PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh bersama pemimpin redaksi lintas media beraudiensi dengan Panglima Kodam Iskandar Muda (Pangdam IM), Mayjen TNI Niko Fahrizal, M.Tr.(Han) di Balee Sanggamara Makodam IM, Senin siang, 12 Agustus 2024.
Pada pertemuan yang berlangsung santai yang diawali shalat zuhur berjamaah dan makan siang bersama, Pangdam IM bercerita panjang lebar mulai dari data pribadinya sebagai putra Aceh, perjalanan kariernya di TNI hingga kini menjabat sebagai Pangdam IM.
Seperti diketahui, pada 8 Maret 2024, Kasad Jenderl TNI Maruli Simanjuntak melakukan serahterima jabatan Pangdam IM dari Mayjen NoviHelmy Prasetya kepada Mayjen TNI Niko Fahrizal di Mabes TNI Angkatan Darat.
“Sejak bertugas sebagai Pangdam IM, saya bersama Pemerintah Daerah termasuk Pemerintah Pusat terus melakukan berbagai program untuk kesejahteraan masyarakat Aceh. Misalnya penguatan di sektor ketahanan pangan,” kata Jenderal Niko pada pertemuan yang dihadiri Kasdam Brigjen TNI Ayi Supriatna, Irdam Brigjen TNI Yudi Yulistyanto, MA; Kapok Sahli Pagdam Brigjen TNI Senmart Tonda, S.Sos dan sejumlah pejabat utama Kodam IM lainnya termasuk Kapendam Kolonel Inf Drs Alim Bahri.
Dari sekian banyak informasi dan program Kodam IM yang disampaikan Jenderal Niko, termasuk soal tanah Blangpadang yang akhir-akhir ini santer menjadi pembicaraan di ranah publik.
Berikut kutipan selengkapnya penegasan Pangdam IM terkait tanah Blangpadang yang disampaikan dalam sambutannya maupun ketika ditanya ulang oleh wartawan ketika usai pertemuan:
“Status Blangpadang itu juga juga tercatat di kami, bahkan kami sudah mendapatkan nomor PSP (Penetapan Status Penggunaan)-nya. Tetapi (meski demikian) kami masih menelusuri sejarahnya.
Seperti kita ketahui di sekeliling Blangpadang itu, apakah rumah dinas Pangdam, SMA 1, SMP 1 itu adalah bangunan (rumah-rumah) dari zaman kolonial Belanda. Kami akan terus berusaha (menelusuri sejarah), kalau memang itu bukan punya kami, akan kami serahkan. Sementara belum ada kejelasan kami merawat itu dengan hati, kami berharap itu jadi ikonnya Banda Aceh, jadi ikonnya Aceh, harus nyaman, harus tertib, harus rapi, harus asri.
Setiap magrib (semua yang beraktivitas di Blangpadang) melaksanakan shalat di tribun terutama bagi yang tidak sempat pulang ke rumah. Kami siapkan air (untuk bersuci), kami siapkan semuanya.
Setiap malam Jumat semua pedagang tutup. Setelah shalat magrib mereka baca Yaasin di tribun itu, jadi betul-betul kita rawat itu. Karena memang itu milik negara yang berarti itu milik rakyat. Kami menyadari itu, kami hanya merawat supaya enak dan tertib.
Misalnya penataan parkir tidak boleh di luar supaya tidak bikin macet. Semua yang masuk kita kenakan tiket. Uang dari tiket itu kita gunakan untuk membayar karyawan sebanyak 30-an orang.
Kita juga selalu berupaya agar Masjid Raya Baiturrahman ada pendapatan dari Blangpadang. Itu Blangpadang bukan punya kami tetapi penunjukannya (perawatannya) ke kami. Kami merasa itu punya rakyat, maka yakinlah selama kami pegang tidak ada niat kami untuk menguasai, semua yang ada punya TNI ini adalah punya rakyat, karena TNI adalah milik rakyat. Kami menyadari itu.
PSP-nya ada sama kita dari Menteri Keuangan. Nanti untuk lebih jelasnya bisa dicek ke Aslog Kodam, dia punya data tentang itu. Dan kita sedang menelusuri sejarahnya supaya jangan karu-karulahlah (ribut-ribut) hal-hal begitu. Yang terpenting harus terjaga dengan baik.”[]