PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mengeluarkan pernyataan tegas agar pengusutan dugaan korupsi pada program penyaluran bantuan budidaya ikan dan pakan runcah oleh Badan Reintegrasi Aceh (BRA) tidak hanya menyasar aktor di level bawah.
“Harus tuntas setuntas-tuntasnya. Aktor-aktor yang berada di belakang meja yang merancang perampokan uang rakyat harus merasakan konsekwensi hukum atas perbuatan mereka,” tandas Koordinator MaTA, Alfian dalam siaran pers-nya yang diterima Portalnusa.com.
Penelusuran MaTA, program penyaluran bantuan budidaya ikan dan pakan runcah oleh BRA ditujukan untuk sembilan kelompok masyarakat di Kecamatan Nurussalam dan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur.
Total anggaran untuk program tersebut mencapai Rp 15.713.864.890 yang bersumber dari APBA-P 2023.
Program itu sendiri sifatnya sebagai pokok-pikiran (Pokir) anggota DPRA yang ditempatkan di BRA.
Menurut MaTA, tujuan dibentuknya BRA adalah untuk pemberdayaan masyarakat korban konflik, mantan kombatan dan tapol/napol.
“BRA bukan tempat bancakan anggaran untuk politisasi atau kepentingan elite sebagaimana yang terjadi saat ini,” kata Alfian.
Berdasarkan temuan dan analisa MaTA, nama masing masing kelompok sengaja didesain sedemikian rupa untuk memuluskan pencairan anggaran.
Secara administrasi kemungkinan kelompok ini ada tapi secara fakta lapangan tidak ada.
Dengan setingan demikian, kata Alfian wajar saja jika aparatur gampong sama sekali tidak mengetahui atas keberadaan nama kelompok maupun program dimaksud.
“Patut diduga bantuan tersebut fiktif dan sangat potensi dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertangung jawab dan berpotensi anggaran itu menjadi politisasi untuk kepentingan pemilu yang baru saja berlangsung,” tulis Alfian dalam rilisnya.
MaTA mendesak Kejaksaan Negeri (Kejati) Aceh Timur yang sedang melakukan penyelidikan di-backup oleh Kejati Aceh untuk mengusut tindak kejahatan itu secara tuntas dan utuh.
Artinya, kata Alfian, pihaknya tidak berharap kasus ini hanya mengorbankan oknum di level operasional saja akan tetapi menjadi harapan publik aktor pelaku kejahatan luar biasa ini juga harus tersentuh hukum.
Menurut MaTA, kasus ini tidak hanya dilihat secara kerugian keuangan semata akan tetapi juga kerugian sosial yang lebih besar.
Seharusnya para korban konflik, mantan kombatan dan tapol/napol sudah menerima dana konpensasi akibat perang pada 2023, namun hak mereka malah dikorupsi.
“Penyidik perlu menelusuri sejak penganggaran program tersebut agar publik tahu kalau program ini memang sudah bermasalah sejak dari penganggaran terutama secara adminitrasi. Artinya, penyelidikan harus dilakukan dari hulu sampai hilir,” imbuh Alfian.
MaTA juga mendorong adanya pembaharuan sistem dan manajeman di BRA.
Selama ini BRA mengurus dana pokir dewan yang ditempatkan pada badan tersebut dan ini menjadi masalah saban tahun.
Seharusnya Pemerintah Aceh perlu memikirkan dan melahirkan kebijakan penganggaran secara khusus sehingga tidak dikendalikan oleh pemilik pokir.
“BRA perlu dievaluasi secara menyeluruh, kalau ada oknum bermental korup wajib dibersihkan,” tegas Alfian.
MaTA menyebutkan, penyaluran bantuan untuk sembilan kelompok masyarakat di Kecamatan Nurussalam dan Darul Aman, Aceh Timur merupakan manipulasi dengan memanfaatkan korban konflik.
Dugaan manipulasi dan rekayasa juga melibatkan aktor di belakang meja dan patut diduga aliran dananya mengalir ke oknum politisi yang berkompetisi pada Pileg 2024.
Berikut nama kelompok masyarakat, lokasi, dan besaran anggaran yang diplotkan:
No |
Nama Kelompok |
Kecamatan |
Jumlah Bantuan |
1 |
Sobat Nelayan |
Darul Aman |
1,750 miliar |
2 |
Makmur Beusare |
Darul Aman |
1,750 miliar |
3 |
Cabang Utama |
Darul Aman |
1,750 miliar |
4 |
Bintang Timur |
Nurussalam |
2 miliar |
5 |
Jasa Rakan Mandum |
Nurussalam |
1,5 miliar |
6 |
Doa Ibu |
Nurussalam |
1,750 miliar |
7 |
Ka Kumatsu |
Nurussalam |
1,750 miliar |
8 |
Gudang Meuh |
Nurussalam |
1,750 miliar |
9 |
Raja Meujulang |
Nurussalam |
1,750 miliar |
[]