Korban Berjatuhan di Bekas Galian Proyek SPAM Lhokseumawe
PORTALNUSA.com | LHOKSEUMAWE – Proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Lhokseumawe yang sedang dalam proses pekerjaan memunculkan masalah bagi masyarakat karena galian untuk penanaman jaringan pipa tidak dipadatkan/diratakan seperti sebelumnya sehingga sering terjadi kecelakaan, baik sepeda motor maupun mobil.

Informasi yang diterima media ini dari seorang aktivis pemuda Lhokseumawe yang juga Sekretaris Umum HMI Badko Aceh, Muhammad Fadli menggambarkan tentang kondisi hancur-hancuran pada proyek galian SPAM di Kota Lhokseumawe yang diharapkan bisa mendapat perhatian serius, baik dari Pemko Lhokseumawe maupun penanggungjawab proyek.
Menurut Fadli, pada pertengahan 2024 masyarakat Kota Lhokseumawe mendapatkan angin segar tentang pembangunan proyek penyediaan air yang langsung bisa diminum.
“Proyek itu dilaksanakan oleh PDAM Ie Beusaree Rata bekerjasama dengan PT Toya Perdana Lhokseumawe. Penandatanganan berita acara proyek kerja sama tersebut diteken oleh para pihak pada Mei 2024 dan dijadwalkan selesai (launching) pada Agustus 2025,” kata Fadli kepada media ini, Senin, 21 April 2025.
Dikatakan Fadli, pekerjaan proyek tersebut menimbulkan masalah karena galian untuk penanaman pipa tidak dipadatkan atas diratakan seperti kondisi semula.
“Sudah sangat sering terjadi kecelakaan pengguna jalan di bekas galian akibat terperosok karena timbunannya tidak padat. Belum lagi polusi debu pada musim kemarau dan becek ketika musim hujan. Sangat bermasalah,” lanjut Fadli.
“Pemko Lhokseumawe seperti tak mau tahu dengan persoalan ini. Begitu pula PT. Toya Perdana Lhokseumawe selaku penanggung jawab proyek belum terlihat tanda-tanda untuk mencarikan solusi,” kata Fadli.
Fadli menilai proyek penyediaan air yang siap minum (bukan air bersih seperti layanan selama ini) akan sangat mendukung kemajuan kota dan standar hidup masyarakatnya.
“Yang dipersoalkan adalah proses pekerjaannya yang sangat tidak profesional bahkan memunculkan masalah bagi masyarakat,” ujar Fadli.
Pelaksana bisa dipidana
Sebetulnya, kata Fadli, setiap pengerjaan bangunan atau konstruksi sudah ada aturan yang menjadi pedoman bagi pelaksanaannya agar tidak menimbulkan massalah bagi masyarakat. Pelaksana proyek bisa dipidana kalau masyarakat menjadi korban karena mengabaikan aturan maupun undang-undang terkait, seperti:
– Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ Pasal 274 Ayat 1 yang berbunyi “bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan dipidana dengan pidana penjara paling lama satu (1) tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta “.
– Dalam Pasal 273 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ juga disebutkan, “penyelenggara jalan yang tidak segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dapat dimintai pertanggungjawaban pidana”.
– Jika sampai mengakibatkan korban jiwa maka hal tersebut diatur dalam KUHPidana Pasal 359 yang berbunyi, “barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”.
– Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Kontruksi pada Pasal 59 juga disebutkan, “dalam setiap penyelenggaraan jasa konstruksi, pengguna jasa dan penyedia jasa wajib memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan”.
Secara perdata juga para korban proyek tersebut bisa melakukan gugatan atas kerugian materil yaitu perbuatan melawan hukum (PMH) yang diatur dalam KUHPerdata Pasal 1365 yang berbunyi, “setiap perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan menyebabkan kerugian pada orang lain, yang mewajibkan orang yang bersalah atau lalai dalam perbuatannya untuk mengganti kerugian tersebut”.
“Sekali lagi kami katakan, masyarakat Lhokseumawe pada khususnya sangat mendukung investasi tapi perlu digarisbawahi bahwa keselamatan warga harus menjadi perhatian utama,” pungkas Muhammad Fadli. []