Oleh TM Zulfikar*)
BURUKNYA tata kelola lingkungan ditandai masih terjadinya kerusakan hutan (deforestasi) akibat berbagai aktivitas alih fungsi lahan merupakan penyebab terjadinya banjir di sejumlah tempat di Aceh.
Saat hujan lebat yang turun selama beberapa jam saja di banyak lokasi di Aceh dengan intensitas sedang hingga tinggi, telah mengakibatkan banjir dan bahkan longsor.
Banjir yang terjadi di berbagai wilayah di Aceh bisa jadi memiliki faktor penyebab yang berbeda, namun bisa dipastikan bahwa persoalan tata kelola lingkungan menjadi salah satu faktor yang mestinya diperbincangkan secara serius
Setiap tahun bahkan bisa tiga hingga empat bulan sekali, sejumlah daerah di Aceh dikepung banjir. Tentu fenomena ini bukanlah hal baru, apalagi di saat musim hujan tiba.
Bencana banjir yang sudah menjadi rutinitas tentunya perlu dilihat kembali apa sebenarnya yang sudah terjadi.
Berbagai bentuk pengelolaan sumber daya alam yang tidak ramah lingkungan sepertinya perlu diperhitungkan, termasuk berbagai kerusakan hutan dan lingkungan yang terjadi saat ini, termasuk keserakahan oknum-oknum tertentu yang menjamah berbagai sektor sumber daya alam.
Tata kelola lingkungan (termasuk hutan dan lahan) yang buruk telah memberikan dampak yang sangat besar terhadap terjadinya bencana ekologi di Aceh. Sehingga dengan adanya banjir dan berbagai bencana ekologi lainnya, akan berdampak pada kerusakan berbagai infrastruktur publik, lumpuhnya perekonomian masyarakat.
Di samping itu ratusan hingga ribuan hektare lahan pertanian juga akan rusak ditambah lagi munculnya wabah penyakit baru pascabanjir.
Bencana ekologis seperti kejadian banjir di sejumlah lokasi di beberapa kota di Aceh yang terjadi saat ini, antara lain disebabkan oleh belum seluruh saluran drainase yang ada terkoneksi dengan sistem drainase primer dengan baik; pada zonasi yang bergantung pada sungai, aliran air hujan terkadang tidak dapat dialirkan langsung ke sungai akibat tingginya intensitas hujan dan bersamaan dengan pasang laut.
Penumpukan sedimen dan sampah dalam sistem drainase, kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan/ pemeliharaan saluran drainase; masih berlangsungnya proses pembalakan liar (illegal logging) terutama di sejumlah lokasi hulu sungai di berbagai Daerah Aliran Sungai (DAS), serta masih kurangnya komitmen aparatur pemerintah dan penegak hukum dalam upaya pengelolaan tata lingkungan yang baik dan benar.
Kita berharap dengan berbagai bencana yang terjadi saat ini pemerintah di seluruh tingkatan (nasional, provinsi, kabupaten) hingga ke gampong dapat bersinergi dalam rangka melakukan terobosan melalui program prolingkungan secara tegas dan tindakan nyata sehingga kondisi lingkungan kita dapat segera dipulihkan.[]
*) Penulis adalah Pemerhati Lingkungan Aceh dan juga Akademisi Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah