DAERAH  

Dilaporkan Terlibat Pungli, Begini Tanggapan Direksi PT PEMA

Kepala Perwakilan YARA Kota Banda Aceh, Yuni Eko Hariatna (kiri) dan Humas PT PEMA, Cut Nanda Risma Putri (kanan). (Kolase foto by Portalnusa.com)

PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Kota Banda Aceh melaporkan dugaan pemerasan dan pungutan liar (pungli) di PT Pembangunan Aceh (PEMA).

Direksi PT PEMA yang dimintai tanggapan terhadap laporan YARA mengaku belum bisa mengeluarkan pernyataan secara rinci karena masih harus dilakukan pendalaman terhadap kebenaran laporan itu.



“Kami baru menerima informasi ini dari teman-teman media, manajemen PT PEMA akan segera melakukan penelusuran dan investigasi tentang kebenaran informasi ini,” tulis Humas PT PEMA, Cut Nanda Risma Putri menanggapi permintaan konfirmasi dari media ini, Senin malam, 4 November 2024.

Ini laporan YARA

Dugaan pungli di PT PEMA dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh oleh Kepala Perwakilan YARA Kota Banda Aceh, Yuni Eko Hariatna atau yang akrab dipanggil Haji Embong.

“Kami mendapatkan informasi mengenai adanya dugaan pemerasan atau pungutan liar di lingkungan PT PEMAoleh oknum  direksi terhadap beberapa pegawai perusahaan milik Pemerintah Aceh itu,” tulis Haji Embong dalam siaran pers-nya yang diterima media ini, Senin, 4 November 2024.

Menurut YARA, ada dua oknum direksi yang melakukan pungutan liar dalam rentang waktu tanggal 10-16 Juli 2024.

Kedua oknum direksi tersebut menjalankan aksinya dengan memberikan secarik kertas kuning yang sudah tertera angkanya (jumlah yang harus disetor) kepada keduanya dari uang jasa produksi (Bonus) yang diterima oleh para pegawai.

“Hasil investigasi YARA, ada 10 pegawai ditarik uang bonus jasa produksi yang mereka terima. Jika ditotal semua potongan hak pegawai tersebut berjumlah sebesar Rp.1.357.503.000,” ungkap Haji Embong.

Menurut Embong, dua Direksi PEMA yang melakukan pemungutan tidak berdasar dan disertai dengan tekanan/ancaman merupakan penyalahgunaan kewenangan sebagaimana diatur dalam pasal 368 ayat (1) KUHP.

“Kami memohon agar Kejaksaan Tinggi Aceh memberikan atensi penindakan hukum terhadap peristiwa yang terjadi sesuai dengan peraturan perundanan  yang berlaku,” demikian Haji Embong.[]