Kenangan Porwanas XIV: Andai Saja Hadi dan Teuku tak Tersandung

Abdul Hadi (kiri) dan Teuku Ardiansyah (kanan). (Dok PWI Aceh)

Catatan: Nasir Nurdin/Pemred Portalnusa.com

PEKAN Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas) XIV di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) berakhir sudah.



Banyak kenangan yang terajut antar-sesama peserta dari 34 provinsi yang mengirimkan kontingen pada event empat tahunan itu. Ada lebih 1.500 wartawan atlet berlaga di 11 cabang olahraga (cabor).

Selain untuk anggota PWI, Porwanas Kalsel juga membuka panggung untuk istri wartawan yang berhimpun dalam Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI). Ibu-ibu IKWI berlomba karaoke dan memasak.

Selama sepekan berlaga di berbagai cabang lomba, juga benyak pengalaman didapat, termasuk oleh tim Aceh.

Spirit berburu medali begitu tinggi di kalangan atlet, meski hasil akhirnya Aceh harus puas menempati peringkat 13 dengan raihan 1 emas, 1 perak, dan 6 perunggu. Hasil yang melampaui prestasi di Porwanas XIII yang hanya meraih 1 emas. Bahkan bisa jadi dalam sejarah keikutsertaan PWI Aceh di Porwanas, ini koleksi medali terbanyak.

Sebenarnya, peluang Aceh untuk masuk 10 besar terbuka andai saja ‘musibah’ tak terjadi terhadap Abdul Hadi dan Teuku Ardiansyah.

Hadi diandalkan untuk meraih medali—minimal perak—pada cabor atletik nomor marathon 3.000 meter. Sedangkan Teuku sangat berpeluang mengoleksi tambahan emas pada nomor beregu. Artinya, jika Teuku tetap bermain, kemungkinan Aceh mendapatkan total dua emas, bukan satu.

Seperti diketahui, pada Porwanas XIV, Aceh mengirim empat pecatur yaitu Teuku Ardiansyah, Bakhtiar Gayo, Sudirman Mansyur, dan pendatang baru Armentoni. Tim ini berada di bawah kendali pelatih Irwandi (Master Nasional).

Tim beregu pada kelas catur 25 menit belum berhasil menyumbang medali setelah T. Ardiansyah yang turun di meja 4 diprotes keras oleh tuan rumah karena pernah mengikuti Kejurnas 2023.

Ini menyebabkan tim beregu catur Aceh pincang, menyisakan tiga pemain pada sisa babak.

Namun, kehilangan satu pemain andal tidak menyebabkan nyali pecatur Aceh lainnya ciut.

Perjuangan keras yang diwarnai adu taktik yang diarahkan sang pelatih berakhir mencengangkan. Armentoni, pecatur dari Aceh Tenggara mampu menumbangkan lawan-lawannya dan meraih 1 emas dan 1 perunggu di nomor berbeda.

Kenapa Teuku tak boleh bermain?

Keikutsertaan Teku diprotes keras oleh pecatur tuan rumah, Kalsel karena Teuku atlet catur Kejurnas yang memang dilarang keras bertanding di Porwanas. Protes itu dilayangkan tuan rumah setelah pecatur mereka ditumbangkan Teuku.

Benarkah demikian?

Secara sportif Teuku menerima protes itu. Namun dia tak menyangka sama sekali kalau turnamen yang diikutinya dikategorikan sebagai kejurnas sehingga dia tercatat sebagai atlet catur yang pernah ikut kejurnas.

Begini ceritanya:

Pada Kejurnas Catur ke-49 Tahun 2023 di Jakarta, Teuku mendaftarkan diri ikut kejurnas tanpa target khusus, kecuali ingin melihat langsung kualitas atlet catur PON Aceh yang bertanding di ajang kejurnas catur tersebut.

Untuk dapat melihat kemampuan para atlet catur Aceh saat bertanding, maka Teuku Ardiansyah diwajibkan mendaftarkan diri sebagai atlet di kejurnas tersebut. Kalau tidak ikut mendaftar dan bermain maka Teuku tidak mungkin bisa melihat langsung atlet-nya bertanding dan melakukan evaluasi.

Di cabor catur memang sudah menjadi ketentuan meski menjadi tim manager atlet dilarang masuk menyaksikan langsung atletnya bertanding. Itulah yang mendorong Teuku untuk mendaftar menjadi atlet kejurnas catur.

Di Pengprov Percasi Aceh, Teuku Ardiansyah sebagai Sekretaris Umum dan ditunjuk sebagai Tim Manager Atlet Catur PON Aceh.

“Saya tak pernah berpikir kalau yang saya lakukan dicatat sebagai atlet kejurnas sehingga dilarang bermain di Porwanas. Tetapi nggak apa-apa, saya menerima keputusan itu dengan sportif,” tandas Teuku menjelaskan persoalannya kepada Ketua SIWO PWI Aceh, Imran Thaib.

