SOSOK  

Atribut RAPI Membungkus Tubuhnya Hingga Ajal Tiba, Selamat Jalan Zal Debus

Foto dokumen atraksi debus Alm. T. Nazaruddin yang dipadukan dengan semangatnya sebagai relawan RAPI menampilkan seni tradisi yang diberi nama Debus Rock RAPI.(Dok RAPI)

Catatan Nasir Nurdin, Mantan Ketua RAPI Banda Aceh dan RAPI Aceh/Pemred Portalnusa.com

DI komunitas relawan Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) yang mendedikasikan hobinya untuk tugas-tugas sosial kemanusiaan—utamanya pada saat-saat bencana—tak pernah ada istilah berhenti untuk mengabdi.

Organisasi RAPI

Komunitas RAPI dengan berbagai tingkatan usia dan latar belakang profesi seperti tak pernah henti mengisi ruang udara melalui perangkat komunikasi berupa HT, radio portable (rig), stasiun bergerak (di mobil bahkan sepeda motor).

Jumlah anggota Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) di Indonesia mencapai lebih dari 60.000 orang.

RAPI merupakan organisasi sosial nirlaba yang berfokus pada komunikasi radio antar penduduk.

Organisasi RAPI didirikan pada 1980 melalui Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SI 11/HK 501/Phb – 80. RAPI merupakan organisasi resmi yang diakui dan disahkan oleh Pemerintah Indonesia.

Jumlah anggota RAPI di Indonesia saat ini mencapai lebih kurang 60.000 orang dengan struktur kepengurusan dari Pusat (Nasional), Daerah (Provinsi), Kabupaten/Kota (Wilayah) hingga Kecamatan (Lokal).

Khusus di Provinsi Aceh, jumlah anggota RAPI yang tersebar dalam 23 kabupaten/kota mencapai 3.800 orang, dengan konsentrasi terbesar di Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar , dan Kota Lhokseumawe.

Keberadaan dan eksistensi relawan RAPI yang menyebar di berbagai pelosok negeri menjadi mitra strategis pemerintah dalam memberikan bantuan komunikasi sosial, kebencanaan, dan budaya.

Pergerakan tanpa henti

RAPI adalah organisasi nirlaba yang berkembang dan bergerak dinamis bersama orang-orang (relawan) yang nyaris tak kenal lelah.

Di Kota Banda Aceh, misalnya, ruang frekuensi tak pernah henti dari percakapan yang terkadang ngalor-ngidul tak karuan sehingga membingungkan orang-orang dari luar komunitas ini.

Namun pada kesempatan lain, frekuensi mendadak tertib dan terkendali ketika ada laporan dan informasi darurat, seperti bencana alam, kecelakaan, kebakaran, dan marabahaya lainnya.

Riuhnya percakapan di frekuensi RAPI pada siang dan malam hari, bagi relawan adalah bagian dari kesiapsiagaan.

Bahkan, di Kota Banda Aceh ada satu titik kumpul relawan dan Satgas RAPI yang disebut Base Camp di kawasan Lhong Raya, Kecamatan Banda Raya.

Di sini mereka siaga sambil ngopi bareng atau sekadar nongkrong sambil standby monitor.

Insiden Zal Debus

Polisi sedang mengumpulkan keterangan terkait kasus lakalantas yang menyebabkan meninggalnya T. Nazaruddin, Rabu dinihari, 29 Januari 2025. (Dok Satgas RAPI Banda Aceh)

Kecepatan RAPI dalam mengabarkan kondisi darurat tak diragukan lagi.

Itu pula yang terjadi pada Rabu dini hari, 29 Januari 2024 ketika seorang relawan RAPI Banda Aceh, T. Nazaruddin yang juga dikenal dengan panggilan Zal Debus, pengguna callsign JZ01BZD mengalami kecelakaan di Jalan Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh.

Baca berita terkait: Tabrakan di Ulee Lheue, Relawan RAPI Nazar Debus Meninggal

Kabar duka itu menyebar hampir bersamaan dengan peristiwa itu sendiri yaitu sekitar pukul 01.00 WIB.

Update info secara realtime terus berlanjut hingga posisi korban berada di IGD RSUDZA Banda Aceh dalam keadaan meninggal.

Jenazah almarhum T. Nazaruddin (Ampon Nazar) didampingi istri dan anaknya dipulangkan ke tanah kelahirannya di Lorong Keuchik Burhan, Dusun II, Gampong Mata Ie, Kemukiman Kuta Tinggi, Blang Pidie, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) dengan ambulance RSUDZA Banda Aceh, Rabu pagi, pukul 06.05 WIB, 29 Januari 2025.

Sosok relawan sejati

Nazaruddin yang akrab dengan sejumlah nama panggilan lainnya, seperti Ampon Nazar, Zal Debus, atau panggilan callsign-nya yaitu BZD dikenal sebagai sosok relawan sejati.

Zal Debus bergabung menjadi anggota RAPI ketika periode kedua saya memimpin RAPI Kota Banda Aceh yaitu 2009-2012.

Sejak awal langsung terlihat kemauannya yang keras untuk belajar berkomunikasi sesuai aturan RAPI.

Semangatnya yang tinggi untuk menjadi yang pertama melaporkan keadaan darurat tak jarang memunculkan miskomunikasi antara sesama relawan. Namun rekan-rekannya bisa mengerti sambil tak bosan-bosan mengarahkan Bang Zal untuk menjadi lebih baik.

Kalau Anda pernah mendengar sebutan ‘Pasukan Musang’ di Kota Banda Aceh, itu adalah penabalan untuk nama relawan RAPI yang tak pernah tidur malam.

Di dalam ‘Pasukan Musang’ itu termasuk Bang Zal. Dari ‘Pasukan Musang’ ini pula anggota RAPI lainnya mendapatkan berbagai info marabahaya yang segera diteruskan ke pihak terkait, misalnya BPBD, polisi, pemadam, dan lainnya sesuai dengan peristiwa di lapangan.

Sosok Bang Zal dikenal dengan nama Zal Debus karena eksistensinya sebagai pelaku seni tradisi debus warisan endatu Aceh.

Ketika bergabung sebagai anggota RAPI, Bang Zal mengolaborasikan atraksi debusnya dengan sebutan Debus Rock RAPI.

Zal Debus beraksi di jalan raya sebagai upayanya melestarikan seni tradisi warisan leluhur. (Dok RAPI Aceh)

Dia tampil di berbagai even dengan atribut RAPI, mulai dari kain pengikat kepala berwarna merah dengan logo RAPI, kaos berlogo 10-33 (emergency), nama, callsign, dan nomor induk anggota (NIA).

“Insya Allah saya akan tetap memainkan Debus Rock RAPI sampai saya tak mampu lagi,” begitu kata Zal Debus kepada saya suatu ketika.

Sertifikat khusus dari RAPI

T. Nazaruddin atau Zal Debus (kanan) pada acara penyerahan sertifikat khusus dari Ketua RAPI Aceh periode 2014-2018, Nasir Nurdin/JZ01BNN untuk kategori ‘Traditional Art Activist of RAPI Aceh’ pada pembukaan Musda IV RAPI Aceh di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Sabtu 28 April 2018. (Dokumen RAPI Aceh)

Keberhasilan Ampon Nazar memadukan seni tradisi debus dengan semangat kerelawan RAPI mendapat perhatian khusus dari organisasi RAPI.

Pengurus RAPI Provinsi Aceh periode 2014-2018 di bawah kepemimpinan Nasir Nurdin menyerahkan sertifikat khusus untuk Ampon Nazar berupa sertifikat ‘Traditional Art Activist of RAPI Aceh’.

Sertifikat khusus itu juga diserahkan untuk seorang aktivis RAPI lainnya yaitu Julizar/JZ01BKO sebagai ‘Communication Volunteer of RAPI Aceh’.

