Sentimen Kesukuan di Tengah Bencana

T. Muhammad Faris Abqari

Oleh: T. Muhammad Faris Abqari/Mahasiswa USK Asal Takengon

DI tengah bencana banjir dan tanah longsor yang melanda Tanoh Gayo, tiba-tiba mencuat isu yang menyoroti sikap sebagian masyarakat yang mulai keluar dari semangat kemanusiaan.

Dalam situasi darurat seharusnya masyarakat memperkuat solidaritas, bukan justru terjebak pada emosi, kekecewaan, dan sentimen kesukuan.

Hingga saat ini masih banyak warga terdampak yang berjuang memenuhi kebutuhan dasar, termasuk pangan. Kondisi tersebut semestinya menjadi fokus bersama, alih-alih melahirkan narasi saling menyalahkan di ruang publik.

Di saat masih ada warga yang kelaparan dan kehilangan tempat tinggal, saya mengajak masyarakat untuk menahan diri. Jangan biarkan emosi mengalahkan nurani, dengan mengungkit kesukuan.

Harus kita sadari, bantuan yang datang dari berbagai pihak—baik individu, komunitas, maupun pengusaha lintas daerah—adalah bentuk kepedulian kemanusiaan yang tidak boleh dipersepsikan secara sempit. Memelintir bantuan menjadi isu kesukuan hanya akan melukai semangat gotong royong yang selama ini menjadi kekuatan masyarakat Aceh.

Bencana ini tidak memilih suku. Korbannya juga tidak satu kelompok saja. Maka respons kita pun harus melampaui identitas.

Sangat disayangkan munculnya ekspresi dan narasi yang bernada ancaman serta kekecewaan kolektif berbasis identitas.

Kondisi tersebut berpotensi memicu konflik horizontal dan memperburuk situasi psikologis warga yang sudah terdampak bencana.

Kalau masyarakat terpecah, yang rugi adalah kita semua. Bantuan bisa terhambat, relawan bisa terintimidasi, dan korban justru makin terabaikan.

Kita mengimbau semuanya, termasuk masyarakat Gayo dan daerah sekitar untuk kembali pada nilai empati dan kearifan lokal dalam menyikapi musibah.

Kritik dan kekecewaan boleh disampaikan, namun harus diarahkan secara dewasa dan tidak menyeret identitas kesukuan.

Bencana ini ujian kemanusiaan. Cara kita bersikap hari ini akan menentukan apakah kita lulus sebagai masyarakat yang beradab atau justru gagal karena emosi sesaat.

Masyarakat lintas suku harus menjadi penyejuk di tengah krisis, menjaga suasana tetap kondusif, serta memastikan fokus utama tetap pada keselamatan dan pemulihan warga terdampak.[]

Berikan Pendapat

Copyright © 2025. Portalnusa.com – All rights reserved