Jaksa Sebut Proyek Fiktif Rp 15 M di Aceh Timur Pokir Pon Yahya

Sidang perdana proyek BRA budidaya ikan kakap dan pakan rucah senilai Rp 15 miliar di Aceh Timur digelar di Pengadilan Tipikor Banda Aceh, Jumat, 8 November 2024. (Ali Mangeu/Portalnusa.com)

PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Sidang perdana proyek budidaya ikan kakap dan pakan rucah senilai Rp 15 miliar di Badan Reintegrasi Aceh (BRA) mengungkap tentang dana yang digunakan merupakan aspirasi atau pokir anggota DPR Aceh dari Partai Aceh Saiful Bahri alias Pon Yahya.

Hal ini terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh membacakan dakwaan dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, Jumat, 8 November 2024.



Dalam pembacaan dakwaan dengan tersangka Ketua BRA Suhendri, JPU menjelaskan, aspirasi atau pokir budidaya ikan kakap dan pengadaan pakan rucah tersebut merupakan milik anggota DPR Aceh dari Fraksi Partai Aceh, Saiful Bahri atau Pon Yahya.

“Pada September 2023, terdakwa Suhendri berkoordinasi dengan saksi Zamzami dan mengarahkan bahwa pemanfaatan kegiatan sosial akan dialihkan menjadi pengadaan bibit ikan kakap dan pakan rucah milik aspirasi anggota DPR Aceh, Saiful Bahri atau Pon Yaya dari Fraksi Partai Aceh DPRA,” kata JPU dalam persidangan perdana itu.

Pon Yaya yang juga mantan kombatan GAM dilantik sebagai Ketua DPR Aceh pada 13 Mei 2022 dan menjabat hingga 19 Oktober 2023.

Baca: Suhendri Cs Dihadirkan ke Meja Hijau

Menurut JPU, terdakwa Suhendri meminta Zamzami untuk mencari kelompok tani yang siap menerima bantuan budidaya ikan kakap dan pakan rucah.

JPU mengatakan, saksi Zamzami kemudian menghubungi temannya di Aceh Timur untuk memastikan kesiapan kelompok tani di wilayah tersebut sebagai penerima bantuan.

Proyek bantuan bibit ikan itu seharusnya diserahkan kepada sembilan kelompok masyarakat korban konflik di Aceh Timur, dengan total anggaran Rp 15,7 miliar.

Namun, sejumlah saksi menyebut tak menerima bantuan yang bersumber dari APBA 2023. Proyek ini ini dimulai pada 7 Desember-30 Desember 2023.

Kejaksaan Tinggi Aceh bersama Kejaksaan Negeri Aceh Timur mulai menangani kasus ini sejak Mei 2024.

Pada 15 Juli 2024, Suhendri bersama empat orang lainnya  ditetapkan sebagai tersangka. Penahanan para tersangka baru dilakukan pada 15 Oktober 2024.[]