Koalisi Masyarakat Sipil Nilai Pemerintah Lamban Tangani Korban Bencana di Aceh
PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Bencana menilai penanganan dampak banjir dan longsor di Aceh berjalan lamban.
“Sampai hari ke-7 bencana banjir dan longsor di 18 kabupaten/kota di Aceh, beberapa titik masih sangat minim mendapatkan bantuan baik itu evakuasi maupun logistik dari pemerintah. Korban terus berjatuhan, meninggal dunia, hilang, dan kelaparan,” tulis pernyataan itu.
Pernyataan yang dirilis 3 Desember 2025 tersebut ditandatangani oleh Koordinator MaTA, Alfian; LBH Banda Aceh, Rahmad Maulidin; AJI Banda Aceh, Reza Munawir; Yayasan Keadilan dan Perdamaian Indonesia (YKPI), Syahrul; International Centre for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS), Reza Idria; dan Azharul Husna, KontraS.
Bencana ini juga menyebabkan kehilangan harta benda, kerusakan infrastruktur, dan mata pencaharian.
Kerusakan akibat bencana kali ini terjadi secara menyeluruh, yang pada akhirnya menjadikan rakyat Aceh kesulitan menjalani kehidupan mereka.
Beberapa kepala daerah di Aceh berulang kali menyatakan kewalahan dengan kondisi jalan yang tidak bisa ditembus, logistik yang kurang, dan juga keuangan daerah yang tidak memadai.
Di samping itu, skala kerusakan bencana sangat besar dan terjadi hampir menyeluruh di setiap kecamatan pada Kabupaten/kota yang terdampak.
Kondisi seperti ini merugikan masyarakat korban banjir di seluruh Aceh.
Tidak terbantahkan, hingga hari ke-7 pascabencana, sangat banyak korban yang belum tertolong, masyarakat hilang belum berhasil ditemukan, suplai logistik yang tak sampai, serta persediaan berbagai barang kebutuhan masyarakat yang tak tersedia hingga mengakibatkan kepanikan pada masyarakat yang tidak terkena langsung bencana.
Sikap Pemerintah Pusat yang tidak menetapkan banjir Aceh berstatus Bencana Nasional menjadi bukti bahwa Pemerintah Pusat tidak peduli kepada korban.
Atas kondisi itu, Pemerintah Aceh harus segera hadir dan menggunakan seluruh kemampuan untuk mengatasi dampak dari banjir besar yang terjadi di Aceh.
Pemerintah Aceh segera refocusing atau pengalihan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) menjadi belanja penanganan bencana (Belanja Tak Terduga/BTT), dan digunakan untuk menangani bencana banjir, seperti pengadaan mobil dinas kantor perwakilan Aceh di Jakarta sebesar Rp 6,5 miliar, pengadaan bibit di Dinas Pertanian dan Perkebunan sebesar Rp 12 miliar dan anggaran belanja lainnya yang tidak dibutuhkan di tengah kesusahan rakyat.
Menyikapi lambannya respons pemerintah pusat terhadap kondisi mutakhir bencana hidrometeorologi, maka Koalisi Masyarakat Sipil Aceh, menyatakan sebagai berikut:
1. Lakukan refocusing anggaran segera, baik berupa APBA perubahan 2025 maupun APBA 2026 untuk kebutuhan penanganan bencana;
2. Optimalisasi posko di titik-titik bencana agar respons berlangsung cepat, tepat sasaran dan sesuai kebutuhan masyarakat;
3. Memastikan distribusi bantuan dengan menghapus hambatan birokrasi, memastikan transparansi, dan mengutamakan kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas;
4. Pemerintah melaksanakan operasi pasar secara berkala untuk memastikan suplai kebutuhan pokok, seperti pangan, bahan bakar, air, listrik serta jaringan telekomunikasi tetap tersedia dengan harga yang stabil;
5. Penguatan mitigasi bencana jangka panjang, termasuk rehabilitasi daerah aliran sungai, perlindungan kawasan hutan, penataan ruang berbasis risiko, dan implementasi kebijakan adaptasi perubahan iklim secara serius dan konsisten.[]




