Oleh: Nurzahri, Jubir Partai Aceh
PARTAI Aceh merasa ada yang aneh dengan pernyataan Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto di depan Komisi I DPR RI yang mengatakan bahwa partai lokal di Aceh berpotensi menimbulkan konflik. (Kompas.com: TNI Sinyalir Partai Lokal Aceh Wadah Aspirasi Eks Kombatan GAM, Berpotensi Timbulkan Konflik).
Pernyataan itu jelas sekali tendensius dan mengarah kepada Partai Aceh yg merupakan pemenang Pemilu 2024 di level Provinsi Aceh.
Pernyataan ini telah menunjukkan betapa tidak pahamnya Panglima TNI dan betapa dangkalnya pemahaman seorang jenderal bintang empat terkait dengan permasalahan hukum dan politik yang ada di Aceh.
Kami sangat menyayangkan pernyataan ini di keluarkan persis setelah penetapan pemilu oleh KPU dimana kondisi keamanan di Aceh sangat kondusif bahkan bila dibandingkan dengan kondisi Jakarta yang sampai saat ini masih digempur oleh gelombang protes terkait dengan pengumuman hasil pemilu.
Kami berharap sosok Agus Subianto selaku Panglima TNI untuk meralat pernyataan tersebut dan belajar serta menelaah kembali perkembangan politik di Aceh.
Perlu Panglima TNI ketahui bahwa Partai Aceh adalah satu-satunya wadah GAM dalam menyalurkan aspirasi politik setelah menguburkan impian merdeka dari NKRI.
Kami telah ikhlas menerima perdamaian Helsinki untuk mewujudkan kesejahteraan Aceh di bawah NKRI dan komitmen ini sudah kami tunjukkan semenjak Pilkada 2006 di mana proses pilkada berjalan lancar walaupun ada kandidat pesaing lain dari Partai Nasional.
Proses pilkada dan pemilu di Aceh telah menunjukkan bagaimana cerdasnya GAM dalam berpolitik sehingga bisa mendominasi politik lokal di Aceh yang berjalan secara aman dan kondusif bila dibandingkan dengan pilkada atau pemilu di daerah lainnya di provinsi yang ada di indonesia.
Jika pun ada keributan pada tahun 2011-2012, hal ini lebih disebabkan karena polemik aturan antara Aceh dan Pusat, bukan konflik antarkandidat.
Bahkan ketika Partai Aceh kalah pada Pilkada 2019, kami tetap menerima hasil tersebut setelah menempuh cara-cara yang dibenarkan oleh konstitusi.
Seharusnya kondisi itu telah bisa membuktikan bahwa periode 15 tahun Partai Aceh berpartisipasi dalam kepemiluan di Indonesia telah menunjukkan bagaimana ketaatan kami terhadap konstitusi.
Seharusnya Panglima TNI juga adil dalam melihat seluruh partai yang ada di Indonesia baik lokal maupun nasional karena keduanya dilindungi oleh konstitusi dan aturan yang sah di negara ini.
Kami menantang Panglima TNI untuk mengeluarkan pernyataan tendensius yang sama terhadap partai-partai nasional yang kader-kadernya ada yang terlibat dengan terorisme dan jaringan-jaringan terlarang di Indonesia.
Bahkan, jika berani, Panglima TNI bisa mengeluarkan pernyataan yang sama terhadap kandidat Presiden yang nyata-nyata tidak menerima hasil pilpres yang telah ditetapkan oleh KPU.
Atau jangan-jangan, pernyataan Panglima TNI ini hanya sekadar mengalihkan isu terkait dengan penolakan hasil pilpres? []