Protes dibalas protes

Pelatih catur Aceh untuk Porwanas XIV Kalsel, Irwandi MN menyerahkan surat protes kepada Dewan Hakim Cabor Catur terhadap dua pecatur asal Kalimantan Tengah yang berstatus atlet kejurnas, Sabtu, 24 Agustus 2024.(Dok PWI Aceh)

Pasca-diskualifikasi terhadap Teuku, maka tim catur Aceh yang dikomandoi Irwandi MN didukung Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin menyisir atlet kejurnasyang bermain di Porwanas XIV. Langkah ini bukan untuk balas dendam, tetapi semata-mata untuk tegaknya aturan dilandasi rasa keadilan.

Tracking yang dilakukan tim Aceh menemukan dua pecatur Porwanas XIV asal Kalimantan Tengah, yaitu Asari (papan 1) dan Zainuddin (papan 2) merupakan atlet kejurnas.

Dengan gerak cepat—karena berlomba dengan jadwal pertandingan—surat protes pun dilayangkan kepada panitia dan dewan hakim cabor catur Porwanas XIV. Protes Aceh diterima.

Surat protes itu dibacakan oleh Dewan Hakim pada hari ke-5 Porwanas, Sabtu, 24 Agustus 2024, menjelang laga lanjutan cabor catur di Gedung Dekranasda Kalsel.

Tepuk tangan bergemuruh ketika kedua pecatur asal Kalimantan Tengah—Asari dan Zainuddin—dilarang melanjutkan pertandingan.

Meski protes itu tidak menguntungkan Aceh secara langsung, tetapi distribusi medali semakin longgar sehingga wajar langkah yang dilakukan Irwandi cs sangat didukung kontingen lainnya. Catur Aceh sudah mengukir sejarah, bukan saja dalam perolehan medali tetapi juga ikut berkontribusi menegakkan aturan di Porwanas.

Lalu, ada apa dengan Abdul Hadi?

Ketua SIWO PWI Aceh, Imran Thaib didampingi ofisial cabor marathon, Saiful Alam berdiskusi dengan perwakilan salah satu kontingen menjelang boikot cabor atletik nomor marathon 3.000 meter di Stadion Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kamis sore, 22 Agustus 2024. (Dok PWI Aceh)

Abdul Hadi merupakan salah seorang atlet andalan Aceh di Porwanas XIV Kalsel. Sosok yang juga Wakil Sekretaris II PWI Aceh ini memperkuat cabor atletik nomor marathon 3.000 meter. Nomor ini juga yang diincarnya pada Porwanas XIII Malang, namun sayang langkahnya terhenti akibat cidera saat latihan.

Menghadapi Porwanas XIV, Hadi melakukan persiapan yang relatif ekstra. Setelah lolos seleksi, dia melakukan latihan rutin. Pola makan dan istirahat diaturnya sedemikian rupa. Target Hadi bisa meraih emas di Porwanas XIV Kalsel.

Di Stadion Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kamis sore, 22 Agustus 2024 menjadi petaka bagi Hadi dan tim Aceh.

Sore itu, Hadi sudah sangat siap bertarung pada nomor 3.000 meter untuk menebus kekalahan rekan satu timnya di nomor estafet 4×100 meter dengan atlet Fajri Bugak, Hendra, Indah, dan Atik. Tetapi kenyataan berkata lain.

Menjelang tanding, sebanyak 12 kontingen melancarkan protes karena salah seorang atlet marathon 3.000 meter dari Jawa Barat, Margono diketahui adalah atlet kejurnas yang telah mengukir prestasi hingga ke luar negeri.

Ketua SIWO PWI Aceh, Imran Thaib bergabung melancarkan protes bersama 12 kontingen lainnya. Opsinya dua, diskualifikasi Margono atau semua kontingen memboikot nomor 3.000 meter.

Setelah melalui debat yang sangat alot—tanpa dihadiri Dewan Hakim Cabor Atletik—akhirnya panitia membuat surat pernyataan menolak bertanding yang diteken oleh perwakilan. Tanpa perlu komando, semua perwakilan kontingen menandatangani pernyataan boikot itu. Semua atlet bubar, termasuk Hadi.

Herannya, hingga akhir Porwanas, tak ada tanggapan apapun dari Dewan Hakim Cabor Atletik mengenai kelanjutan surat protes itu. Yang tersisa adalah kekecewaan atlet, termasuk Abdul Hadi karena tak bisa membuktikan bahwa dia mampu menyumbang medali untuk Aceh.

Kekecewaan juga merayapi wajah ibu-ibu IKWI yang sukses meraih juara II (harusnya medali perak) untuk cabang pentas seni.

Tetapi sang juara yaitu Lismawarni/anggota IKWI Aceh dari LPP-RRI Banda Aceh tak dikalungi medali sebagai simbol kemenangan. Tak ada penjelasan kenapa tak ada pengalungan medali meski di daftar perolehan medali tercantum 1 perak untuk Kontingen Porwanas Aceh.

“Kami juga meraih juara III untuk lomba memasak, namun kami tak persoalkan medalinya karena lomba ini dilaksanakan oleh pihak sponsor sehingga bisa jadi berstatus non-medali,” kata Ketua IKWI Aceh, Ny. Hanifah Nasir Nurdin. Begitulah.[]