26 Tahun Simeulue: Saatnya Monas-Nusar Bercermin

Wahyudisyah Putra

Catatan Wahyudisyah Putra/Pekerja Pers

GENAP sudah usia Kabupaten Simeulue menginjak 26 tahun (12 Oktober 1999-12 Oktober 2025). Sebuah usia yang jika diibaratkan manusia, bukan lagi masa pencarian jati diri, melainkan masa untuk berdiri tegak dengan arah yang jelas.

Namun kenyataannya, di usia seperempat abad lebih ini, Simeulue masih bergulat dengan persoalan dasar yang seharusnya bisa ditangani sejak lama, infrastruktur, kemiskinan, dan persoalan ekonomi.

Hingga saat ini, akses transportasi di berbagai wilayah Simeulue masih jauh dari layak. Banyak ruas jalan belum teraspal, khususnya di Kecamatan Simeulue Barat seperti Desa Sanggiran, Ujung Harapan, dan Lok Makmur.

Begitu pula di Kecamatan Alafan, sejumlah desa di sana belum pernah merasakan aspal sejak kabupaten ini berdiri. Bayangkan, lebih dari dua dekade berlalu, namun masyarakat tidak merasakan infrastruktur jalan yang lebih layak.

Kondisi ini sangat memprihatinkan. Sebab, jalan merupakan urat nadi perekonomian. Ketika akses transportasi buruk, maka segala sektor ikut tersendat. Mulai dari distribusi hasil pertanian dan perikanan, akses layanan kesehatan, pendidikan, hingga mobilitas ekonomi masyarakat.

Di sisi lain, permasalahan kemiskinan juga masih menjadi pekerjaan besar yang belum terselesaikan. Sebagian besar masyarakat Simeulue masih berada dalam kategori miskin atau rentan miskin.

Ekonomi masyarakat seolah hanya berputar pada aktivitas subsistem tanpa banyak kemajuan. Sektor perikanan yang seharusnya menjadi kekuatan utama pulau ini, justru belum dikelola secara maksimal.

Momentum ulang tahun ke-26 ini seharusnya menjadi cermin besar bagi Bupati dan Wakil Bupati Simeulue Muhammad Nasrun-Nusar Amin (Monas-Nusar) serta jajarannya.

Ini bukan saatnya lagi menggelar pesta perayaan yang megah, namun saatnya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap arah kebijakan pembangunan daerah.

Apa saja yang sudah dilakukan selama beberapa tahun terakhir? Sejauh mana visi dan misi yang dulu dijanjikan saat kampanye benar-benar dijalankan?

Salah satu visi  yang pernah digaungkan Monas  saat itu adalah blue economy atau ekonomi biru. Konsep pembangunan berbasis kelautan yang berkelanjutan, memanfaatkan potensi besar laut Simeulue untuk kesejahteraan masyarakat.

Secara konsep, gagasan ini sangat ideal, mengingat Simeulue merupakan daerah kepulauan dengan potensi perikanan, kelautan, dan wisata bahari yang sangat besar. Namun hingga kini, visi tersebut belum terlihat jelas.

Visi ekonomi biru jangan hanya menjadi jargon politik untuk menarik simpati publik saat kampanye. Rakyat sudah terlalu sering mendengar janji, namun jarang melihat bukti.

Implementasi visi besar memerlukan strategi yang jelas, keberanian dalam membuat terobosan, dan kemampuan menjalin kerja sama lintas level  mulai dari kabupaten, provinsi, hingga pemerintah pusat.

Kita tentu menyadari bahwa keterbatasan anggaran daerah menjadi salah satu kendala utama. Namun, keterbatasan bukan alasan untuk berhenti berbuat.

Seorang pemimpin sejati seharusnya mampu memanfaatkan segala peluang untuk mendatangkan investasi dan dukungan program dari luar daerah.

Di sinilah peran diplomasi kepala daerah menjadi penting. Bupati Monas perlu membangun jejaring yang kuat, menjalin relasi aktif, dan memperjuangkan kebutuhan masyarakat Simeulue di tingkat provinsi maupun pusat.

Perlu dicatat, visi dan misi yang disampaikan saat kampanye bukan sekadar retorika. Itu adalah utang politik kepada masyarakat. Janji yang wajib dipenuhi. Setiap janji pembangunan yang diucapkan adalah kontrak moral dan politik yang harus ditunaikan, bukan dilupakan setelah kursi kekuasaan diduduki.

Dalam hal ini, kita juga mengakui dan mendukung berbagai upaya yang telah dilakukan Bupati Monas selama ini. Ada langkah-langkah atau gerakan untuk pembangunan Simeulue yang patut diapresiasi.

Namun langkah yang sudah dilakukan tidak berarti puas. Upaya tersebut harus dilanjutkan dengan lobi politik dan koordinasi strategis yang lebih intens ke tingkat provinsi dan pusat, agar berbagai rencana dan program pembangunan yang telah disusun dapat benar-benar terealisasi.

Jangan berhenti pada perencanaan dan janji, tapi pastikan ada hasil nyata yang dirasakan masyarakat.

Kini, setelah hampir delapan bulan menjabat setelah dilantik, Bupati Monas telah melihat sendiri kondisi riil masyarakat. Infrastruktur banyak yang tertinggal, kemiskinan masih membelit, dan pertumbuhan ekonomi belum menunjukkan lonjakan.

Di titik inilah, peringatan ulang tahun ke-26 Kabupaten Simeulue seharusnya menjadi momen perenungan mendalam. Apakah arah pembangunan sudah benar, atau justru perlu koreksi besar-besaran?

Selain itu, Bupati Monas-Nusar juga perlu mengurangi aktivitas seremonial dan perjalanan ke luar daerah yang seringkali hanya menjadi simbol tanpa hasil nyata. Alasan “jemput bola ke pusat” sering kali disampaikan, namun masyarakat jarang melihat dampak dari berbagai kunjungan tersebut.

Kegiatan seremonial boleh saja dilakukan, tapi jangan sampai menyita fokus dan anggaran yang seharusnya digunakan untuk membenahi kebutuhan dasar rakyat.

Perlu juga dicatat, masyarakat Simeulue tidak membutuhkan pidato panjang atau spanduk ucapan ulang tahun yang menghiasi jalan-jalan. Mereka membutuhkan jalan yang bagus, listrik yang stabil, akses pendidikan dan kesehatan yang layak, serta peluang ekonomi yang nyata.

Usia 26 tahun seharusnya menjadi titik kebangkitan Simeulue, bukan sekadar perayaan tahunan yang hampa makna.

Ini saatnya Bupati Monas bercermin, mengukur ulang langkah, dan menunjukkan kepemimpinan yang benar-benar berpihak kepada rakyat. Jangan biarkan ulang tahun daerah ini hanya menjadi rutinitas seremonial, sementara permasalahan mendasar terus dibiarkan.

Harapan masyarakat kini tertuju pada keberanian pemerintahan Bupati Monas-Nusar untuk berubah dari sekadar pemimpin administratif menjadi pemimpin visioner yang tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga mampu menorehkan karya nyata.

Simeulue membutuhkan arah baru dan kerja nyata, bukan janji lama yang terus diulang.[]

Berikan Pendapat