Kisah Empat Pulau dan Manuver Gubernur Sumut

Usman Lamreung

Oleh: Dr. Usman Lamreung, M.Si*)

MASALAH empat pulau di Aceh Singkil kini menjadi sorotan serius.

Semakin besarnya perhatian terhadap pulau-pulau tersebut menunjukkan bahwa wilayah ini menyimpan potensi besar, terutama untuk pengembangan wisata bahari yang dapat menjadi motor penggerak ekonomi di kawasan selatan Aceh.

Baca: Gubsu Temui Mualem, Tawarkan Kolaborasi Pengelolaan Empat Pulau
Kunjungan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) ke Banda Aceh untuk bertemu langsung dengan Gubernur Aceh adalah manuver politik yang cerdas, namun sekaligus sinyal bahwa klaim Sumut atas empat pulau itu bukanlah hal sepele.

Tawaran kerja sama pengelolaan pariwisata kepada Gubernur Aceh seolah menjadi upaya meredam kemarahan rakyat Aceh, padahal substansi utamanya adalah soal kedaulatan wilayah, bukan sekadar kerja sama ekonomi.

Langkah diplomatik Gubernur Sumut patut dicermati secara kritis. Di satu sisi ia menunjukkan keluwesan politik, namun di sisi lain, justru mengaburkan pokok persoalan: keempat pulau itu secara historis, administratif, dan identitas adalah milik Aceh.

Jika ada kesalahan penetapan atau kekurangan fakta dan data, maka secara administratif masih bisa dikoreksi dan dibatalkan

Kerja sama pariwisata bisa dibahas setelah status wilayahnya tuntas. Tidak ada kompromi dalam hal batas teritorial.

Pemerintah Aceh bersama DPR dan DPD RI dari Aceh harus segera membawa persoalan ini ke Kementerian Dalam Negeri dengan bukti sejarah dan data yang tak terbantahkan. Ini bukan sekadar soal peta, tapi menyangkut harga diri dan hak rakyat Aceh atas tanahnya sendiri.

Polemik ini sudah terlalu lama dibiarkan menggantung. Kini saatnya diselesaikan secara tuntas dan bermartabat.

Jika empat pulau itu dikembalikan secara resmi ke dalam wilayah Aceh, maka rakyat Aceh pasti akan terbuka untuk kerja sama dengan Sumatera Utara dalam sektor pariwisata.

Tapi jangan pernah berharap rakyat Aceh akan menerima tawaran kerja sama atas wilayah yang sedang diklaim selama kedaulatannya masih dipertanyakan.[]

*) Penulis adalah akademisi, tinggal di Aceh Besar

Berikan Pendapat

Berita Terkait