PORTALNUSA.com | TAKENGON – Setelah sempat tertunda beberapa hari, rapat perdana dewan Pembina Yayasan Gajah Putih (YGP) — pengelola Universitas Gajah Putih (UGP) Takengon — versi baru akhirnya terlaksana juga, Sabtu, 3 Februari 2024.
Rapat dikabarkan deadlock, beberapa pembina memilih walk out (meninggalkan ruangan).
Dari informasi yang diterima media ini, rapat Pembina YGP yang diketuai Virmartian Sagara itu, semula, dijadwalkan berlangsung Rabu 31 Januari 2024 pukul 14.30 di kantor YGP Takengon, Aceh Tengah.
Akan tetapi, rapat dengan agenda pembentukan pengurus dan pengawas yayasan tersebut tidak terlaksana.
Ketua Pembina YGP Virmartian Sagara yang dikonfirmasi KabarAktual.id–media di dalam wadah Asosiasi Media Siber Aceh/AMSA–Rabu sore, 31 Januari 2024 terkait rapat perdana tersebut mengatakan bahwa pertemuan mereka tidak jadi terlaksana.
Rapatnya ditunda ke hari Sabtu,” jelas Virmartian membalas pesan WhatsApp media ini.
Virmartian tidak menjelaskan lebih lanjut alasan penundaan rapat. Tapi, ada yang mengaitkannya dengan posisi sejumlah anggota dewan pembina yang baru merupakan pejabat atau ASN aktif, sehingga terikat dengan tugas utama sebagai abdi negara.
“Bisa jadi mereka susah membagi waktu antara tugas utamanya sebagai pejabat dengan tugas sampingan mengurus yayasan,” ujar sumber media ini.
Hal ini dibuktikan, sambungnya, setelah ditunda pun beberapa anggota pembina tetap tidak hadir pada rapat perdana tersebut. Mereka yang absen adalah Harun Manzola dan Hadiananta Sahruna.
Dihubungi kembali, Sabtu, 3 Februari 2024 untuk mengetahui hasil rapat perdana dengan anggota dewan pembina YGP yang baru, Virmartian tidak menjawab lagi konfirmasi media ini.
Pesan teks yang dikirimkan ke nomor Hp yang bersangkutan tidak mendapatkan balasan seperti sebelumnya.
Terbelah dua kubu
Sebuah informasi di internal YGP menyebutkan, rapat perdana tersebut berlangsung dalam suasana agak tegang. Forum terbelah menjadi dua kubu yang saling berbeda pandangan soal penyusunan pengurus dan pengawas yayasan.
Sumber media ini mengatakan, pihak Virmartian menginginkan agar pengurus dan pengawas yayasan yang telah dilantik, baru-baru ini, oleh ketua Pembina YGP yang lama, Mustafa Ali, dirombak total.
Sedangkan pihak yang satu lagi menyarankan agar pengurus dan pangawas lama tetap dipertahankan dengan menambah pengurus sesuai usulan dari para pembina yang baru, yang dimaknai sebagai solusi terbaik atau win win solution (saling menguntungkan).
Disebutkan, musyawarah akhirnya berjalan buntu. Pihak yang mengingingkan perubahan total memaksakan keinginan agar forum mengambil keputusan secara voting.
“Karena suasananya sama sekali tidak demokratis, kami memilih walk out saja,” ujar salah seorang anggota Pembina YGP.
Pembina lainnya menambahkan, bahwa jika kubu tersebut tetap memaksakan keputusan sepihak maka mereka tidak akan bersedia menandatangani berita acara.
“Kami keberatan dan akan membawa masalah ini ke jalur hukum,” ujar sumber yang minta namanya tidak dipublikasikan ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, kepengurusan YGP saat ini terjadi dualisme.
Hal itu terjadi setelah kubu Virmartian Sagara melakukan perubahan akte notaris yang penandatanganannya ikut disaksikan oleh Pj Bupati Aceh Tengah T Mirzuan di ruang kerja pejabat tersebut pada 23 Januari 2024. Sedangkan dewan pembina YGP satu lagi dipimpin oleh Mustafa Ali sebagai ketua pembina. Kedua kepengurusan tersebut sama-sama tercatat di Kemenkum HAM.
Ke dalam struktur dewan pembina yang baru dimasukkan sejumlah pejabat dan anggota DPRK Aceh Tengah.
Keseluruhannya berjumlah 15 orang, yaitu Mustafa Ali, Abdiansyah Linge, King Rawana Saputra, Hadiananta Sahruna, Fitra Gunawan, Caisaria Zariansyah, Mursyid, Harun Manzola, Sukirman, Arslan A Wahab, Amir Hamzah, Kausarsyah, Abshar, dan Muhammad Syahrul.[]