SEUSAI mengikuti samadiah untuk almarhum Tgk Muhammad Yusuf A. Wahab (Tu Sop) di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh pada Jumat malam, 13 September 2024, sosok politikus H. M. Fadhil Rahmi, Lc. M.Ag singgah memenuhi undangan wartawan di Sekber Jurnalis, Jalan STA Mahmudsyah, Banda Aceh. Pada pertemuan yang berlangsung santai itu, pria yang akrab disapa Syech Fadhil tersebut menjawab berbagai pertanyaan terkait pendaftarannya ke Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh sebagai bakal calon wakil gubernur Aceh mendampingi bakal calon gubernur Bustami Hamzah, SE, M.Si (Om Bus). Syech Fadhil menggantikan cawagub sebelumnya, Tgk. H. Muhammad Yusuf A Wahab atau Tu Sop yang meninggal dunia di Jakarta pada Sabtu pagi, 7 September 2024. Berikut kutipan wawancara dengan sejumlah wartawan—termasuk Portalnusa.com—dengan anggota DPD RI periode 2019-2024 tersebut tentang kemunculan dirinya bersama Om Bus untuk berkontestasi pada Pilkada 2024.
Pasangan Bustami-Fadhil Rahmi sudah resmi mendaftar di KIP Aceh sebagai bakal calon gubernur dan bakal calon gubernur Aceh. Bisa diceritakan bagaimana peta jalannya hingga Syech mendampingi Om Bus?
Sebenarnya kisah dengan Bang Bus (Om Bus) berawal dari Agustus 2024 atau sebelum Om Bus ditetapkan berpasangan dengan Ayah Sop. Kemudian setelah Ayah Sop meninggal, pembicaraan sebelumnya kembali lagi. Makanya prosesnya cepat, karena memang menyambung cerita sebelumnya.
Kapan Anda berkomunikasi dengan Om Bus untuk memperkuat pembicaraan yang pernah dibangun sebelumnya?
Di suatu subuh. Ditelepon oleh orang kepercayaan Om Bus, menanyakan apakah saya masih bersedia melanjutkan rencana awal sehubungan Ayah Sop sudah berpulang ke rahmatullah. Saya menjawab, sebagai politisi, jika opsi ini harus saya pilih, bismillah, insya Allah saya siap. Saya selalu siap. Dinamika-dinamika sudah pasti ada.
Bagaimnana Syech melihat dinamika politik terkait dua bakal calon gubernur yang akan maju pada Pilkada 2024, karena selain Om Bus yang kini berpasangan dengan Anda, juga ada Muzakir Manaf (Mualem) dan Fadhlullah (Dek Fadh). Apa strategi yang akan Anda lakukan bersama Om Bus?
Saya rasa tidak ada strategi-strategi khusus. Seperti umumnya pasangan yang lain, melakukan hal-hal yang natural, hal-hal yang rutin, sosialisasi diri dan kesempatan kampanye akan kita manfaatkan sebaik-baiknya. Karena saya berprinsip politik ini silaturahmi. Pertarungannya hanya sampai 27 November 2024. Setelah itu kita bisa ngopi-ngopi lagi. Walau pun kita lawan dalam kontestasi politik tetapi tidak menjadikan kita bermusuhan. Apalagi komunikasi saya dengan Mualem dan Dek Fadh baik-baik saja. Begitu juga dengan tim mereka. Malah saya pernah diajak untuk menjadi tim pemenangan Mualem-Dek Fadh dan pernah saya iyakan.
Menurut informasi, Ustadz Abdul Somad (UAS) sebagai sahabat dekat Anda akan turun gunung untuk memenangkan pasangan Om Bus-Syech Fadhil, apa benar itu?
Ya, semoga Allah mudahkan. Semoga tidak ada halangan dan hambatan bagi Tuan Guru UAS. Semoga beliau sehat-sehat, punya kesempatan karena walaupun sudah berniat turun tetapi kalau ada halangan dan hambatan tentu nggak bisa. Kita harapkan lancar-lancar saja.
Apakah sudah ada pembicaraan khusus dengan UAS?
Yang khusus sekali tentu belum, karena nggak mungkinlah kita berbicara melalui komunikasi telepon atau pesan WA. Tentu tidak muslihat. Saya butuh waktu khusus dan saya sudah berniat sekaligus mohon waktu khusus dari Tuan Guru untuk saya menghadap. Waktunya saya pikir setelah saya selesaikan masalah administrasi ini. Karena setelah pendaftaran masih ada tahapan lainnya seperti pemeriksaan kesehatan, kemudian tes mengaji dan penetapan. Tentu saya harus tetap berada di daerah karena siapa tahu setelah diteliti/diverfikasi ada syarat-syarat yang harus saya lengkapi lagi. Setelah nanti penetapan bakal calon pada 22 September 2024 dan setelah penentuan nomor pada 23 September, di situlah nanti ada sedikit keluangan waktu untuk saya menghadap Tuan Guru.
Ada juga suara yang meragukan, kalau hanya mengandalkan UAS yang akan berkampanye untuk Syech Fadhil, dinilai tidak terlalu ngaruh karena ketika Syech Fadhil maju lagi sebagai calon anggota DPD RI pada 2024, tuan guru juga ikut berkampanye untuk Anda, nyatanya Syech gagal ke kursi DPD meski meraup 137.000 lebih suara, tanggapan Anda?
