PORTALNUSA.com | ACEH BESAR – Aliansi Rakyat Indonesia Adikara (ARIA) menyesalkan pernyataan Plt Kepala Kantor Imigrasi Non-Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Meulaboh, Jamaluddin yang menyebutkan 75 etnis Rohingya dari Bangladesh yang tidak memiliki identitas atau dokumen keimigrasian itu berstatus sebagai pengungsi, bukan imigran ilegal.
“Pernyataan Plt Kepala Kantor Imigrasi Non-TPI Meulaboh itu menjadi tidak selaras dengan hasil penyelidikan kepolisian di Aceh yang menyebut mereka itu adalah orang-orang yang menyelundup ke Indonesia secara berbayar dari Kamp Pengungsi Kutupalong dan Nayapara di Cox’s Bazar, Bangladesh,” ujar Sekjen ARIA, Achmad Jauhari di Aceh Besar, Minggu, 14 April 2025.
Menurut Jauhari, jika etnis Rohingya ingin keluar dari Kamp Pengungsi UNHCR di Cox’s Bazar, Bangladesh menuju ke negara lain, maka sesuai Pasal 28 Konvensi Jenewa Tahun 1951, mereka harus memiliki dokumen perjalanan atau paspor yang diterbitkan oleh UNHCR Bangladesh. Namun jika mereka keluar dari kamp pengungsi tanpa izin dan dokumen dari UNHCR, secara automatis status mereka sebagai pengungsi akan hilang dengan sendirinya dan mereka tidak akan diterima lagi untuk kembali ke kamp pengungsi asal.
Menurut Achmad Jauhari, orang asing yang masuk ke wilayah kedaulatan maritim Republik Indonesia tanpa dokumen yang sah, maka mereka adalah imigran ilegal. Sehingga penanganannya harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, bukan dengan Perpres Nomor 125 Tahun 2016.
“Sebab, semua pengungsi di dunia yang telah ditampung dan dibiayai hidupnya di kamp-kamp pengungsi pasti telah memiliki identitas atau dokumen yang sah, yang diterbitkan oleh UNHCR di negara tempat mereka ditampung,” katanya.
Menurut Sekjen ARIA, pernyataan Plt Kepala Kantor Imigrasi Non-TPI Meulaboh, Jamaluddin yang menyebut 75 imigran Rohingya di Aceh Barat sebagai pengungsi dan diserahkan penanganannya kepada UNHCR perwakilan Indonesia akan sangat berbahaya bagi Indonesia, seakan Kantor Imigrasi Aceh Barat siap membuka pintu NKRI untuk dimasuki oleh ratusan ribu imigran Rohingya selanjutnya.
Pada bagian lain, Lanjut Jauhari, pernyataan Jamaluddin secara tak langsung telah menganulir hasil penyelidikan Polda Aceh yang menyebutkan pihak kepolisian di Aceh telah mendeteksi adanya kegiatan penyelundupan orang Rohingya ke Indonesia melalui pantai-pantai di Aceh yang diduga melibatkan UNHCR.
“Jika memang dianggap sebagai pengungsi oleh pihak Imigrasi maka penangkapan terhadap sejumlah tersangka agen penyelundupan manusia di Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Timur dan Aceh Barat selama ini dengan sendirinya menjadi tidak sah, sebab yang mereka bawa dengan perahu dari Bangladesh sejak Oktober 2023 hingga April 2024 adalah pengungsi,” tutur Achmad Jauhari.
ARIA dalam waktu dekat berencana akan mengirim surat kepada Plt Kepala Kantor Imigrasi Non-TPI Meulaboh untuk meminta dokumen hasil verifikasi Imigrasi terhadap 75 orang imigran Rohingya tersebut sehingga diklaim statusnya sebagai pengungsi serta mempertanyakan kapan mereka akan dipindahkan dari halaman Kantor Bupati Aceh Barat menuju ke Rumah Detensi Imigrasi dan kapan mereka akan diberikan ID Card Pengungsi oleh Imigrasi Indonesia. []