NEWS, OPINI  

Kasus Medco dan Tanggung Jawab Negara

TM Zulfikar

Oleh TM Zulfikar*)

PULUHAN warga Aceh Timur beberapa waktu lalu dilaporkan dilarikan ke rumah sakit karena sesak dan muntah setelah mencium bau busuk diduga dari PT Medco E&P Malaka.



Keterangan dari WALHI Aceh, sebanyak 30 warga Aceh Timur tersebut sesak dan muntah-muntah diduga keracunan gas dari pencemaran udara.

Warga dibawa ke RSUD Zubir Mahmud Idi Rayeuk sebanyak 30 orang, 3 di antaranya anak-anak dan mayoritas perempuan harus mendapatkan perawatan intensif.

Warga dari Desa Panton Rayeuk T, Kecamatan Banda Alam, Provinsi Aceh itu diduga menghirup gas berbau busuk dari PT Medco E&P Malaka.

Meskipun Kepala Hubungan Masyarakat Rumah Sakit Umum Zubir Mahmud, Cut Sofiana, menyebutkan setelah menjalani perawatan, kondisi pasien sudah membaik, namun para pihak masih perlu mencari tahu soal penyebab pasti keracunan sejumlah warga itu.

Salah satunya harus ada uji laboratorium untuk memastikan penyebab pasien muntah dan mual.

Selain itu Pemerintah dan aparatur penegak hukum semestinya segera menyelidiki kejadian tersebut.

Peristiwa keracunan massal diduga akibat pencemaran milik perusahaan minyak dan gas (migas), PT Medco E&P Malaka, di Kabupaten Timur, Aceh, bukan kali pertama terjadi.

Insiden serupa pernah terjadi pada 2019 dan 2021. Artinya kejadian seperti ini sudah berulang kali dan tentunya tidak boleh dibiarkan. Harus ada tindakan konkrit dan tegas.

Tentang PT Medco E&P Malaka

Di Kabupaten Aceh Timur terdapat suatu perusahaan besar yang bernama PT Medco E&P Malaka yang merupakan perusahaan minyak dan gas pertama yang berhasil mengembangkan gas di Blok A Kabupaten Aceh Timur pascaperdamaian Aceh.

Pada tahun 1999-2006 blok ini dikelola oleh Exxon Mobil dan Conoco Philips, dan pada April 2006, PT Medco E&P Malaka bersama partner (Premier & Japex) mengakuisisi kepemilikan saham Conoco Philips di Blok A hingga selesai kontrak pada September 2011. Pada Februari 2011, PT Medco E&P Malaka mendapatkan perpanjangan kontrak 20 Tahun hingga September 2031.

Saat ini komposisi kepemilikan Blok A, 85% oleh PT Medco E&P Malaka dan 15% oleh PT Medco Daya Energi Nusantara.

Taati Aturan Hukum Lingkungan

Negara Indonesia juga mempunyai aturan hukum tentang permasalahan lingkungan hidup dalam mengawasi perusahaan yang ingin mengelola sumber daya alam, maka dalam hal perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup perlu memerhatikan pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam undang-undang itu menyebutkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas dinatranya tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan, kehati-hatian, keadilan, pencemar membayar; partisipatif; kearifan lokal; dan tata kelola pemerintahan yang baik.

Selain itu pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup memiliki tujuan sebagaimana dalam bunyi undang-undang yaitu perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan di antaranya untuk melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia disamping berbagai tujuan lainnya. Adapun sanksi pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat kita lihat pada Pasal 69 yang di antaranya menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan pebuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; membuang limbah B3 dan Limbah B3 ke media lingkungan hidup dan melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan.

Dari beberapa klausul di atas bisa diduga PT Medco baru-baru ini telah melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 seperti yang terjadi di kabupaten Aceh Timur dengan meninggalkan bau busuk sehingga pencemaran lingkungan terabaikan.

Jenis limbah yang dikaluarkan berupa cairan minyak dengan bahan kimia amoniak yang dalam hal ini disebut dengan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Pemerintah sendiri dalam mengatasi limbah dari PT Medco yang berada di kawasan Kabupaten Aceh Timur mengabaikan prinsip-prinsip yang seharusnya melindungi masyarakat dari limbah yang beracun sehingga membuat daerah sekitar perkampungan tercemar akan lingkungannya. Berdasarkan penelurusan di lapangan bahwa akibat dari limbah PT. Medco yang berada di kawasan Kabupaten Aceh Timur akibatnya air bersih menjadi susah, persawahan masyarakat mengalami kekeringan dan gagal panen, kesehatan masyarakat berakibat buruk serta masyarakat terganggu dengan udara yang bauk akibat dari limbah.

Berdasarkan permasalahan di atas maka di sini akan dibahas ke dalam hasil penelitian dan pembahasan sebagai berikut:

“Kualitas lingkungan hidup tidak luput dari kesalahan suatu manusia. Manusia sering sekali lupa akan keterkaitannya dengan alam sehingga menyebabkan lingkungan dapat rusak dan hasilnya akan menuai bencana dan merebak terhadap masyarakat sekitar. Menurut Pasal 13 UUPPLH menyatakan bahwa pengendalian dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi dari lingkungan hidup. Dalam penjelasannya tentang pengendalian pencemaran lingkungan hidup adalah suatu pencemaran air, udara, laut serta kerusakan ekosistem dan kerusakan akibat perubahan iklim, kesemuanya itu merupakan hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Sedangkan Pasal 53 ayat (2) menyatakan bahwa, penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilakukan dengan pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat, pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, atau suatu cara lain yang dapat disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kesemua hal diatas merupakan tanggungjawab dari pemerintah daerah demi menjaga lingkungan yang tercemar akibat ulah tangan, baik itu individu, kelompok maupun lainnya yang atas dasar pertimbangan tersebut harus diawasi oleh pemerintah daerah agar masyarakat sekitar yang tinggal dengan berdekatan perusahaan dapat hidup lebih layak. Pemerintah dalam upaya mengatasi kerusakan lingkungan akibat dari pembuangan limbah sudah melakukan berbagai upaya agar perusahaan mematuhi segala bentuk aturan hukum yang dihasilkan oleh produk pemerintah, maka dalam menanggulangi permasalahan tersebut pemerintah daerah telah mensosialisasikan kepada Perusahaan maupun masyarakat sehingga pemerintah daerah telah menjalankan fungsinya sebagai penjaga efektivitas dari berbagai aturan. Secara administratif pemerintah daerah mempunyai kendala secara administratif yaitu dalam hal pemberian peringatan atau teguran baik itu secara lisan maupun secara tertulis kepada PT Medco didalam pemenuhan protokol yang sudah ditentukan, peringatan teguran secara tertulis bahwa pemerintah telah memberikan peringatan secara tertulis namun dalam hal ini perusahan tidak mengindahkan atau merespon dengan baik oleh PT Medco sehingga terjadinya pencemaran lingkungan di area sekitar wilayah. Pemerintah Daerah dalam memberikan kebijakan selalu terbentur dengan adanya oknum dari pemerintah yang mendukung kegiatan-kegiatan yang sudah disepakati antara pemerintah daerah dan perusahaan, hal ini membuat tidak berjalannya sanksi-sanksi yang diberikan kepada perusahaan. Bila dilihat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada Pasal 80 ayat (2) mengenai penegakan sanksi yaitu ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup, Dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau, Kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya dan yang lebih penting lagi negara wajib menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana yang telah dijamin di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.” []

  • Penulis adalah Pemerhati Lingkungan Aceh/Dosen Prodi Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah