Melacak Awal Mula Tradisi Bukber di Indonesia

Salah satu komunitas di Banda Aceh melaksanakan tradisi bukber. (Dok Portalnusa.com)

BUKA puasa bersama atau lebih dikenal dengan kata bukber sangat akrab di kalangan masyarakat. Sesuai namanya, tradisi turun temurun ini hanya ada pada bulan Ramadhan.

Bukber dilakukan oleh banyak orang mulai dari rekan kerja, teman sekolah, organisasi alumni hingga keluarga.

Hingga kini belum diketahui secara pasti kapan munculnya tradisi buka bersama atau bukber di Indonesia ini.

Dikutip Portalnusa.com dari Kompas.com, beberapa sumber menyebut tradisi buka puasa bersama sudah dilakukan sejak lama, bahkan sudah puluhan atau ratusan tahun silam.

Meski tidak disebut bukber, namun semua merujuk pada aktivitas memberi dan makan bersama-sama dalam suasana kekeluargaan,

Aktivitas ini terus dilakukan hingga seolah jadi tradisi. Mereka yang non-muslim pun kadang ‘kecipratan’ ikutan bukber.

Banyak hal positif dari tradisi bukber ini seperti mempererat hubungan antarteman, menyambung kembali silaturahmi teman yang jarang ketemu atau bahkan sudah lama tidak bertemu bisa berjumpa di acara bukber.

Tak heran beberapa sumber mengaitkannya dengan Hadits Nabi yang berbunyi: “Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga”.

Devie Rahmawati, pengamat sosial vokasi Universitas Indonesia, pernah menjelaskan, ajaran Islam tersebut kemudian bertemu dengan budaya ketimuran yang kolektif.

Namun, bukan berarti tradisi makan bersama ini ada setelah masuk ajaran Islam ke Indonesia. Ia mengatakan, sebelum periode masuknya Islam ke Indonesia pun, kondisi geografis dan karakter masyarakat timur memperkuat tradisi bukber.

Tanpa disadari, bukber sebenarnya telah melekat menjadi tradisi di berbagai daerah di Indonesia seperti meugang, nyorog, megibung, maupun juga megengan.

Sebagai informasi, tradisi meugang berlaku di Aceh sejak takhta Sultan Iskandar Muda dari Kerajaan Aceh. Saat itu Sultan Iskandar Muda banyak menyembelih hewan kurban dan dagingnya dibagikan kepada masyarakat jelang Ramadhan.

Saat ini tradisi meugang biasanya diadakan  tiga kali dalam setahun, yakni jelang Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha.

Selanjutnya nyorog. Tradisi Betawi di mana orang membagikan paket makanan kepada anggota keluarga yang lebih tua seperti ayah, ibu, paman, bibi, kakek, dan nenek. Biasanya sebelum Lebaran.

Dulu, paket diisi dengan sayuran dan ikan yang dimasak, namun sekarang orang berbagi paket biskuit, kopi instan, gula, sirup, teh, dan lainnya.

Lalu, megibung yang dilakukan umat muslim di Bali. Megibung berasal dari kata gibung yang berarti berbagi, duduk melingkar, dan makan bersama dengan nasi dan piring di atas nampan.

Ritual ini diadakan di Kampung Islam Kepaon, Karangasem, Bali Timur pada tanggal 10, 20, dan 30 Ramadhan. Ritual ini diketahui juga diperkenalkan oleh Raja Karangasem, I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem pada abad ke-17 Masehi.

Kemudian, masyarakat di Jawa Timur terutama di Tuban, Malang, dan Surabaya mengadakan tradisi megengan untuk menyambut bulan Ramadhan. “Megengan” berasal dari bahasa Jawa megeng, yang berarti “memegang”.

Selama megengan, masyarakat biasanya duduk bersama di masjid atau lapangan untuk berdoa bersama dan makan bersama. Tradisi itu juga merupakan salah satu cara penyebaran Islam di Jawa Timur sejak dulu.

Jadi, tradisi berkumpul sambil membawa makanan atau makan bersama, pada dasarnya sudah menjadi bagian dari kebiasaan masyarakat di Tanah Air.

Mengutip dari website nu.or.id, setidaknya ada tiga tradisi “buka puasa bersama” yang berbeda.

Pertama, buka puasa yang hanya diikuti oleh internal anggota lembaganya saja.

Ritus mereka pada umumnya selain makan dan minum bersama, juga ada ceramah agama oleh petinggi lembaga atau tokoh agama kondang yang sengaja diundang pada sebelum buka puasa atau sebelum shalat tarawih diselenggarakan.

Lembaga pemerintah dan perusahaan atau lembaga non-pemerintah yang relatif mapan biasanya masuk ke dalam kelompok ini.

Kedua, kelompok yang menyelenggarakan buka puasa bersama untuk kelompok sosial lain yang membutuhkan. Contohnya, untuk masyarakat miskin kota (urban poor community) dan orang-orang yang dalam bepergian (musafir).

Kelompok ini sengaja menyediakan makanan dan minuman untuk buka puasa kelompok sosial ini. Tidak ada agenda lain, kecuali semata-mata menyediakan bahan meterial buka puasa. Ini biasanya rutin harian atau mingguan.

Masuk ke dalam kelompok ini adalah masjid, mushalla, atau lembaga sosial lain yang biasanya mewadahi atau bersemangat memburu infak, sadakah, dan zakat dari orang-orang kaya di sekelilingnya. Jadi, sifatnya karitatif saja (santunan).

Ketiga, kelompok yang menyelenggarakan buka puasa bersama untuk anggota lembaga dan publik sekaligus. Tetapi publik yang terlibat dalam buka puasa kelompok ini sangat terbatas, tidak massif seperti kelompok kedua.

Pada umumnya yang masuk ke dalam kelompok ketiga ini adalah lembaga non-pemerintah yang relatif tidak mapan dan berideologi anti-kemapanan yang terus berjuang untuk transformasi sosial di dalam tatanan kehidupannya.

Cara masyarakat menjalankan bulan suci Ramadhan, termasuk bukber mungkin berbeda-beda, namun semua ini memiliki kesamaan, mereka berbagi kebersamaan, menyambut bulan dengan suka cita, dan berharap bulan tersebut diberkahi.

Jokowi melarang

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan larangan menggelar acara buka puasa bersama selama Ramadhan 2023.

Larangan tersebut menyasar pada Menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri serta Kepala Badan/Lembaga.

Dalam surat bernomor 38 /Seskab/DKK/03/2023 yang diteken Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 21 Maret 2023, tertulis soal penyelenggaraan buka puasa bersama tersebut.

Seluruh pejabat dan aparatur negara diminta mematuhi arahan Presiden itu dan meneruskannya kepada semua pegawai di instansi masing-masing. Begitulah. []