Teriakan di Tengah Bencana dari Wartawan di Aceh Tamiang
ACEH Tamiang menjadi salah satu wilayah paling hancur akibat bencana banjir bandang yang menerjang sejak akhir November 2025. Dua sosok wartawan yang juga Pengurus PWI Aceh Tamiang, Saiful Alam dan Muhammad Hendra Vramenia—dengan sisa-sisa tenaga yang mereka miliki mengirim laporan tentang apa yang mereka lihat dan rasakan.

Menurut Saiful Alam, kondisi Aceh Tamiang hingga hari ini betul-betul seperti negeri yang terlempar dari peradaban.
Akses komunikasi putus, listrik padam sejak Rabu 26 November 2025, ketinggian air mencapai 3 hingga 8 meter. Belum ada bantuan apapun dari pemerintah bahkan yang lebih menyedihkan belum ada tempat pemakaman untuk korban meninggal.
Dari 12 kecamatan di Aceh Tamiang semua terdampak namun yang terparah Kecamatan Bandar Pusaka ada beberapa kampung hilang tidak berbekas. Juga di Kecamatan Tenggulun, Kejuruan Muda, Karang Baru Kuala Simpang, seperti Kampung Kota Lintang sebahagian rumah warga hanyut.
Tak Ada Lagi Desa Sekumur
Informasi terkini tentang Aceh Tamiang juga disampaikan oleh Muhammad Hendra Vramenia.
Berikut beberapa foto lainnya yang dikirim Hendra Vramenia memperlihatkan berbagai sisi kehancuran di Aceh Tamiang:

Menurut Hendra yang kini telah mencapai wilayah Pangkalan Susu, Sumatera Utara, kondisi Tamiang sangat memilukan. Bencana banjir telah melenyapkan sejumlah desa, termasuk Desa Sekumur, Kecamatan Sekarak.
Menurut Hendra, Desa Sekumur yang dihuni 280 kepala keluarga dengan total 1.234 jiwa kini rata dengan tanah.
Sebanyak 280 rumah warga hilang terbawa banjir dengan ketinggian air diperkirakan mencapai 7 hingga 10 meter, membuat kawasan Desa Sekumur lenyap dalam sekejap.
Saat ini para korban yang mengungsi sangat membutuhkan bantuan mendesak.
Kondisi di lokasi pengungsian semakin memprihatinkan, karena para pengungsi mulai terserang penyakit serta mengalami kelaparan akibat minimnya pasokan logistik.
Hendra mendesak Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat untuk segera turun tangan, agar tidak terjadi korban jiwa di lokasi pengungsian akibat terlambatnya bantuan.
“Semoga setelah selamat dari gulungan banjir bandang jangan sampai dijemput ajal karena kelaparan,” ujar Hendra. []




