PORTLALNUSA.com | BANDA ACEH – Kasus temuan bayi perempuan di ruangan toilet musalla Blang Padang, Banda Aceh memantik keprihatinan berbagai kalangan.
Seorang budayawan yang juga eksis mengamati persoalan sosial di negeri ini, Tarmizi Abdul Hamid menanggapi persoalan itu dengan mengatakan, “kita terlalu larut dengan hiruk pikuk politik sehingga abai dengan permasalahan sosial dan kemanusiaan.”
Baca: Kisah Temuan Bayi di Toilet Blang Padang, Ada Pesan Pilu di Secarik Kertas
Tarmizi Abdul Hamid yang dikenal dengan panggilan Cek Midi menanggapi serius kasus seorang ibu yang harus menelantarkan darah dagingnya di toilet musalla Blang Padang, Banda Aceh dengan harapan ada orang yang akan mengambil dan merawatnya.
Menurut Cek Midi, tulisan di secarik kertas yang ditemukan di dekat bayi malang itu menjadi bukti betapa beratnya beban hidup yang ditanggung sang ibu sehingga dia terpaksa memasrahkan darah dagingnya ditelantarkan dengan harapan ada yang menemukan dan mengasuhnya.
“Rasanya mustahil tidak ada yang tahu dengan kondisi eknomi dan persoalan yang dihadapi ibu ini di kampungnya. Tetapi yang jadi pertanyaan kemudian adalah kenapa dia harus menanggung sendiri persoalan itu. Kemana orang-orang yang mengaku peduli dan berpihak kepada rakyat,” kata Cek Midi dengan nada suara tinggi.
Cek Midi meyakini, kasus yang dihadapi ibu yang menelantarkan bayinya di toilet musalla Blang Padang adalah satu dari sekian banyak kasus serupa yang tidak terungkap ke permukaan.
Kasus seperti ini, kata Cek Midi juga sangat terkait dengan perekonomian dan rapuhnya tingkat kesabaran seseorang menghadapi cobaan.
Dalam kaitan ekonomi, Cek Midi mempertanyakan daya dongkrak zakat yang dihimpun oleh Baitul Mal.
“Ratusan miliar dana zakat dihimpun setiap tahunnya oleh Baitul Mail di semua tingkatan. Saya memastikan kalau pengelolaannya baik dan transparan tentu tidak sampai terjadi kasus-kasus seperti ini,” tandas Cek Midi yang juga dikenal sebagai kolektor manuskrip kuno.
“Aceh punya Baitul Mal, masyarakatnya masih berkarakter kasih sayang, kepekaan sosial tinggi, namun kenapa ada kasus seperti ini. Kalau saya bisa menjawab dan menyimpulkan bisa jadi karena kita terlalu larut dalam hiruk pikuk politik, seperti sekarang ini,” demikian Tarmizi Abdul Hamid.[]