Catatan Kritis MaTA tentang Koperasi Merah Putih: Bom Waktu Penghancur Desa
PERATURAN Menteri Keuangan (PMK) No. 49/2025 tentang Tata Cara Pinjaman untuk Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP) mengusung misi mulia: memperkuat ekonomi desa melalui koperasi. Namun, aturan ini menyimpan potensi bom waktu dan mengancam kemandirian desa serta berpotensi membebani keuangan negara. Berikut catatan kritis LSM Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) sebagaimana disampaikan Alfian selaku koordinator lembaga anti-korupsi tersebut kepada Portalnusa.com.
Berikut analisis MaTA:
‘Moral Hazard’
Pasal 11 PMK No. 49/2025 tentang Tata Cara Pinjaman untuk KDMP/KKMP menjadi titik krusial yang sangat berisiko (moral hazard):
– Jika koperasi gagal bayar, kekurangan angsuran langsung ditutup oleh Dana Desa atau DAU/DBH (dana transfer ke daerah);
– Mekanisme ini diaktivasi hanya dengan permintaan bank (Pasal 11 ayat 1) dan surat pernyataan tanggung jawab mutlak (yang bisa jadi formalitas belaka);
– Prinsip “bailout” ini berbahaya. Koperasi dan bank bisa abai pada manajemen risiko karena tahu “jaminan” dana publik tersedia;
– Desa dirugikan, Dana Desa—yang seharusnya untuk pembangunan desa—bisa terkuras untuk menutupi utang koperasi. Padahal, UU Desa menegaskan Dana Desa adalah hak desa, bukan jaminan utang.
Kewenangan Kepala Desa/Bupati, Pintu Kecurangan?
– Persetujuan pinjaman oleh kepala desa/bupati (Pasal 7) berbasis musyawarah desa tetapi PMK tak mengatur mekanisme pengawasan partisipatif;
– Kepala desa/bupati juga menjadi pihak penandatangan perjanjian pinjaman (Pasal 8 ayat 8c), mencampurkan peran regulator dan pemodal;
– Potensi konflik kepentingansangat tinggi. Kepala desa/bupati bisa memaksa persetujuan pinjaman demi proyek, tanpa mempertimbangkan kapasitas desa;
– Musyawarah desa bisa jadi formalitas jika tak ada aturan transparansi perjanjian utang.
Baca: Koperasi Simsalabim
Plafon Rp3 Miliar tidak Realistis untuk Skala Desa
– Pinjaman per koperasi capai Rp3 miliar (Pasal 5), dengan komponen belanja operasional Rp500 juta;
– Padahal, rata-rata alokasi Dana Desa per desa hanya Rp1–1,5 miliar/tahun (data Kemendes 2024);
– Jika koperasi gagal mengelola pinjaman besar ini, beban pelunasan akan menggerus anggaran desa/daerah bertahun-tahun;
– Tak ada analisis kebutuhan riil: apakah desa dengan populasi kecil sanggup menyerap pinjaman miliaran rupiah?
Inkonsistensi dengan Semangat Otonomi Desa
– PMK ini justru melemahkan otonomi desa, dengan mengalihkan Dana Desa untuk jaminan utang;
– UU No. 6/2014 tentang Desa menekankan desa sebagai subjek pembangunan, bukan objek utang yang di-backup pemerintah.
(Skema ini mengubah desa dari pelaku ekonomi mandiri menjadi gantungan utang berbunga 6%. Padahal, koperasi seharusnya dikembangkan dari kapasitas lokal, bukan utang).
Potensi Pembengkakan Utang Daerah
– DAU/DBH—sumber utama APBD—bisa dialihkan untuk bayar utang koperasi kelurahan (KKMP);
– Jika banyak koperasi gagal bayar, APBK akan defisit karena dana transfer terkuras untuk “bailout”;
– Daerah miskin justru makin terpuruk jika DAU/DBH-nya habis untuk utang, bukan layanan publik.
Solusi yang Diabaikan Pemerintah
Jika benar ingin memajukan koperasi desa, pemerintah seharusnya:
1. Perkuat modal non-utang, kembangkan dana bergulir desa atau hibah produktif berbasis kinerja;
2. Bangun kapasitas koperasi, alokasikan pelatihan manajemen, bukan sekadar pinjaman;
3. Tolak skema “jaminan” dana publik, koperasi harus berdikari, bukan menggadaikan uang rakyat.
Kesimpulan
PMK 49/2025 adalah kebijakan gegabah yang mengorbankan dana publik demi proyek simbolis “Koperasi Merah Putih”. Alih-alih memandirikan desa, aturan ini berisiko:
– Membelit desa dalam utang;
– Mengalihkan fungsi dana desa/transfer daerah, dan;
– Melemahkan akuntabilitas keuangan negara.
Pemerintah harus segera merevisi PMK ini sebelum desa-desa Indonesia terjebak dalam krisis utang yang tak mereka ciptakan dan anggaran publik tidak boleh dijadikan sebagai jaminan bank, karena secara jangka panjang, kedaulatan anggaran desa potensi terjadi ketidakpastian dan jauh dari kemandirian fiskal desa.[]