Kasus Diabetes pada Anak Meningkat, Simak Penyebabnya

Laporan Nasir Nurdin/PortalNusa.com

“Kalau Anda berpikir Diabetes atau Diabetes Melitus (DM) hanya penyakit orangtua, sudah saatnya Anda mengenyahkan pemikiran itu. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) kasus DM pada anak meningkat 700 kali lipat sejak 2010.”



Tulisan ini terinspirasi kasus (dugaan) DM yang menimpa salah seorang putra dari kerabat dekat penulis, usianya baru 4,5 tahun, asal Gayo Lues.

Pada Minggu pagi, 26 Mei 2024 si anak bersama kedua orangtuanya tiba di RSUDZA Banda Aceh, rujukan dari RSUD Muhammad Alikasim, Gayo Lues.

Awalnya, si anak dilarikan ke RSUD Muhammad Alikasim karena lemas, badan semakin kurus, makan banyak, sering haus.

“Setelah makan dia langsung tertidur, waktu bangun minta makan lagi, sedangkan badannya semakin kurus,” kata Rasidan, ayahnya.

Mengamati kondisi anaknya yang mengkhawatirkan, orangtuanya membawa si anak ke RSUD Muhammad Alikasim. Sempat dirawat selama tiga hari, sejak Rabu, 22 Mei 2024.

Rasidan sempat menceritakan kebiasaan anaknya sehari-hari yang suka jajan jenis minuman kemasan (kotak) dengan merek M. Dia tak tahu persis apakah itu jadi penyebabnya.

“Berdasarkan pemeriksaan medis di RSUD Gayo Lues diketahui kadar gula darah anak saya mencapai 800 mg/dL. Ini sangat mengagetkan, rasanya sulit dipercaya kalau anak kami yang usianya belum lima tahun didera Diabetes, soalnya ini kan penyakit orangtua,” ujar Rasidan.

Setelah berkonsultasi dengan dokter, akhirnya pada Sabtu malam, 25 Mei 2024, atas rujukan pihak RSUD Muhammad Alikasim, Rasidan membawa anaknya ke RSUDZA Banda Aceh.

“Tiba Minggu pagi di RSUDZA, anak saya langsung ditangani. Kondisinya tidak sadar. Dia juga mulai sesak,” kata Rasidan didamping istrinya.

Selama di IGD RSUDZA, kadar gula darah si anak naik turun. Pengecekan pertama ketika di RSUDZA 400 mg/dL, kemudian naik menjadi 600, dan ba’da zuhur turun menjadi 377 mg/dL.

“Sekarang sudah dipindahkan ke ruang PICU. Kondisinya sudah mulai membaik, sudah sadar,” lapor Rasidan yang berprofesi sebagai wartawan Harian Serambi Indonesia.

Lalu, apakah Diabetes sudah mulai menyasar anak-anak di Aceh?  Belum ada data.

Direktur RSUDZA, dr. Isra Firmansyah, SpA, PhD, FisQua belum merespons pertanyaan tertulis melalui aplikasi WhatsApp yang dikirim media ini,

Namun, secara nasional, seperti data IDAI, memang terjadi peningkatan kasus diabetes pada anak. Penyebabnya, antara lain aktivitas anak yang kini bergantung pada penggunaan gadget, sehingga tidak ada aktivitas fisik atau olahraga yang dilakukan.

Di samping itu, ada pula faktor pemicu umum lainnya. Seperti konsumsi makanan dan minuman manis yang begitu mudah didapat oleh anak. Sementara itu belum ada kebijakan dari pemerintahan yang membatasi konsumsi gula pada anak.

Angka kejadian diabetes pada anak di Indonesia naik sebanyak 70 kali lipat pada tahun 2023 dibanding tahun 2010, mencapai hingga 1.645 anak. Terdapat tiga jenis diabetes pada anak, yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. Namun secara umum Diabetes melitus tipe 1 lebih banyak dijumpai pada anak.

