban menghubungi ibunya nun di Mon Keulayu. Ganda Pura, Bireuen.

Tujuannya sama. Minta disediakan uang tebusan sembari mengirimkan video yang diduga penganiayaan terhadapnya.

Lanjut dialog dengan penculik. Tuntutan sama. Uang tebusan disertai ancaman membunuh dan membuang mayat sang anak jika tuntutan tak cepat dipenuhi.

Si ibu memohon agar penganiayaan dihentikan dan menjanjikan mencarikan sejumlah uang yang diminta.

Kronologis ini lanjut. Berhari-hari. Hingga hari kesebalas dua puluh delapan agustus sang korban ditemukan sudah “berpulang” usai dibuang.

Di bendungan Curug. Krawang. Jauh dari tempat ia diculik. Setelah sebelas hari.

Kemudiannya dipulangkan ke kampung asalnya. Dimakamkam. Menyisakan pertanyaan. Siapa yang bayar ongkos pemulangan dan seterusnya.. dan seterusnya,,,

Untuk itulah saya “pause” menulis. Dua hari. Usai menulis “straight imam” di sebuah media online.

“Pause” untuk menyimak lanjutan kisah usai  banyak yang keseleo lidah dan otak dengan kasus ini  Kasus yang melibatkan tiga tentara tambah satu “preman”.

Kasus yang ya ampun… Masih di hulu. Makin ke hilir keruh gak ketulungan, Ramai-ramai keculunan.

Ke-”culun”-an dalam bentuk wawancara. Diminta atau meminta. Artikel. Opini, esai dan ulasan. Semuanya berebutan. Ingin menjadi seleb lewat penulis plus narasumber.

Cari muka tampak belakang. Cari popularitas ketemu protes. Cantumkan identitas. Ada advokat yang menyertai sebutan mantan legislator. Ada juga wartawan “pensiunan” yang pengurus partai.

Yang bikin saya ngakak abis hingga kuyup bawahan ada media online menulis sebuah organisasi massa yang mengatasnamakan  mantan kombatan hingga kembali berontak.

Berondongan kata-katanya ingin kembali merdeka. Saya gak culun dengan seruan ini. Teringat kata penutup dari mantan jaksa agung yang beralih jadi anggota de-pe-er. Andi Ghalib.

Ia tak percaya Aceh telah tutup buku untuk merdeka. Ucapan itu merupakan kata penutupnya ketika membahas Undang-Undang Pemerintahan Aceh di Senayan dulunya…..

Saya ingin meluruskan bacaan kasus ini. Bacaan yang sepertinya:  “aceh bunuh aceh.” Tren seperti “polisi bunuh polisi.” Yang lingkar permainannya masih seputar “barang terlarang.”

Yang bedanya cuma: kalau di sana barang antik.. kalau di sini barangnya semantik. Kalau di sana ada “sambo”nya yang di sini sepertinya “meuhambo”nya.

Kemarin saya gak mau diajak menulis tegak lurus. Banyak yang minta. Saya gak tergerak. Karena airnya masih keruh. Di hulu. Belum mengalir ke hilir.

Jumlah pelakunya pun makin gak keruan. Awalnya satu orang. Nambah dua jadi tiga. Tambah lagi satu menggenapi empat. Mungkin akan nambah lagi

Tiga di kerangkeng di tahanan militer dan satu lainnya di kepolisian. Polda Metro. Keempat pelakunya satu dna. Deoxyribonucleic acid atau asam deoksiribonukleat.

Dna yang  berperan dalam informasi genetik dan peranan. Dna mereka Aceh. Makanya saya berani menulis: aceh bunuh aceh.

Soal motif tunggu dulu. Tunggu release. Jangan asal tulis dan nuduh. Bisa fitnah. Saya pasti gak ingin diseruduk fitnah. Apalagi bagi orang yang sudah “berpulang”. Jangan suuzon. Dosa besar.

Tiga yang di tahanan militer itu, satu dari paspampres dan dua lainny dari kesatuan dinas topografi angkatan darat yang bertugas di Kodam Aceh.

Saya belum dapat bocoran tentang isi penyidikan. Memang ada upaya untuk itu. Tapi masih tertutup rapat. Yang bocor hanya release. Sepihak.

Tapi ada yang gak biasa dari kasus ini. Gak biasanya mungkin seperti kasus sambo dulu.. entahlah..

Seolah pembunuhan itu ada yang memesan. Ini bisa jadi masukan penyidik. Yang mengatakan itu bukan saya. Saya hanya mengutip sana dan sini. Nguping sana dan sini.

Kejanggalan itu datang dari pertanyaan tentang korban dan  pelaku, baik tiga tentara maupun  satu sipil  juga dari daerah yang sama. Aceh. Bikin aneh,

Harusnya dengan latar depan dan latar belakang kultural satu suku, ada ikatan emosional antara mereka. Ini malah sebaliknya.

Saya dari Aceh juga. Walau pun ada jamee-nya ikut merasa miris kalau bersenggolan sesama Aceh.

Usai tiga tentara sebagai tersangka, muncul satu nama lain. Namanya Zulhadi Satria Saputra. Kakak  ipar Riswandi Manik yang anggota paspampres.

Khusus yang tentara, mereka ini  satu angkatan. Sama-sama orang-orang dari Aceh. Mereka juga sama-sama sedang berada di  ibu kota

Imam, sang korban, sangat Aceh. Yang menurut face-nya “me-arab.” Tapi gak ada said atau sayed-nya. Seperti sepupunyanya. Jejak arab memang banyak ditemui di Aceh.

Ia datang ke Jakarta Januari tahun ini. Belum satu tahun, Nenumpang di rumah kakak sepupu yang sayed, Menjaga toko kosmetik milik sepupu.