Zal Debus dengan aksi panggung Debus Rock RAPI. (Dok RAPI Aceh)

Julizar dikenal sebagai relawan RAPI yang berhasil menembus kebuntuan sistem komunikasi ke Pemerintah Pusat ketika saat-saat awal gempa dan tsunami Aceh.

Keperluan transfusi darah lancar

T. Nazaruddin dengan pakaian resmi ketika menerima lencana sebagai pendonor darah yang ke-109 kali dari Presiden Jokowi pada 2015. (Dok PMI Banda Aceh)

Zal Debus juga sangat dikenal di kalangan Pengurus PMI Kota Banda Aceh terutama di Unit Transfusi Darah.

Sepanjang ingatan saya, setiap kali ada pasien kritis yang membutuhkan darah di rumah sakit, kawan-kawan RAPI tetap memberitahukan Zal Debus melalui frekuensi.

Dalam waktu tak terlalu lama darah yang dibutuhkan segera didapat dari jaringan kerjanya di PMI.

Keterkenalan Zal Debus di kalangan Pengurus dan relawan PMI bukan saja karena dia anggota RAPI tetapi juga pendonor darah aktif yang telah mendapatkan penghargaan Satya Lencana Bakti Sosial dari Presiden RI, Joko Widodo yang diserahkan di Istana Bogor, Jumat, 18 Desember 2015.

Penghargaan itu diserahkan oleh Presiden Jokowi pada 2015—ketika PMI Banda Aceh diketuai Qamaruzzaman Hagny yang juga anggota RAPI dengan callsign JZ01AKZ. Waktu itu Zal Debus sudah menjadi pendonor darah yang ke-109 kali.

Atribut RAPI hingga ajal tiba

Zal Debus yang langsung dikenali dengan identitas RAPI melekat di jaketnya ketika kecelakaan itu terjadi. (Dok Satgas RAPI Banda Aceh)

Berita berpulangnya Zal Debus pada Rabu dinihari itu mengejutkan rekan-rekannya se-organisasi dan kolega non-organisasi termasuk keluarga besar Disnaker Mobduk Aceh, tempat dia bekerja dan pensiun sejak dua tahun lalu.

Foto-foto yang menyebar di media sosial memperlihatkan kondisi korban ketika masih terkapar di lokasi kecelakaan.

Jenazah Alm. T. Nazaruddin didampingi putranya di RSUDZA Banda Aceh menjelang dipulangkan ke kampung kelahirannya di Abdya. (Dok Satgas RAPI Banda Aceh)

Darah tampak mengucur dari bagian kepala, hidung, dan mulut yang diduga akibat benturan keras pada insiden kecelakaan ‘laga kambing’ yang melibatkan sepeda motor Zal Debus dengan satu sepeda motor lainnya di jalur keluar Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh.

Ambulance RSUDZA yang membawa jenazah Alm. T. Nazaruddin ke Abdya dikawal oleh Satgas RAPI lintas wilayah termasuk Satgas RAPI Aceh Barat. (Foto Satgas RAPI Aceh Barat)

Salah satu foto yang paling banyak mendapat perhatian rekan-rekan RAPI—sekaligus mengaduk-aduk emosi—adalah atribut (jaket) yang dikenakan Zal Debus.

Jaket hitam dengan tulisan putih (format tagname) di dada sangat jelas memperlihatkan nama (callsign) JZ01BZD dan NIA.

Posisi korban BZD  yang telentang di badan jalan seperti ingin mempertegas kepada kita bahwa dia begitu bangga menjadi bagian dan sejarah di organisasi ini. Dia seolah berkata, membawa kebanggaan itu hingga ajal tiba.

“Selamat jalan Zal Debus. Kau telah mengukir banyak jejak di RAPI dengan semangat tanpa pamrih untuk masyarakat dan kemanusiaan. Insya Allah semua amal baikmu mendapat balasan setimpal di sisi-Nya,” ujar Nasir Nurdin/JZ01BNN yang kini sebagai Ketua Dewan Pertimbangan dan Penasihat Organisasi Daerah (DP2OD) RAPI Aceh.[]