Yang perlu diketahui, tahun 2018-2019 dengan 2024 ini beda jauh. Dulu intensitas dan kuantitas kehadiran UAS beda jauh. Dulu UAS turun ke 23 kabupaten/kota, 42 titik tidak ada satu pun yang tinggal. Nah, pada 2024—ketika saya berkampanye untuk DPD—disebabkan berbagai kendala membuat tingkat kehadiran beliau baik secara intensitas maupun kuantitas tidak maksmial bahkan ada sejumlah wilayah Aceh tak bisa beliau datangi. Saya pikir, perolehan 137.000 lebih suara pada 2024 sudah cukup baik di tengah irisan-irisan yang kuat dengan Kak Dar yang sama-sama Bireuen atau dengan Tgk Ahmada yang sama-sama berbasis dayah.
Artinya, Anda optimis kehadiran UAS pada 2024 ini diharapkan bisa mengulang sukses tahun 2018 ketika mengantarkan Anda ke kursi DPD RI seperti pada 2019?
Semoga demikian. Tetapi yang perlu diingat, kontestasi kita kali ini untuk eksekutif bukan legislatif.
Baik, kembali ke sosok Ayah Sop, bagaimana sosok almarhum di mata Anda, dan apakah ini tidak menjadi beban bagi Anda sebagai pengganti sosok beliau?
Harus tegas saya katakan, Ayah Sop tidak tergantikan. Jangankan saya, mungkin siapapun di Aceh ini tidak mampu menggantikan Ayah Sop. Jadi kehadiran saya hanya untuk melanjutkan, bukan menggantikan. Mencoba untuk meneruskan, mencoba untuk melanjutkan apa yang menjadi cita-cita, menjadi mimpi almarhum. Tentu dengan restu guru-guru dan ulama.Restu ulama itu bagi saya adalah perintah. Kamu itu kami pilih untuk melanjutkan. Nah, restu itu saya artikan sebagai perintah. Tentu saja persetujuan dari koalisi partai politik yang mengusung. Kalau pertanyaannya apa yang akan saya lakukan (jika nanti mendapat mandat rakyat), tentu saja melanjutkan perjuangan, pemikiran-pemikiran cerdasnya, pemikiran-pemikiran cemerlangnya, politik santunnya, politik, penguatan kebaikannya yang menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk memperkuat kebaikan. Kan itu yang selalu disampaikan oleh Aya Sop. Dan saya, bukan serta merta membaca semua apa yang disampaikan (diajarkan Ayah Sop). Bahkan sebelum saya pulang menyelesaikan S1 di Mesir, saya sudah pulang duluan untuk bertemu dengan beliau di Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb. Perjalanan yang panjang sebelum ada Yadara, sebelum punya radio dan punya mimpi untuk punya tivi, dan banyak pemikiran visioner beliau yang sangat-sangat modern dan progresif. Dan beliau terus melakukan dakwah fiqih siasah (fiqih politik) dan tidak banyak guru-guru kita yang fokus ke fiqih siasah. Juga kegiatan sosial kemasyarakatannya dengan BMU-nya yang telah membuat rumah duafa sebanyak 100 lebih. Saya tidak akan bergeser dari itu, saya hanya melanjutkan mimpi besar beliau, kalau saya mampu mewujudkan setengahnya saja sudah sangat luar biasa.
Lalu, bagaimana Syech melihat sosok Om Bus.
Om Bus saya juga sudah kenal lama. Beliau senior di KNPI, dan saya pernah gabung dengan beliau. Orangnya santai tetapi memiliki pemikiran cerdas. Saya juga banyak mendapat referensi kalau beliau sangat menguasai akuntansi/keuangan, beliau termasuk salah seorang yang punya kemampuan itu dan tidak banyak dikuasai oleh putra Aceh. Beliau juga selalu bilang tentang pekerjaan didasari dengan nawaitu yang ikhlas. Interaksi saya dengan beliau sejak beberapa hari terakhir semakin memperlihatkan ketenangan beliau, cerdas dalam bertindak dan bersikap, dan beliau selalu bilang tentang pentingnya politik santun, politik cerdas, politik gagasan, tidak dengan cara-cara yang bertolak belakang dengan itu. Saya yakin hal serupa juga diinginkan oleh pasangang yang lain. Sehingga betul-betul kita nantinya perang gagasan, perang ide, perang program, dan kita berikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menentukan pilihan.
Sebagai putra daerah yang lama di luar negeri dan sudah banyak berkeliling Indonesia dan berkeliling Aceh, kira-kira apa yang menurut Anda yang sangat mendesak dilakukan di Aceh?
Tanpa mengenyampingkan berbagai persoalan lainnya, menurut saya masalah pemerataan kesempatan pendidikan menjadi salah satu hal yang harus menjadi perhatian. Kualitas pendidikan antar-kabupaten/kota terjadi kesenjangan. Saya yakin yang bisa menyelesaikan berbagai persoalan (termasuk pendidikan) adalah putra daerah sendiri, karenanya pemeratan kesempatan pendidikan dan peningkatan kualitas SDM harus terus dilakukan. Pendidikan akan mengubah secara pemikiran, secara kualitas pengabdian keumatannya, dan secara ekonomi.
Untuk keadaan darurat kita sekarang ini sebagai salah satu provinsi termiskin di Indonesia, tentu harus ada penguatan secara ekonomi. Menurut Anda apa yang harus dilakukan?
Dana Otsus menjadi salah satu andalan kita untuk pembangunan Aceh. Namun sama-sama kita ketahui dalam lima tahun terakhir ini dana Otsus hanya tersisa 1 persen sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 dan akhirnya selesai pada 2027. Tetapi ‘PR’ kita ke depan, kita perjuangkan agar ada permanenisasi data Otsus, kenapa tidak. Dan ini sudah diberlakukan di Papua dengan mengundang Undang-Undang sebelumnya. Ini perjuangan kita bersama untuk keberlanjutan pembengunan di Aceh terjamin adanya.[]