Kasus Pengeroyokan di SMA Modal Bangsa, Ini Upaya Manajemen Sekolah ke Depan

Misra

PORTALNUSA.com | ACEH BESAR – Kejadian pengeroyokan terhadap salah satu siswa di SMA Modal Bangsa, Aceh Besar pada 20 Juli 2023 disikapi oleh kepala sekolah tersebut dengan meminta maaf dan memastikan manajemen sekolah tetap berusaha agar persoalan ini menjadi pelajaran bagi semua pihak.

“Kami tetap memperhatikan psikologis anak-anak. Saya berkeyakinan mereka adalah anak yang baik dan berhak untuk kita didik. Saya berdiskusi dengan pihak Dinas Pendidikan Aceh, komite sekolah, dan seluruh orang tua yang terlibat untuk mendapatkan solusi terbaik dari persoalan ini,” kata Kepala SMA Modal Bangsa, Misra, dalam pernyataan pers-nya, Senin, 4 September 2023.



Misra mengatakan kejadian tersebut bermula saat sejumlah siswa yang lebih tua di sekolah itu memeriksa kelengkapan kitab yang digunakan adik-adik mereka untuk mengaji. Karena siswa F tidak membawa kitab, maka yang bersangkutan diingatkan agar tidak mengulangi kesalahan itu.

Namun siswa F tidak terima diingatkan. Misra mengatakan peristiwa itu menjadi pemicu pemukulan terhadap siswa F. Apalagi, kata Misra, siswa F kerap membuat jengkel para senior karena melanggar banyak aturan, salah satunya adalah kabur dengan melompati tembok sekolah.

Meski bermasalah, kata Misra, pihaknya tetap tidak mentolerir tindakan pengeroyokan itu. Karena itu, Misra memberikan sanksi tegas terhadap siswa yang terlibat dalam peristiwa itu.

“Sanksi yang kami berikan terhadap 21 siswa itu adalah skors. Mereka juga diwajibkan untuk menghafal surat Al Mulk. Mereka juga diminta untuk menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengulangi tindakan tersebut kepada siapa saja,” kata Misra.

Dalam perjanjian itu, kata Misra, mereka juga tidak bakal mendapatkan nilai tambahan, tidak bakal menerima undangan masuk ke perguruan tinggi, dan bersedia dikeluarkan jika mengulangi hal yang sama.

Misra mengatakan Kepala Cabang Dinas Pendidikan Aceh Besar dan Banda Aceh, Syarwan Joni, memantau situasi ini sejak peristiwa itu terjadi. Bersama-sama, mereka memberikan nasihat kepada semua siswa mulai dari kelas 10 sampai 12.

Pertemuan-pertemuan itu, kata Misra, dihadiri juga oleh komite sekolah, alumni angkatan pertama sampai terakhir. Sekolah juga mengundang psikolog untuk memotivasi kembali ke anak-anak, pelaku dan korban pemukulan.

“Dari setiap langkah ini, kami berupaya memberikan motivasi agar peristiwa itu tidak terulang lagi,” kata Misra.

Misra mengatakan, setelah kejadian itu, pihaknya mengawasi lebih ketat aktivitas siswa di sekolah asrama itu dengan menambah jumlah guru piket. Manajemen sekolah, katanya, juga mengagendakan pertemuan orang tua pelaku dan orang tua korban sebagai upaya rekonsiliasi.

“Sayang, sejumlah pertemuan itu tidak menghasilkan titik temu,” ungkap Misra. Bahkan, lanjutnya, setelah laporan ke polisi dibuat, pihak sekolah berusaha untuk tetap menyelesaikan persoalan ini lewat jalur kekeluargaan.

Misra juga mengatakan orang tua 21 siswa yang terlibat malam itu sepakat untuk menanggung seluruh biaya pengobatan. Termasuk dengan membuat peusijuek untuk mengembalikan semangat siswa F.

Tapi seluruh upaya ini tidak membuat orang tua siswa F melunak. Bahkan orang tua siswa F mengadukan peristiwa itu ke kepolisian. Seharusnya orang tua siswa F, kata Misra, memberikan kesempatan yang sama kepada 21 siswa seperti kesempatan yang diberikan kepada siswa F.[]