PORTALNUSA.com | JAKARTA – Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun, memberikan tanggapan soal hukuman Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat kepadanya.
Selain kepada Hendry, DK PWI Pusat juga memberikan hukuman kepada Sekjen PWI Pusat, Sayid Iskandarsyah; Wakil Bendahara Umum I PWI Pusat, M Ihsan; serta Direktur UMKM pada Kementerian BUMN RI, Syarif Hidayatullah. Mereka dihukum untuk mengembalikan uang Rp 1,7 miliar secara tanggung renteng.
Menurut putusan DK PWI Pusat, uang Rp 1,7 miliar yang wajib dikembalikan itu merupakan dana bantuan Corporate Social Responsibility (CSR) dari Kementerian BUMN RI kepada PWI Pusat untuk pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di 10 provinsi di Indonesia.
Hukuman DK PWI Pusat itu tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat Nomor 20/IV/DK/PWI-P/SK-SR/2024 tentang Sanksi Organisatoris terhadap Hendry Ch. Bangun. SK ini ditandatangani oleh Ketua DK PWI Pusat, Sasongko Tedjo, dan Sekretaris DK PWI Pusat, Nurcholis MA Basyari, pada 16 April 2024 di Jakarta.
Tanggapan Hendry
Terhadap putusan itu, Hendry menilai, sanksi yang diberikan kepadanya itu terdapat banyak cacat dasar pengambilan keputusan oleh DK PWI Pusat, sehingga tidak sesuai fakta.
Ia menegaskan, terdapat beberapa kekeliruan DK PWI Pusat dalam keputusannya, seperti soal istilah CSR BUMN. Padahal, menurutnya, bentuk bantuan dana tersebut adalah sponsorship antara PWI Pusat dan Forum Humas BUMN.
“Kedua pihak memiliki kewajiban dan hak yang disepakati. Tidak ada komplain dari salah satu pihak sampai perjanjian ini selesai pada Januari 2024. Objeknya salah tentu saja putusannya salah,” ujar Hendry sebagaimana dilansir radarbanten.co.id Selasa, 23 April 2024.
Menurut Hendry, tiga orang yang dijatuhi sanksi oleh DK PWI Pusat tidak pernah diperiksa atau dikonfirmasi sama sekali. Padahal, katanya, di dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI Pusat jelas tertulis, orang yang dijatuhi sanksi harus diberi kesempatan untuk klarifikasi.
“Harusnya ada upaya untuk mendapat keterangan langsung dari yang bersangkutan tidak langsung memutuskan,” tegasnya.
Terkait pemberian fee atau komisi, ia menjelaskan, terdapat praktik pemberian marketing fee di PWI Pusat yang bentuknya tertulis dan praktik ini setidaknya sudah berlangsung sejak 2014.
Fee tersebut, sambungnya, antara lain diberikan kepada top marketing selain pada tim pendukung.
“Jadi sah-sah saja ada fee, dan itu bukan penyelewengan seperti tuduhan Dewan Kehormatan. Apabila jumlahnya dianggap lebih besar, hal itu bisa diselesaikan dengan membayar kelebihan bayar. Mindset bahwa itu pelanggaran PD/PRT dan harus dijatuhi sanksi adalah keliru. Kecuali tidak ada aturan tertulisnya,” tandas Hendry Ch Bangun.[]