Tak Ada Perhatian Pemerintah, Nelayan Keruk Sendiri Muara Krueng Aceh
PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Prihatin terhadap kondisi muara Krueng Aceh yang kian dangkal hingga menyebabkan boat nelayan kandas, Panglima Laot Kota Banda Aceh bersama para nelayan melaksanakan aksi pembersihan (pengerukan) sungai secara swadaya.

Kegiatan diawali dengan prosesi peusijuek terhadap operator dan kernet alat berat serta doa bersama pada Selasa pagi, 24 Juni 2025 di kawasan Gampong Jawa, Kota Banda Aceh.
Baca: Boat Nelayan Terbalik di Kuala Gampong Jawa, Ikan Berhamburan
Tradisi adat ini menjadi simbol harapan akan kelancaran pengerjaan pembersihan yang dijadwalkan berlangsung selama beberapa hari ke depan.
Penasihat Panglima Laot Banda Aceh, Fakhrizal, menyampaikan bahwa kegiatan ini lahir dari keprihatinan mendalam.
Ia mencontohkan peristiwa kandasnya salah satu boat nelayan sehari sebelumnya, yang menyebabkan hasil tangkapan ikan tumpah ke aliran muara.
“Musibah seperti ini bukan pertama kali terjadi. Maka dalam kondisi yang serba terbatas, kami ambil langkah sendiri untuk membersihkan muara ini. Ini bagian dari upaya penyelamatan mata pencaharian nelayan,” ujarnya.
Kegiatan ini sepenuhnya dilakukan secara mandiri oleh lembaga Panglima Laot dan nelayan setempat tanpa dukungan dana pemerintah.
Fakhrizal mengungkapkan, hingga kini tidak ada anggaran resmi bahkan untuk kebutuhan sekretariat lembaga mereka.
“Kita tidak punya anggaran. Yang ada hanya semangat dan kepedulian. Bahkan ketua kegiatan ini, Surya Syuib pun bergerak ikhlas tanpa imbalan. Ini murni bentuk gotong-royong nelayan,” tambahnya.
Menurut Fakhrizal, perhatian dari pemerintah—baik kota Banda Aceh maupun Balai Wilayah Sungai Sumatra (BWSS) I—masih sangat minim.
“Kita tidak ingin menyalahkan siapa-siapa. Tapi sejauh ini tidak ada dampak nyata dari pemerintah. Sungai ini kewenangan BWSS I, tapi karena mereka belum bertindak, maka kami yang bergerak,” tegasnya.
Pembersihan ini bertujuan memperlancar lalu lintas keluar-masuk boat nelayan dari dan ke laut. Fakhrizal menekankan bahwa sedimentasi dan pendangkalan muara sudah lama menjadi ancaman nyata, bahkan kerap memakan korban di pihak nelayan.
“Di kota lain, sungai menjadi kebanggaan bahkan destinasi wisata. Di Banda Aceh, untuk sandar boat saja masih menjadi persoalan,” keluhnya.
Ia berharap ke depan pemerintah lebih serius memperhatikan kondisi muara Krueng Aceh, termasuk dengan menyediakan anggaran rutin untuk pengerukan sedimentasi.
“Harapan kami sederhana, agar nelayan bisa melaut dan pulang dengan aman. Jangan tunggu lebih banyak korban,” tutup Fakhrizal.[]