Ancaman Hoaks, Edaran Mendagri, Kesiapan PWI, dan Cueknya Pejabat Simeulue

Firnalis

Catatan Firnalis, Ketua PWI Simeulue untuk Portalnusa.com

MENGHADAPI Pilkada 2024, Mendagri Tito Karnavian menerbitkan Surat Edaran Nomor 200.2.1/2222/SJ Tanggal 13 Mei 2024 tentang Stabilitas Penyelenggaraan Kegiatan Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota.

Surat Edaran Mendagri tersebut telah diteruskan oleh Pengurus PWI Pusat ke PWI Provinsi se-Indonesia. Selanjutnya, PWI Provinsi meneruskan ke jajarannya, PWI Kabupaten/Kota, termasuk untuk Simeulue.

Saya, selaku Ketua PWI Simeulue juga sudah menerima Surat Edaran dimaksud dan sudah pula membaca, menelaah, dan menindaklanjutinya.

Pada angka dua Surat Edaran itu menegaskan, untuk melakukan kerja sama dengan wartawan media massa guna berkontribusi dalam sosialiasi, edukasi dan literasi yang bertujuan mencerdaskan masyarakat pemilih, meningkatkan partisipasi pemilih serta mencegah pemberitaan negatif sebagai upaya legitimasi hasil Pilkada 2024.

Kerja sama (yang diharapkan oleh Mendagri) dilaksanakan dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) atau asosiasi wartawan dan organisasi pemberitaan lain yang memiliki unsur keanggotaan di seluruh Indonesia.

Menurut penilaian saya, langkah Mendagri melibatkan PWI di seluruh Indonesia untuk berkontribusi dalam sosialiasi, edukasi dan  literasi bertujuan mencerdaskan masyarakat pemilih, meningkatkan partisipasi pemilih serta mencegah pemberitaan negatif sebagai upaya legitimasi hasil Pilkada 2024 adalah keputusan yang sangat tepat.

Selain keberadaan wartawan yang tergabung di PWI ada di seluruh pelosok Indonesia—data dari website PWI Pusat, jumlah anggota PWI se-Indoneasia mencapai 20.423 orang.

Sumber daya manusia di PWI juga tidak diragukan, karena lebih setengahnya, atau sekitar 14.612 orang sudah lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW), baik jenjang Muda, Biasa, maupun Utama.

Ancaman hoaks

Bagaimana dengan wilayah tugas saya, di Kabupaten Simeulue?

Dalam konteks Pilkada 2024, suhu politik juga mulai memanas di wilayah kepulauan ini.

Dalam kondisi seperti itu, bukan mustahil muncul berbagai informasi yang bisa membingungkan masyarakat, terutama informasi terkait pilkada yang merambah jejaring medsos.

Serangan informasi hoaks akan menyasar Pemerintah Daerah, kandidat bupati/wakil bupati yang akan bertarung di pilkada, para tim sukses, penyelenggara dan pengawas pemilu serta masyarakat luas.

Diperkirakan ebanyak 90 persen serangan hoaks akan terfokus kepada para calon bupati dengan tujuan menurunkan elektabilitas mereka di tengah masyarakat Simeulue.

Para pelaku dan penyebar informasi hoaks akan menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) maupun membuka website menyerupai media massa resmi untuk mengelabui masyarakat.

Kecuali itu, tidak tertutup kemungkinan pihak ketiga melakukan siasat adu domba antarsesama calon bupati atau menjelek-jelekkan calon tertentu untuk melemahkan posisi mereka dalam pemilihan. Ini tentu sangat merugikan semua kandidat bupati yang sekaligus akan merusak tatanan demokrasi.

Dalam kondisi seperti ini jangan harap akan lahir pemimpin yang berkualitas. Artinya, wajah demokrasi akan dikuasai oleh siapa saja yang bisa menguasai berita hoaks.

Di Pilkada Simeulue 2024 ada lima pasang balonbup yang akan bertarung dan semuanya rentan serangan hoaks.

Menurut hemat saya, didasari berbagai kekhawatiran itulah Mendagri Tito Karnavian menggandeng PWI untuk meminimalisir berbagai dampak negatif dalam pelaksanaan pilkada sekaligus memberikan pelajaran politik yang baik kepada pemilih.

Setelah menerima Surat Edaran Mendagri tersebut—sesuai arahan Ketua PWI Aceh—saya langsung membangun komunikasi dengan pimpinan daerah dan jajarannya seperti Kesbangpol. Juga dengan KIP sebagai lembaga penyelenggara pemilu.

Sejauh yang sudah saya komunikasikan—sekaligus sosialisasi Surat Edaran Mendagri—belum ada respons dan semangat untuk menindaklanjuti kerja sama menciptakan Pilkada Damai, berkualitas, dan menangkal hoaks.

Ketiga lembaga di Simeulue, seperti pimpinan daerah, Kesbangpol, dan KIP menyatakan tidak dapat memenuhi Edaran Mendagri dengan alasan tidak adanya anggaran daerah.

Padahal, secara umum, PWI Simeulue dengan SDM yang dimilikinya dapat membantu pemerintah daerah menyaring isu-isu dan informasi hoaks sebagai salah satu ikhtiar menciptakan pilkada berkualitas sebagaimana harapan masyarakat.

Saya tidak mengerti apa yang dipikirkan oleh Pemkab Simeulue, Kesbangpol, dan KIP untuk mengantisipasi berbagai pengaruh negatif pilkada. Faktanya, hingga kini tidak ada kerja sama –khususnya dengan PWI dan jaringan media di asosiasi ini–untuk sosialisasi dan literasi Pilkada Damai.

Meski demikian, PWI Simeulue tetap berharap masyarakat tidak menelan mentah-mentah berbagai informasi yang beredar. Apalagi 80 persen warga Simeulue telah menggunakan smartphone dan aktif di media sosial. []

 

Penulis: FirnalisEditor: Nasir Nurdin