Jika Pemerintah Serius Turunkan Angka Kemiskinan di Aceh, Cegah Anak-anak Jadi Perokok

, Dr. Safwan Nurdin, MSi

PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Sekretaris Jenderal Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Aceh, Dr. Safwan Nurdin, MSi mendesak Pemerintah Aceh untuk mengambil langkah tegas dan sistematis dalam mencegah peningkatan jumlah perokok anak.

“Merokok tidak hanya mengancam kesehatan mereka, tetapi juga memperburuk kondisi ekonomi keluarga. Coba hitung berapa banyak uang yang mereka habiskan?” kata Safwan.

Seharusnya, lanjut dia, uang membeli rokok bisa digunakan untuk pendidikan dan peningkatan nilai gizi anak, tetapi ini justru dihabiskan untuk membeli rokok dan memperkuat siklus kemiskinan jangka panjang.

Safwan juga mengingatkan tentang pentingnya etika merokok bagi orang dewasa. “Jangan sampai mereka merokok di depan anak-anak,” tegasnya.

Data terbaru, menurut doktor bidang ekonomi publik ini, rokok masih menjadi salah satu komoditas penyumbang terbesar kedua terhadap pengeluaran rumah tangga miskin di Aceh setelah beras pada tahun 2025, yaitu sebesar 12,29%.

“Jika pemerintah serius ingin menurunkan angka kemiskinan di Aceh, maka mencegah anak-anak menjadi perokok harus menjadi prioritas,” tegas Dr Safwan yang juga menjabat Ketua Umum Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat Provinsi Aceh ini.

Menurutnya, rokok bukan sekadar masalah kesehatan, tetapi juga masalah ekonomi yang bisa memutuskan mata rantai kemiskinan, serta peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Aceh ke depan.

Data yang dirilis BPS Aceh menunjukkan, tahun 2025 terdapat sekitar 28,61% penduduk usia 15 tahun ke atas masih aktif merokok. Prevalensi merokok di kalangan anak sekolah (usia 14-15 tahun) mencapai 40,4%, dengan lebih banyak laki-laki (57,8%) yang pernah merokok dibandingkan perempuan (6,4%)  termasuk jenis rokok electric (Vape) yang sedang digemari oleh banyak anak muda.

Hal ini menunjukkan lemahnya peran pemerintah Aceh dalam melindungi anak-anak  dari terpapar rokok.

“Saat ini, rata-rata pengeluaran rumah tangga miskin di Aceh untuk membeli rokok sekitar 10,89% dari total pengeluaran bulanan mereka,” sebutnya.

Untuk itu, menurut Dr Safwan, Pemerintah  Aceh  hingga  Pemerintah Desa bersama para stakeholder lainnya agar serius melaksanakan PP No 28/ 2024 tentang Kesehatan, di mana salah satunya mengatur terkait pengendalian tembakau terhadap anak.

“PP tersebut salah satunya mengatur tentang larangan anak-anak menjual, membeli, dan termasuk menghisap rokok. Jadi, seharusnya ada pengawasan dari pemerintah dalam hal ini,” imbaunya.

Rilis BPS Aceh, kata Safwan, juga menunjukkan konsumsi rokok di kalangan keluarga miskin sering kali melebihi pengeluaran untuk kebutuhan dasar anak, termasuk pendidikan dan gizi.

“Karena itu, intervensi terhadap perilaku merokok anak dan terutama bagi keluarga miskin   merupakan strategi preventif dalam mengatasi kemiskinan struktural dan kultural di Aceh,” tegas doktor lulusan Ilmu Ekonomi USK yang mengambil konsentrasi ekonomi publik dan regional ini.[]

Berikan Pendapat