PORTALNUSA.com | WASHINGTON – Meski secara terbuka Washington mendesak negara Yahudi dan kelompok militan Hizbullah mengupayakan gencatan senjata namun Pemerintah Amerika Serikat (AS) diam-diam menyetujui kampanye militer Israel di Lebanon.
Hal ini dilaporkan laman Politico, dikutip Rabu, 2 Oktober 2024. Media Paman Sam itu merujuk sumber-sumber dalam pemerintahan baik Israel maupun AS.
“Dua pejabat Israel dan empat pejabat Amerika, mengatakan Israel menguraikan strategi militernya kepada Washington secara garis besar pada pertengahan September dan menerima persetujuan melalui penasihat senior presiden AS, Amos Hochstein dan Brett McGurk,” muat laman itu.
Baca: Hizbullah Bantai 8 Tentara Israel di Lebanon
Sumber tersebut mengklaim keputusan tersebut mendapat tentangan dari dalam Pentagon, Departemen Luar Negeri, dan komunitas intelijen. Dilaporkan ada kekhawatiran bahwa permusuhan dapat meningkat menjadi perang besar, yang secara langsung akan melibatkan AS.
“Washington meyakini bahwa konflik Israel dengan Hamas dan Hizbullah dapat ‘dipisahkan’ dengan cara tertentu,” tambah Politico lagi.
“Permusuhan di Lebanon akan membantu mengekang pengaruh regional Iran, yang mendukung kedua gerakan militan tersebut, demikian harapan para pejabat AS,” tulis laman tersebut.
Namun, disebut pula bahwa AS tidak bersedia mendukung kampanye Israel secara terbuka. Karena, strategi tersebut dapat menjadi bumerang, saat Washington terus menyerukan kehati-hatian dan deeskalasi.
“Kedua hal tersebut dapat benar… AS dapat menginginkan diplomasi dan mendukung tujuan Israel yang lebih besar terhadap Hizbullah,” kata Politico mengutip seorang pejabat senior AS.
“Jelas ada batasan yang harus diikuti oleh pemerintah, hanya saja tidak jelas batasan apa itu,” tambahnya.
Sumber-sumber tersebut mengklaim bahwa Israel telah memilih serangan “terbatas” di Lebanon atas permintaan AS. Ini sebagai “lawan” dari serangan darat besar-besaran.
Perlu diketahui, Israel sendiri telah melancarkan kampanye pengeboman selama seminggu di Lebanon, membunuh sebagian besar pimpinan Hizbullah dan sedang dalam “serangan terbatas” ke tetangganya di utara.
Ini membuat lebih dari 1.000 orang- termasuk banyak warga sipil- tewas, serta lebih dari satu juta orang mengungsi.
Padahal Senin, Presiden AS Joe Biden menegaskan kembali seruannya kepada publik untuk gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah. Menurutnya, ia merasa “nyaman dengan penghentian” kekerasan antara keduanya, saat berkata di depan wartawan di Gedung Putih.[]