PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Kekerasan yang menjurus teror terkait Pilkada 2024 kembali terjadi. Kali ini terjadi penembakan mobil milik Syarbaini (53), yang dikenal dengan panggilan Apa Ni, warga Gampong Dayah Gampong Pisang, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie.
Mobil mantan kombatan GAM itu ditembak saat terparkir di rumahnya di Gampong Dayah Gampong Pisang pada Kamis, 14 November 2024.
Kasus ini menambah panjang daftar aksi teror dan ancaman terkait Pilkada di Aceh.
Tindak kejahatan ini bagian dari rangkaian kejadian yang dimulai dengan pelemparan granat di rumah cagub Aceh Bustami Hamzah di Banda Aceh, penembakan posko calon bupati Pidie Jaya nomor urut 01 di Lueng Putu, ancaman pembunuhan terhadap tim sukses cagub-cawagub Aceh nomor urut 1 di Aceh Tamiang, dan yang terbaru penembakan mobil milik Apa Ni.
Apa Ni merupakan tim sukses calon bupati Pidie nomor urut 4 sekaligus tim pemenangan calon gubernur Aceh nomor urut 1, Bustami Hamzah-Fadhil Rahmi.
Thamrin Ananda, Juru Bicara cagub Bustami Hamzah, meminta kepolisian segera bertindak untuk mencegah kekerasan Pilkada agar tidak semakin meluas.
“Kita berharap pihak kepolisian segera melakukan langkah-langkah mitigasi agar kekerasan pilkada ini tidak berlanjut. Kami juga meminta polisi menangkap pelaku penembakan dan ancaman lain secepatnya,” tegas Thamren.
Thamren menegaskan, sejumlah teror terkait pilkada itu membuktikan pernyataan sejumlah pejabat negara di Jakarta yang menggolongkan Aceh sebagai daerah rawan dalam pilkada.
Sebelumnya, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Ace Hasan Syadzily juga memetakan tingkat kerawanan menjelang Pilkada Serentak 2024 yang dijadwalkan berlangsung pada akhir November.
Menurutnya, Aceh dan empat provinsi di Papua termasuk dalam kategori wilayah dengan kerentanan tinggi terhadap konflik selama pilkada.
Selain itu, Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto menyatakan kekhawatirannya terkait kerawanan pilkada, terutama di Aceh.
Menurutnya, pilkada lebih rawan konflik dibandingkan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg).
“Pelaksanaan pilkada secara serentak memiliki kerawanan yang lebih besar dibandingkan pilpres maupun pileg. Terdapat kemungkinan terjadi kerusuhan antarkelompok pendukung yang lebih besar bila dihadapkan dengan jumlah alat keamanan yang terbatas,” ujar Jenderal Agus.[]