Catatan Imran, SE.,MSM
GEMPA disusul tsunami pada 26 Desember 2004 masih sangat berbekas dalam ingatan saya. Diawali gempa yang tercatat 8,9 SR membuat bumi berguncang hebat, orang-orang tak bisa berdiri bahkan ada yang terpental ke tanah dalam kondisi tak berdaya.
Gampong Kopelma Darussalam, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh menjadi saksi betapa dahsyatnya bencana 20 tahun lalu. Tak bisa saya lupakan lokasi saya saat itu, tepatnya di Jalan Ar-Raniry kompleks Pascasarjana IAIN/UIN Ar-Raniry, tempat saya tinggal sementara (Posko Menwa IAIN Ar-Raniry).
Baca: Wartawan Lintas Organisasi Pers “Doa Bersama Mengenang Sahabat” Korban Tsunami
Gempa terjadi pada catatan waktu pukul 07.58 WB. Dalam waktu 15 menit kemudian satu peristiwa yang tak pernah terbayangkan sebelumnya terjadi. Tsunami.
Sebelum air laut menerjang pesisir Aceh, sempat terdengar suara ledakan dan gemuruh. Dalam waktu hampir bersamaan langsung terjadi kepanikan luar biasa. Orang-orang berlarian disertai teriakan air laut naik, air laut naik.
Gelombang tsunami menerjang apa saja termasuk Gampong Kopelma Darussalam (area kampus IAIN dan Unsyiah). Banyak yang mengira inilah saat-saat kiamat.
Sekitar pukul 10.00 WIB jerit tangis dan minta tolong terdengar bersahutan. Saya bersama kawan-kawan masuk lingkungan kampus IAIN Ar-Raniry mencari kerabat. Namun tak disangka, baru sekitar mushalla Lapangan Tugu Darussalam terlihat mayat bergelimpangan. Kami terus berjalan menyisir kampus, dan mendapati mayat semakin banyak.
Kami bergerak ke luar kampus. Simpang Galon yang sebelumnya tertata rapi hancur porak poranda. Ketika mencoba melewati jembatan Lamnyong, lanjut ke Lamgugop sudah tertahan karena jalan sudah tertutupi puing-puing bangunan dan mayat bergelimpangan.
Sepanjang bantaran Krueng (Sungai) Lamnyong terlihat ratusan bahkan ribuan mayat tergeletak tak beraturan. Semua panik, tak ada komunikasi, yang terlihat hanya duka dan kebingungan.
Inilah sekelumit kenangan yang terus membekas di ingatan saya. Kenangan tentang prahara tak terperi 20 tahun lalu. Sejak saat itu pula saya bergabung sebagai pekerja kemanusiaan Save the Children (StC) sekitar 10 tahun, Canadian Co-operative Association (CCA), USAID Prioritas, dan terakhir di Forum PRB Aceh selama satu periode (lima tahun).
Semua yang saya alami menjadi pengalaman dan menginspirasi untuk berbuat lebih baik, khususnya dalam berbagai kegiatan sosial kemanusiaan. Bencana bukan hanya meninggalkan duka dan luka tetapi juga pelajaran.[]