Kembalikan Pulau Kami

TM Zulfikar

Oleh: TM Zulfikar/Pemerhati Sosial & Lingkungan Aceh

DI antara gelombang yang tenang dan karang yang setia, kami menjaga pulau-pulau itu seperti menjaga pusaka warisan.

Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek bukan sekadar hamparan tanah dan pasir. Ia adalah nadi dari kisah kami di Aceh Singkil.

Tapi kini, tanpa suara, tanpa sidang adat, tanpa pertemuan rakyat, pulau-pulau itu berpindah tangan. Bukan karena bencana alam, melainkan karena bencana administratif.

Melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 300.2.2-2138 Tahun 2025, keempat pulau tersebut dipindahkan ke Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Dalam semalam, identitas pulau kami diubah. Seolah-olah sejarah bisa diputus dengan tanda tangan. Seolah-olah keberadaan kami tak lebih dari angka koordinat di atas kertas.

Kembalikan pulau kami. Karena pulau-pulau itu bukan benda mati yang bisa digeser seperti pion catur.

Di sanalah berdiri mushala yang dibangun warga Singkil. Di sanalah anak-anak kami belajar berenang, belajar hidup, belajar mencintai laut.

Di sanalah jejak nenek moyang kami, nama-nama tempat yang kami wariskan turun-temurun, tak pernah ada dalam peta yang dibuat dari kantor-kantor jauh.

Ini bukan soal ego kedaerahan. Ini soal keadilan. Jangan remehkan perasaan memiliki kami hanya karena kami jauh dari pusat kekuasaan. Jangan anggap kami tak mengerti hukum hanya karena kami hidup sederhana. Kami tahu apa itu hak. Dan kami tahu, hak itu sedang dicabut secara sepihak.

Kami tidak ingin bertengkar dengan saudara kami di Sumatera Utara. Tapi kami ingin negara hadir sebagai pelindung, bukan sebagai perampas.

Kami ingin pemerintah mendengar suara rakyat, bukan hanya melihat peta dan batas administratif.

Bila negara ini benar-benar menjunjung prinsip demokrasi dan keadilan, maka dengarlah suara kami: Kembalikan pulau kami.[]

Berikan Pendapat