Peringatan HLHS 2024, Asisten II: Aceh Telah Miliki 350 Gampong Iklim

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh, Dr. Ir. Zulkifli, M.Si., mewakili Pj Gubernur Aceh melakukan penanaman pohon usai menjadi Inspektur Upacara Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2024 di Lapangan Upacara Kantor Gubernur Aceh, Rabu, 5 Juni 2024. (Foto Humas Pemerintah Aceh)


PORTALNUSA.com | BANDA ACEH –
Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (HLHS) 2024 mengusung tema, Penyelesaian Krisis Iklim dengan Inovasi yang tidak hanya sebatas meningkatkan produktivitas bentang lahan tetapi juga mengurangi emisi karbon dan memperbaiki siklus air sehingga berkontribusi signifikan terhadap mitigasi perubahan iklim, serta mengedepankan prinsip keadilan.

Hal tersebut disampaikan oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh Zulkifli, usai bertindak sebagai Inspektur Upacara pada Peringatan HLHS di Halaman Kantor Gubernur Aceh, Rabu 5 Juni 2024.



“Untuk mendukung upaya tersebut, saat ini Pemerintah Aceh telah menginisiasi beberapa aktifitas kunci, seperti Gampong Iklim. Sejak 2019, Pemerintah Aceh telah menetaokan sebanyak 350 Gampong Iklim, dengan kualifikasi 1 unit kategori Lestari, 24 Unit kategori Utama dan selebihnya kategori Madya serta Pratama,” ujar Zulkifli.

Zulkifli mengungkapkan, keberadaan Gampong Iklim sangat penting dalam mendorong penerapan pengelolaan lingkungan hidup serta adaptasi, mitigasi perubahan iklim berbasis komunitas di Aceh. Inovasi lain yang dikembangkan diantaranya adalah pengembangan Refused Derived Fuel (RDF) yang merupakan teknologi pengolahan sampah terpadu menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan sebagai pengganti bahan bakar fosil.

Oleh karena itu, Zulkifli mengingatkan seluruh Aparatur di jajaran Pemerintah Aceh, agar menjadikan tema ini sebagai pengingat untuk terus berinovasi serta mengedepankan prinsip keadilan dalam setiap penanganan di sektor lingkungan.

“Dalam konteks Aceh, tema ini harus kita jadikan sebagai sarana pengingat sekaligus ajakan, bahwa penyelesaian akar masalah dampak perubahan iklim harus dilakukan melalui pengembangan inovasi yang dilaksanakan secara konsisten oleh seluruh pemangku kepentingan, sekaligus mengedepankan prinsip keadilan dan inklusivitas,” ujar Zulkifli.

Zulkifli menambahkan, upaya penyelesaian isu strategis tersebut harus dilakukan melalui pemulihan ekosistem dan melibatkan entitas masyarakat, penggunaan teknologi tepat guna, pemanfaatan energi baru terbarukan, penerapan teknik pengelolaan dan pemanfaatan air yang efisien, pengolahan sampah serta pemilihan varietas tanaman tahan dampak perubahan iklim.

Untuk dikerahui bersama  dalam konteks pelestarian dan pemulihan ekosistem, Pemerintah Aceh terus melakukan perbaikan tata kelola sektor hutan dan lahan, diantaranya melalui peningkatan efektifitas perlindungan pengamanan hutan, peningkatan produktifitas pengelolaan hutan Bersama masyarakat melalui Perhutanan Sosial.

Selain itu,  peningkatan kapasitas penyerapan emisi secara vegetative melalui penanaman pohon dan membangun water logger sebagai sistem peringatan dini pemantauan tinggi muka air tanah dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan dengan pelibatan entitas Desa Mandiri Peduli Gambut.

Secara keseluruhan, kata Zulkifli, implementasi pengelolaan lingkungan hidup di Aceh menekankan pada prinsip keadilan, karena manfaatnya harus dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, terutama yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Pendekatan yang dilakukan ini mencakup pelibatan komunitas lokal dalam proses pengambilan keputusan, memastikan akses yang adil terhadap sumber daya alam, dan mengakui serta menghargai pengetahuan tradisional dalam praktik pemulihan lahan. Dengan demikian, upaya pemulihan lahan tidak hanya berkontribusi pada solusi iklim yang inovatif tetapi juga mempromosikan keadilan sosial dan lingkungan.

Atas beberapa capaian tersebut, Pemerintah Aceh mengapresiasi dan menyampaikan penghargaan yang tinggi atas kerja keras seluruh elemena, seluruh masyarakat, kelompok komunitas, aktivis dan CSO, dunia usaha, para tokoh perempuan, generasi muda, akademisi, jurnalis dan juga jajaran birokrasi di daerah dan di lapangan.

Sebelumnya, saat membacakan amanat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Siti Nurbaya, Zulkifli mengungkapkan, disepakatinya peringatan HLHS setiap 5 Juni oleh masyarakat internasional, bermula dari Deklarasi Stockholm tahun 1972.

“Deklarasi Stockholm menjadi awal dialog yang membahas pertumbuhan ekonomi, pengendalian pencemaran dan kelangsungan hidup manusia di seluruh dunia, sekaligus menandai ditetapkannya tanggal 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia,” ungkap Zulkifli.

Momentum ini, sambung Zulkifli, menjadi pondasi penting dan menjadi bagian dari platform global untuk menginspirasi dan menciptakan gerakan bersama dalam mewujudkan kelestarian lingkungan hidup yang sehat sebagai jaminan kehidupan dunia yang berkelanjutan.

Zulkifli menambahkan, lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan tujuan bersama dan bagian dari pemenuhan Hak Asasi Manusia, sebagaimana diamanatkan dalam Undang – Undang Dasar Negara Repulik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 H Ayat (1) yang menyatakan bahwa ‘Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.’

Zulkifli juga mengiingatkan, di era saat ini pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan terus menghadapi tantangan yang semakin komplek. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang komprehensif dengan pendekatan multi dimensi serta pengembangan inovasi yang berkesesuaian dan berkeadilan dalam skala lokal. []