PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Foto-foto yang menyebar di jejaring medsos memperlihatkan bendera Bulan Bintang (bendera Aceh) dibentangkan di depan ruang kerja Gubernur Aceh di Banda Aceh memunculkan kehebohan di masyarakat.
Peristiwa itu muncul di tengah kegembiraan atas laporan kemenangan pasangan Mualem-Dek Fadh pada Pilkada Aceh 2024.
Penelusuran media ini, pembentangan bendera Aceh tersebut terjadi Kamis, 28 November 2024 atau sehari pasca-pencoblosan Pilkada 2024.
Dalam foto yang beredar terlihat beberapa orang berdiri di depan bendera Bulan Bintang yang sedang atau sudah selesai dipasang. Foto lainnya terlihat dua sosok bersebo membentangkan bendera berwarna dominan merah tersebut.
Menurut informasi, lokasi pembentangan bendera tersebut di depan ruang kerja Gubernur Aceh, Banda Aceh.
Tanggapan KPA
Lalu, siapa yang membentangkan bendera tersebut dan apa motifnya?
Berikut penjelasan Wakil Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat H. Kamaruddin Abubakar (Abu Razak), yang dimintai tanggapannya oleh wartawan, Jumat 29 November 2024.
Menurut Abu Razak, oknum pelaku pembentangan bendera Bulan Bintang di depan ruang kerja Gubernur Aceh di Kantor Gubernur Aceh, Kamis 28 November 2024, bukanlah mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang tergabung dalam wadah KPA. Tepatnya bukan sebagai anggota KPA.
Kecuali itu, tidak ada perintah apapun dan kepada siapapun dari KPA Pusat, untuk membentangkan bendera Bulan Bintang di mana pun.
Karenanya, tegas Abu Razak, pihaknya tidak terlibat dan tidak bertanggungjawab terhadap aksi dimaksud.
“Itu aksi serta ulah dari oknum dan pihak yang tidak bertanggungjawab, yang bertujuan untuk memperkeruh suasana damai Aceh paska pilkada, Rabu lalu,” jelas Abu Razak.
Abu Razak menduga, aksi pelaku telah ditunggangi pihak atau oknum tertentu, dengan tujuan merusak nama baik KPA serta PA.
“Ini perbuatan provokasi yang terus diulang-ulang dengan tujuan merusak nama baik KPA dan Partai Aceh dan memancing terjadinya kerusuhan. Tapi alhamdulillah, semua anggota KPA dan PA ban sigom Aceh sudah paham sehingga tidak terpancing,” tegas Abu Razak.
SOP Penjagaan
Kecuali itu, Abu Razak juga mengkritik sistem pengamanan dan penjagaan Kantor Gubernur Aceh, yang dinilai sangat lemah dan mudah untuk tujuan pihak tertentu melakukan provokasi.
“Bagaimana bisa, dua pemuda datang dengan bebas, lalu membentangkan bendera. Di mana petugas keamanan atau anggota Satpol PP serta kepolisian yang menjaga dan mengawal kantor pemerintah, sehingga oknum tersebut begitu leluasa melakukan aksinya,” gugat Abu Razak.
Karena itulah, Abu Razak meminta Pj Gubernur Aceh, khususnya Sekda Aceh dan Kepala Satpol PP/WH, melakukan evaluasi terhadap sistem oprasional prosedur (SOP) penjagaan dan pengamanan Kantor Gubernur Aceh, terutama melakukan deteksi dini terhadap berbagai ancaman dan gangguan.
“Tentu dengan terukur dan tidak kaku, sehingga tak mengganggu kenyamanan tamu, masyarakat dan yang ingin bertemu dengan pemimpinnya, serta para pegawai yang melaksanakan berbagai aktivitas tata kelola pemerintahan,” demikian Abu Razak.[]