Korupsi APBG Selama 5 Tahun, Ini Hukuman yang Dijatuhkan Hakim PT untuk Keuchik Krueng Seumayam

Majelis Hakim Tingkat Banding pada PT Banda Aceh diketuai H. Makaroda didampingi Anggota H. Firmansyah dan H. Taqwaddin membacakan sidang putusan perkara korupsi APBG dengan terdakwa Guntur bin Aliudin, Keuchik Krueng Seumayam, Kabupaten Nagan Raya, Kamis, 13 Juni 2024.(Dok PT Banda Aceh)

PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh memperberat hukuman Keuchik Krueng Seumayam, Kabupaten Nagan Raya dengan hukuman lima tahun penjara karena terbukti melakukan perbuatan melawan hukum korupsi dana APBG secara berulang dan berturut-turut selama lima tahun,

Di persidangah terungkap, terdakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum (korupsi APBG) sejak tahun anggaran 2016 sampai 2021 yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp. 1.161.908.800.



Majelis Hakim PT Banda Aceh berpendapat bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana dakwaan primer, maka Mejelis Hakim Banding membatalkan Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri No 3/Pid.Sus-TPK/2024/PN Bna dan mengadili sendiri dengan amar putusan yang berbeda.

Majelis Hakim Tingkat Banding pada PT Banda Aceh diketuai oleh H. Makaroda didampingi Anggota H. Firmansyah dan H. Taqwaddin memperberat hukuman pidana kepada terdakwa Guntur bin Aliudin dengan hukuman penjara lima tahun dan denda Rp. 100.000.000 dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Selain itu kepada terdakwa juga dikenakan pidana uang pengganti Rp. 1.161.901.800jjika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dihukum dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun.

Majelis Hakim Tinggi juga menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan.

Putusan PT Banda Aceh itu dibacakan pada persidangan Kamis, 13 Juni 2024 oleh H. Makaroda Hafat, SH, MH selalu Ketua Majelis Hakim Tingkat Banding didampingi oleh H. Firmansyah, SH, MH dan Dr H. Taqwaddin, SH, SE, MS masing-masing sebagai Hakim Anggota dan dihadiri oleh Mahdi, SH selaku Panitera Pengganti.

Pembacaan sidang putusan ini dilakukan di PT Banda Aceh, Gedung Balai Tgk Chik Ditiro, Jalan Tgk Chik Ditiro, Banda Aceh.

Sebelum menjatuhkan pidana, Majelis Hakim Tingkat Banding juga mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan dari terdakwa.

Hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa telah melanggar sumpah jabatan yaitu tidak mematuhi Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; perbuatan melawan hukum oleh terdakwa dilakukan secara berulang berturut-turut selama lima tahun dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan terdakwa dapat menjadi contoh buruk bagi keuchik/kepala desa atau bagi aparat pemerintahan gampong lainnya.

Sedangkan hal-hal meringankan adalah terdakwa bersikap sopan dan kooperatif selama menjalani pemeriksaan persidangan, terdakwa merupakan tulang punggung ekonomi keluarga yang harus dinafkahi dan terdakwa mengakui perbuatannya.

“Menurut kami, hukuman ini sudah memenuhi rasa keadilan dan sudah setimpal dengan perbuatannya serta bisa menjadi pelajaran bagi para keuchik lainnya di Aceh agar tidak bermain-main dengan anggaran gampong. Jangan menggunakan dana desa yang demikian besar itu untuk kepentingan pribadi. Tapi manfaatkan dana desa tersebut untuk kepentingan pembangunan dan mengentaskan kemiskinan,” ujar Taqwaddin, salah seorang Hakim Ad Hoc yang mengadili perkara ini yang juga akademisi USK.

Untuk diketahui, awalnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa agar hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan dan denda Rp. 300.000.000, subsidair 6 bulan kurungan.

JPU juga menuntut agar hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 1.713.112.486,00.

Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.

Terhadap tuntutan jaksa tersebut, Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Banda Aceh menghukum terdakwa dengan pidana penjara 4 tahun dan denda sejumlah Rp. 50.000.000 dan pidana tambahan uang pengganti Rp 691.502.362. Jika tak mampu membayar diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.[]