Sidang Gugatan Proses Seleksi Kepala BPMA, Pendapat Ahli: Pj Gubernur Lampaui Kewenangan

Zainal Abidin, SH., MSi, MH, Dosen Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) selaku saksi ahli pada tahap pembuktian persidangan proses seleksi Kepala BPMA di PTUN Jakarta, Rabu, 21 Mei 2025. (Foto Ist for Portalnusa.com)

PORTALNUSA.com | JAKARTA – Gugatan Miswar terhadap proses seleksi Kepala Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA) di Pengadilan Tata Usaha Nagara (PTUN) Jakarta telah memasuki tahap pembuktian.

Erlizar Rusli, SH., MH selaku Penasihat Hukum Miswar (penggugat) membenarkan bahwa sidang pada 21 Mei 2025 sudah masuk agenda tahap pembuktian.Miswar adalah salah seorang peserta yang tidak lulus seleksi oleh panitia seleksi bentukan Pj Gubernur Aceh, Safrizal.

Amatan media ini, sidang diketuai oleh Irvan Mawardi, SH., MH didampingi hakim anggota Yuliant Prajaghupta, SH dan Ganda Kurniawan, SH.

Penasihat Hukum Penggugat menghadirkan saksi yaitu Marzuki Daham (mantan Kepala BPMA pertama) dan Ahli Dr. Zainal Abidin, SH., MSi, MH, Dosen Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK).

Zainal Abidin dalam kapasitasnya sebagai Ali menjelaskan apa yang dilakukan oleh Pj Gubernur Aceh pada saat melakukan seleksi kepala BPMA adalah tindakan jabatan yang telah melampui kewenangan. Seharusnya Pj Gubernur Aceh memahami kekhususan Aceh sebagaimana amanah Undang-Undang Pemerintahan Aceh Nomor 11 Tahun 2006 (UUPA).

Menurut Zainal, Aceh merupakan daerah khusus dan otonom berdasarkan UUPA hasil MoU Helsinki antara GAM dan Pemerintah Republik Indonesia. Aceh dalam sistem pemerintahannya dipimpin oleh seoramg Gubernur.

Gubernur yang dimaksud, menurut Zainal berdasarkan UUPA pada Pasal 1 angka 7 adalah Gubernur adalah kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”. Sedangkan Pj Gubernur Aceh adalah kepala Pemerintahan sementara yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat untuk mengisi kekosongan sementera sampai dilantiknya gubernur definitif hasil pemilukada.

Dalam persidangan itu, Zainal juga menjelaskan, Gubernur definitif memiliki kewenangan atribusi yaitu kewenangan yang melekat berdasarkan perintah UUPA.

Pj Gubernur kewenangannya delegasi maknanya kewenangan Pj Gubernur terbatas dan setiap tindakan Pj Gubernur seyogyanya harus mendapatkan persetujuan tertulis dari orang yang memberikan delegasi.

Dalam hal kewenangan yang demikian seorang Pj Gubernur Aceh pada saat hendak melakukan seleksi kepala BPMA harus mendapatkan persetujuan secara tertulis dari Mendagri atau menteri terkait dalam proses seleksi kepala BPMA tersebut. Hal itu, lanjut Zainal diatur dalam  Pasal 15 Ayat (2) dan (3) Permendagri 4/2023.

Berdasarkan hasil persidangan, Zainal Abidin menyatakan tidak melihat hal tersebut terpenuhi semuanya, karena Surat Keputusan Pj Gubernur Aceh dalam membentuk Panitia Seleksi kepala BPMA tidak ditemukan persetujuan Menteri selaku atasan Pj Gubernur.

Tindakan yang demikian dapat dikatakan tindakan jabatan yang telah melampaui kewenangan dan hal ini dapat dikatakan sebagai tindakan pelanggaran hukum.

Di sisi lain seleksi kepala BPMA merupakan tindakan strategis maka sudah seharunya tindakan tersebut dilakukan oleh gubernur defenitif sesuai amanah UUPA. Karena Kepala BPMA yang lama atas nama Teuku Muhammad Faisal, masa jabatannya telah diperpanjang oleh Menteri ESDM  sejak 25 November 2024  dan berakhir pada 25 November 2025 sehingga tidak terdapat urgensi kepentingan hukum mendesak harus dilaksanakan seleksi kepala BPMA oleh Pj Gubernur.

Gubernur defenitif hasil proses pemilukada secara demokratis sudah ada yaitu Muzakir Manaf yang dilantik 12 Februari 2025. Secara hukum Muzakir Manaf selaku gubernur definitif masih memiliki waktu untuk melakukan seleksi Kepada BPMA sebagaimana amanah Perauturan Pemerintah 23 Tahun 2025 Tentang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh.

Zainal menyebutkan sangat jelas dalam PP 23 Tahun 2015 Pasal 26 huruf d mengatakan persyaratan tentang syarat calon Kepala BPMA tidak membatasi tentang usia harus 56 tahun.

Namun apabila ditetapkan maka hal tersebut merupakan tindakan deskresi yang bukan kewenangan pansel untuk melakukan pembatasan usia dan hal itu juga bertentangan dengan PP yang dilakukan oleh Pj Gubernur melalui pansel. Karena, PP mensyaratkan hal yang terpenting untuk menjadi Kepala BPMA adalah harus memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan manajerial dalam bidang Minyak dan Gas Bumi.

Apakah Kepala BPMA hasil seleksi Pj Gubernur memiliki pengalaman di bidang migas sebagaimana amanah PP 23 Tahun 2015.

“Untuk menjawab pertanyaan itu, biarkan hakim yang memutuskan berdasarkan fakta persidangangan,” tandas Zainal.

Menurut Zainal masa jabatan Kepala BPMA Teuku Muhammad Faisal yang telah diperpanjang oleh Menteri ESDM baru berakhir pada 25 November 2025, sehingga tidak terdapat keadaan mendesak Pj Gubernur diharuskan melakukan seleksi kepada BPMA, karena berdasarkan Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2015 yang merupakan turunan UUPA.

Di samping itu, apabila kewenangan seorang Pj Gubernur Aceh hanyalah berdasarkan Permendagri 4/2023, dan apabila itu menjadi rujukan seorang Pj Gubernur boleh melakukan seleksi kepala BPMA juga mensoh karena Permendagri tersebut tidak termasuk dalam jenis, hierarki, dan materi muatan peraturan perundang-Undangan Pasal 7 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Diingatkannya, Permendgri tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi di atasnya kalau bertentangan maka berlaku asas hukum (Lex superiori derogat legi inferiori), sehingga dalam konteks seleksi Kepala BPMA yang dilakukan oleh Pj Gubernur Aceh apabila mengacu kepada Permendagri haruslah di kesampingkan karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2025 dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh.[]

 

Berikan Pendapat