Nah, mau tahu lebih jauh mengenai penyebab diabetes pada anak? Iikui ulasan berikut ini yang dikutip dari laman alodokter.com.

DM adalah penyakit yang menyerang metabolisme pada anak dan bersifat kronis. Penyakit ini bisa berpotensi mengganggu tumbuh kembang anak.

DM tipe-1 utamanya disebabkan karena faktor genetik dan autoimun, sedangkan DM tipe-2 disebabkan oleh gaya hidup tidak sehat dan obesitas.

Umumnya diabetes yang menyerang pada anak adalah DM tipe-1. Namun, tidak menutup kemungkinan anak juga bisa terserang diabetes tipe-2. Nah, berikut adalah penyebab diabetes pada anak.

  1. Tidak memproduksi insulin

Penyebab pasti diabetes tipe 1 belum diketahui, tetapi umumnya penyebab utama adalah pankreas tidak memproduksi insulin yang cukup. Hal ini dikarenakan sistem kekebalan tubuh yang berfungsi melawan bakteri dan virus, secara keliru menghancurkan sel penghasil insulin (islet) di bagian pankreas, yang berakibat kurangnya insulin. Insulin adalah hormon yang membantu menyerap sel-sel glukosa. Jika anak kekurangan  insulin, akibatnya gula dalam tubuh akan menumpuk dan menyebabkan diabetes.

  1. Genetik atau keturunan

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya faktor utama DM-1 adalah genetik. Beberapa gen seperti HLA-DR3 atau HLA-DR4 merupakan gen yang biasanya dikaitkan dengan penyakit autoimun yang menyebabkan diabetes.

Diabetes merupakan penyakit yang berpotensi untuk diturunkan. Nah, jika orangtua atau saudara kandung mengidap penyakit diabetes baik DM tipe-1 atau DM tipe-2, maka akan berisiko tinggi untuk menurunkan penyakit ini kepada anak. Perlu dicatat bahwa diabetes tipe-2 memiliki potensi lebih kuat untuk diturunkan.

  1. Ras

Di Amerika Serikat diabetes tipe 1 umumnya menyerang pada anak dengan ras kulit putih. Hal ini juga terkait dengan faktor sebelumnya, yaitu genetik.

Ada pula penelitian lain yang menyebutkan bahwa orang Jepang, yang merupakan ras Asia, memiliki gen HLA-DR9 yang juga memiliki risiko untuk terkena penyakit diabetes.

  1. Infeksi virus

Terinfeksi oleh beberapa virus tertentu dapat memicu kerusakan autoimun pada sel islet, yang mengakibatkan kurangnya produksi insulin.

  1. Obesitas

Anak yang obesitas memiliki risiko terkena DM tipe-2 yang lebih tinggi. Sebab, jaringan lemak yang terdapat di antara otot dan di sekitar perut cenderung menyebabkan resistensi insulin.

  1. Pola makan yang keliru

Anak biasanya suka makanan atau minuman yang manis. Jika konsumsi makanan manis tidak dikontrol, maka anak berpotensi terkena DM tipe-2.

Selain makanan manis, mengkonsumsi daging merah atau daging olahan juga dapat memicu diabetes.

  1. Kurang aktivitas fisik

Banyak orang tua yang menyodorkan gadget pada anak sebagai media hiburan. Akibatnya, mereka akan malas untuk beraktivitas jika anak mulai kecanduan gadget. Padahal, aktivitas fisik sangat penting untuk membakar lemak yang menumpuk dalam tubuh yang berpotensi menyebabkan diabetes.

  1. Lahir premature atau berat badan rendah

Bayi yang lahir dengan berat badan rendah memiliki risiko lebih tinggi terkena DM tipe-2. Begitu juga dengan bayi prematur dengan usia kehamilan 39 hingga 42 minggu, berpotensi mengidap penyakit ini.[]