Di Hadapan Keluarga Besar IKABA, Prof Syahrizal Uraikan Esensesi Halal Bihalal

Pengurus IKABA bersama tokoh-tokoh Aceh Barat dan tamu undangan foto bersama seusai makan kenduri bersama pada halal bihalal Idul Fitri 1446 H yang dilaksanakan di Auditorium Politeknik Aceh, Gampong Pango, Kecamatan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, Minggu, 27 April 2025. (Foto Portalnusa.com)

PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Halal bihalal Ikatan Kekeluargaan Aceh Barat (IKABA) yang beragendakan santunan anak yatim dan peusijuek jamaah calon haji (JCH) yang dipusatkan di Auditorium Politeknik Aceh, Gampong Pango, Kecamatan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh berlangsung sukses dihadiri ratusan warga dan tokoh-tokoh Aceh Barat.

Ketua IKABA, H. Aminullah Usman mem-peusijuek JCH asal Aceh Barat yang akan berangkat ke Tanah Suci tahun ini. Prosesi peusijuek berlangsung pada halal bihalal Idul Fitri 1446 H keluarga besar IKABA di Auditorium Politeknik Aceh, Gampong Pango, Kecamatan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, Minggu, 27 April 2025. (Foto Portalnusa.com)

Seperti diinformasikan Ketua Panitia Pelaksana, Dr. Khairan, S.Pd., rangkaian halal bihalal IKABA tahun ini diisi dengan peusijuek JCH, santunan anak yatim, tausiah halal bihalal, dan makan kenduri bersama dengan aneka menu termasuk menu khas kuwah beulangong.

Baca: IKABA Gelar Halal Bihalal, Santuni Anak Yatim dan Peusijuek JCH

“Alhamdulillah berlangsung sukses. Terima kasih atas dukungan semua pihak hingga kegiatan silaturahmi IKABA tahun ini berlangsung sesuai rencana,” kata Ketua IKABA, H. Aminullah Usman, SE.Ak.,MM didampingi Ketua Panitia, Dr. Khairan.

Halal bihalal Idul Fitri 1446 H yang dilaksanakan IKABA seyogyanya dihadiri Bupati Aceh Barat, Tarmizi, SP. Namun karena Bupati sedang di luar daerah, diwakilkan kepada Kepala Bappeda Aceh Barat, Wistha Nowar S.Pt., M.Si.

“Agak kurang lengkap. Harusnya kalau Pak Bupati berhalangan kan bisa ditugaskan Wakil Bupati atau Pak Sekda,” ujar seorang tokoh Aceh Barat.

Ketua IKABA, Aminullah Usman dalam sambutannya mengapresiasi kerja panitia yang dinilainya sukses termasuk dalam penggalangan bantuan.

“Kalau dulu ketika masih Wali Kota Banda Aceh, tak terlalu masalah soal anggaran kegiatan. Tetapi sekarang harus diperkuat semangat menyumbang (gotong royong) karena hasil dari gotong royong itu terasa lebih nikmat,” ujar Aminullah.

Pada kesempatan itu, Aminullah didampingi Pengurus IKABA mem-peusijuek JCH asal Aceh Barat dan mendoakan semoga diberi kekuatan dan fokus melaksanakan ibadah di Tanah Suci.

Esensi halal bihalal   

Guru Besar UIN Ar-Raniry, Prof. Dr. H. Syahrizal Abbas, MA yang mengisi ceramah halal bihalal IKABA mengurai secara ringkas esensi halal bihalal dengan tiga event di dalamnya, yaitu silaturahmi, peusijuek JCH, dan santunan anak yatim.

“Ketiga even itu dibungkus dalam satu ikatan yaitu persaudaraan/silaturahim,” ujar Guru Besar asal Nagan Raya yang sebelumnya juga bagian dari Kabupaten Aceh Barat.

Pada kegiatan halal bihalal ini, kata Prof Syahrizal tidak semua datang karena undangan tetapi tidak sedikit yang dilandasi semangat persaudaraan sekampung, yang didorong keinginan untuk terus menghidupkan silaturahmim.

“Meski Aceh Barat sudah dimekarkan hingga terbentuk kabupaten baru seperti Simeulue dan Nagan Raya namun kita tetap terikat dalam semangat persaudaraan. Karena Quran sendiri mengatakan kalian semua bersaudara (seiman), walau berbeda wilayah. Inilah hakikat dari silaturahim yang dilabel dengan nama halal bihalal,” ujarnya.

Santunan anak yatim

Mengenai tradisi menyantuni anak yatim pada setiap even yang dilaksanakan pemerintah dan berbagai lembaga/organisasi, diharapkan bisa terus dihidupkan, bahkan harus ditingkatkan dengan tidak sebatas memberikan pakaian atau uang.

“Santuni anak yatim sehingga mereka bisa merasakan hadirnya sosok ayah. Rasulullah mengatakan, kalau kamu menyantuni anak yatim maka kamu akan bersama saya di dalam surga,” kata Prof Syahrizal.

Peusijuek JCH

Peusijuek JCH yang dilaksanakan oleh IKABA, menurut Syahrizal falsafah yang paling dalam di sini adalah doa agar mereka sempurna melaksanakan ibadah di Tanah Suci.

Prof Syahrizal juga menjelaskan tentang pelaksanaan ibadah haji zaman dulu ketika masih menggunakan kapal laut dengan waktu pergi dan pulang bisa mencapai satu tahun.

Dikatakan Syahrizal, orang-orang yang berhaji zaman dulu banyak sekali yang tidak kembali karena meninggal dalam perjalanan atau ketika di Tanah Suci.

Karenanya, sebelum seseorang berangkat haji, kalau ada harta langsung dibagi untuk anak-anaknya, dan banyak yang mengawinkan anak pada bulan haji.

“Kalau ada yang bertanya kenapa banyak sekali acara perkawinan pada bulan haji, inilah yang melatarbelakanginya. Meski sekarang sudah menggunakan transportasi udara yang sangat cepat namun tradisi perkawinan pada bulan haji masih saja berlanjut,” demikian Prof Syahrizal.[]

Berikan Pendapat