HUKUM, NEWS  

Taqwaddin Apresiasi Kehadiran Penghubung Komisi Yudisial di Aceh

Taqwaddin

PORTALNUSA.com | ACEH BESAR –Hakim Ad Hoc Pengadilan Tinggi Aceh, Taqwaddin mengapresiasi hadirnya Penghubung Komisi Yudisial (PKY) di Aceh, diharapkan dapat memberi manfaat nyata untuk meningkatkan kualitas penegakan hukum dan menjadi model untuk provinsi lain di Indonesia.

Disebutkannya, sesuai mandat konstitusi Komisi Yudisial  memiliki fungsi dan kewenangan dalam proses seleksi calon hakim agung dan menjaga etik serta perilaku hakim, sehingga dengan keterlibatan PKY  diberbagai provinsi rekam jejak calon hakim telah dapat dideteksi secara dini. Hal itu  penting untuk menghasilkan calon hakim  yang berintegritas dan berkualitas.

Hal itu disampaikannya  dalam Seminar Edukasi Publik yang diselenggarakan oleh Penghubung Komisi Yudisal Aceh di Ingin Jaya, Aceh Besar, Kamis 22 Agustus 2024.

Terkait dengan kewenangan menjaga etik dan perilaku hakim, Taqwaddin meminta perhatian Komisi Yudisial bahwa istilah yang digunakan dalam Undang-Undang Dasar adalah menjaga bukan mengawasi.

Sebagaimana tercantum pada  Pasal 24B UUD 1945 yaitu Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Dari ketentuan ayat (1) Pasal 24B ini jelas terbaca bahwa istilah konstitusi adalah menjaga, bukan mengawasi.

Ditambahkan, istilah menjaga memiliki makna yang berbeda dengan mengawasi, mengawasi yang digunakan sebagaimana pada spanduk (standing banner) PKY akan menimbulkan resistensi dan benturan dengan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung.

Tetapi jika istilah menjaga hakim yang digunakan itu dapat dipahami dalam rangka menjaga kemuliaan dan keluhuran hakim sebagai sebagai pejabat negara yang dimuliakan dan dipersepsi sebagai Wakil Tuhan.

Sebagai wakil Tuhan maka hakim diberi kewenangan untuk menghukum seseorang berdasarkan bukti kesalahannya, sedangkan dalam perkara keperdataan hakim berwenang menetapkan hak-hak seseorang atas sesuatu yang dipersengketakan. Semua putusan hakim itu harus dimulai dengan irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, karenanya dalam persidangan hakim sering dipanggil “Yang Mulia” atau offium noble.

Karena hakim sebagai pejabat negara yang dipanggil dengan Yang Mulia  sehingga perilaku hakim harus terpelihara dan tidak boleh tercela. “Di sinilah peran Komisi Yudisial dalam menjaga keluhuran dan kemuliaan hakim agar para hakim tidak melakukan perbuatan tercela dan disisi lain agar warga masyarakat tidak mencela atau membully hakim manakala kalah dalam berperkara,” imbuhnya.

“Hakim dalam membuat putusan harus benar-benar independensi dengan mengedepankan integritas dan profesionalitas, harus mencurahkan segala kapasitanya untuk menghasilkan putusan-putusan yang berkualitas,” ujar Tawqwaddin.[]

 

Penulis: RedaksiEditor: Redaksi