Saya sepertinya membaca  kejanggalan lain  penculikan dan pembunuhan itu dari sisi durasi waktu. Ada jarak waktu antara penculikan dan saat ditemukan mayat korban, Sebelas hari.

Janggalnya kasus penculikan dengan motif pemerasan, dengan meminta sejumlah uang tebusan terhadap keluarga korban durasi waktunya terlalu pendek.

Secara kejiwaan kasus ini umumnya tidak berujung pada membunuh korban. Penculik butuh uang. Penculik menuntut uang tebusan.

Kata ”pembunuhan” dalam tanda dua petik bisanya gertakan atau ancaman kosong penculik kepada keluarga korban agar diberi uang tebusan.

Dengan begitu, penculik akan mengulur waktu sampai keluarga korban mendapat jumlah uang tebusan yang diminta penculik.

Oya, di kasus ini korban cepat dibunuh.

Janggal lainnya, untuk itu saya harus sabar menunggu hasil investigasi, lazimnya, pelaku akan melakukan segala upaya guna menghindari pertanggungjawaban pidana.

Mulai upaya menghilangkan barang bukti, merusak cctv, membangun alibi, hingga menghapus jejak-jejak kejahatan.

Lha… di kasus ini, penculiknya malah merekam video kekejaman mereka menganiaya korban. Dan, rekaman itu diunggah ke medsos.

Ada tolak depannya. Bukan tolak belakang.

Mereka sengaja membuat rekaman penganiayaan itu tidak hanya untuk diperlihatkan kepada keluarga korban, tapi juga untuk disodorkan ke pihak lain sebagai bukti bahwa mereka sudah ’bekerja’.

Pertanyaannya apakah pelaku disuruh orang untuk membunuh korban. Jika itu yang terjadi, kasusnya bukan penculikan. Melainkan, penghilangan orang secara paksa.

Lainya yang ganjil tuntutan tebusan  Cuma lima puluh juta rupiah. Kecil untuk mempertaruhkan reputasi karier militer saat melakukan kejahatan dengan hasil uang segitu.

Itu tidak sinkron dengan teori kriminologi.  Kan semua penjahat sebelum melakukan kejahatan akan menimbang untung dan rugi. Itu berlaku buat penjahat bodoh sampai yang cerdas.

Gak ada analis analisis biaya dan manfaatnya. Padahal suatu tindak kejahatan ada pilihan tepat bagi pelakunya. Ada kalkulasi sebelum mereka melakukan kejahatan.

Hitungan keuntungan lebih besar daripada risiko, kejahatan bakal dilakukan. Jika tidak menguntungkan, tidak dilakukan.

Saya gak mau menjawabnya semua analisa “antene pendek” ini. Anda yang berantena panjang silakan nimbrung saham menjawabnya. Kalau ketemu kasih tahu saya… terima kasih sebelumnya.

Saya hanya bisa mengimani hasil penyidikan mereka, untuk diteruskan ke pengadilan.

Bukan seperti sebuah tulisan yang saya baca kemarin. Berspekulasi,

Spekulasi saya cuma berkisar tentang dosa Imam. Dosa yang harus ditebusnya dengan nyawa. Dengan cara kejam. Yang biasanya muatannya dendam pribadi.

Kalau hanya masalah asmara, utang piutang gak lah. Apakah  ada masalah lain?

Ya… bertanya lagi.

Entahlah….

Entahlah juga kalau dikaitkan dengan yang itu… Anda sudah tahu mungkin yang itunya. Saya banyak dikasih tahu. Dikasih tahu pemainnya yang sudah tobat nasuha. Sudah tawadhuk.

Kalau yang itunya gak perlu ada dibuka pandoranya. Kuncinya ada di aparat hukum. Mereka tahu seluk dan beluknya. Tahu pemain pemain besar dan kecilnya. Tahu juga kurirnya.

Hal ini diperkuat dengan banyak pemberitaan soal penangkapan perantau  yang terbilang baru merantau dan rata-rata muda dan lugu.

Banyak anak-anak ini tergoda untuk terjun ke bisnis haram ini karena jepitan ekonomi  Mereka tidak punya pilihan.

Selain merekrut anak-anak Aceh yang lugu yang sedang luntang lantung.

Mereka juga merekrut oknum-oknum untuk menjadi backing sebagai penekan dan penjaga terhadap anak-anak yang bekerja di lapangan.

Kalau ada anak-anak di lapangan yang nakal, oknum-oknum inilah yang menjadi penekan

Kalau ada yang berani menipu atau tidak setor pasti langsung diintimidasi melalui tangan-tangan oknum, bahkan ditangkap dan dianiaya.

Menurut informasi mereka menjalin hubungan ke sana kemari.Bahkan ada yang mencoba terjun ke politik dalam pemilu tahun depan, menujukan sikap sosial sebagai pencitraan.

Mereka ingin mencitrakan diri sebagai tokoh baik padahal merekalah yang menyebabkan kekacauan dan kerusakan ini terjadi.

Mengingat cerita di atas saya langsung berpikir apakah hubungan relasi antara korban dan pelaku.

Entahlah juga….

Dalam pemeriksaan intensif yang dilakukan  terungkap sejumlah fakta-fakta baru terkait kasus tersebut. Tersangka  sempat menculik satu warga lainnya, tetapi kemudian mereka lepaskan.

Korban penculikan ini juga merupakan pedagang obat seperti Imam. Korban belakangan dilepas oleh para pelaku karena kondisinya sudah lemas dan mengalami sulit bernafas.

Entahlah juga… Saya gak mau menghabiskan cerita ini. Ingin lanjut pause…[]

  • Darmansyah adalah wartawan senior, penulis “Kolom Bang Darman”