Tiga Karakter Penentu Keberhasilan Praktisi Humas Profesional
Oleh: Jabbar, AMIPR/Wasekjen BPC Perhumas Aceh
DALAM dunia komunikasi yang serba cepat dan penuh dinamika, praktisi Humas dituntut untuk tampil bukan hanya sebagai penyampai pesan, tetapi juga sebagai jembatan kepercayaan antara organisasi dengan publik.
Tugas ini bukan perkara sederhana, karena dibutuhkan karakter-karakter yang tidak sekadar bersifat teknis, melainkan melekat dalam sikap dan perilaku sehari-hari.
Ada tiga karakter utama yang menjadi penentu keberhasilan seorang praktisi Humas profesional atau public relations (PR), yaitu mudah dihubungi, responsif, dan dapat dipercaya (trust).
Mudah dihubungi adalah fondasi dari keterbukaan dan aksesibilitas. Seorang Humas harus dapat dijangkau oleh media, pemangku kepentingan, maupun publik luas.
Tidak hanya sekadar mencantumkan kontak atau alamat email, tetapi juga menunjukkan kehadiran aktif di berbagai platform komunikasi yang relevan.
Dalam situasi krusial, keterhubungan yang cepat bisa menjadi pembeda antara krisis yang terkendali dan kekacauan informasi. Dengan mudah diakses, praktisi Humas menunjukkan sikap terbuka terhadap dialog, siap mendengarkan, dan sigap menanggapi kebutuhan informasi yang mendesak.
Selain itu, dunia komunikasi tidak memberi ruang bagi keterlambatan. Kecepatan merespons bukan hanya soal ketepatan waktu, tetapi juga mencerminkan kesigapan, kepedulian, dan profesionalisme.
Dalam praktiknya, respons yang cepat dapat meredam potensi krisis, menghindari spekulasi, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap organisasi.
Responsif bukan berarti terburu-buru, melainkan hadir dengan tanggapan yang akurat, jujur, dan relevan.
Seorang Humas yang responsif menunjukkan bahwa ia tidak hanya hadir ketika segalanya berjalan baik, tetapi juga berdiri di depan ketika situasi menantang muncul.
Kemudian, praktisi Humas juga harus dapat dipercaya. Nilai ini menjadi ruh dari pekerjaan Humas.
Kepercayaan tidak bisa dibangun dalam satu malam; ia tumbuh dari konsistensi dalam menyampaikan informasi yang benar, dari integritas dalam bersikap, serta dari keberanian untuk transparan di saat yang paling sulit sekalipun.
Ketika seorang Humas sudah dikenal memiliki rekam jejak yang kredibel, maka setiap pesan yang disampaikannya akan lebih mudah diterima.
Dalam situasi apa pun, trust adalah modal yang memungkinkan komunikasi berjalan efektif, jujur, dan membangun hubungan jangka panjang dengan publik.
Ketiga karakter ini bukan teori belaka. Dalam praktik keseharian, karakter tersebut menjadi prinsip hidup yang harus dijaga dan dipelihara.
Mudah dihubungi, responsif, dan dapat dipercaya saling terkait dan tidak dapat berdiri sendiri. Ketiganya adalah pilar yang menopang reputasi seorang Humas sekaligus organisasi yang diwakilinya.
Di tengah era informasi yang serba cepat dan rawan disinformasi, karakter-karakter inilah yang membedakan antara komunikasi yang sekadar menyampaikan pesan dengan komunikasi yang mampu membangun kepercayaan.
Dan, dalam dunia Humas, kepercayaan adalah segalanya. []