PENCAK lidah dan silat medsos belum usai dalam kasus cuci uang tiga ratus triliun rupiah. EeE… eee.. bukan… bukan… bukan tiga ratus triliun rupiah. Ternyata tiga ratus empat puluh sembilan triliun rupiah.
Maaf.. saya lupa… Sebab angka awalnya memang segitu. Tiga ratus triliun rupiah. Angka miliknya Mahfud MD, menko polhukam. Angka gajah bengkak.
Angka yang digoreng media sosial sebagai kasus cuci uang kementerian keuangan. Kasus cuci uang dari laporan PPATK. Laporan yang bengkak-bengkok. Sama sebangun dengan salah sasaran.
Kasus cuci uang yang menyebabkan Menteri Keuangan Sri Mulyani cemberut ketika berdiri berdampingan dengan Mahfud di sebuah temu pers. Pertemuan meluruskan bengkak – bengkok itu.
Cemberut Sri Mulyani yang berkepanjangan. Hingga di dua talk show televisi.
Bersama Andy F Noya di Kick Andy Metro TV dan Bincang Rosiana Silalahi di Kompas TV. Cemberut yang nggak luntur oleh candaan Andy dan Rosi.
Bahkan ketika Ani, begitu menteri keuangan akrab disapa, datang ke de-pe-er menjelaskan dengan nada datar dan enteng tentang centang prenang kasus cuci uang itu. Saya terpana.
Terpana karena nggak sepadan dengan kehebohannya. Kehebohan dari akumulasi angka yang dipublis PPATK tentang kecurigaan transaksi keuangan di kementerian keuangan.
Persoalannya seperti selesai. Sri Mulyani mengatakan tak ada transaksi mencurigakan. Atau tidak ada yang salah dalam transaksi itu. Bahkan Bu Ani seperti memberi label traksaksi itu legal. Sah.
Sri Mulyani kesan saya mampu mengakhiri kisruh publikasi laporan PPATK itu dengan elegan.
Caranya?
Anda dan saya perlu belajar dengan Bu Ani. Belajar membungkam kehebohan di media massa. Mainstream dan media sosial. Asal bantah. Jangan ada kesan cuci tangan. Apalagi cuci uang.
Bagi pejabat yang sering digebuki media sosial cara Bu Ani itu. Asal jalannya lurus. Tidak berbelok dengan pencak lidah..
Dudukkan persoalannya. Sederhana penjelasannya Jangan dibikin njelimet dan ruwet. Tambahkan lagi dengan tidak bertele-tele. Lanjutkan secara terbuka dan apa adanya.
Plasss…. Beres… Dan kasus cuci uang tiga ratus empat puluh delapan triliun itu makin redup. Bagaikan lampu kelap kelip di tangan Bu Ani.
Usai semuanya lancar lantas muncul pertanyaan. Bersalahkan Sri Mulyani?
Kalau pertanyaan diarahkan ke saya. “Yakin tidak” Tentu belum pada tingkat “haqulyakin.”
Bagi Bu Ani, menjadi menteri keuangan adalah pengabdian bagi negara Untuk membuktikannya gampang sekali.
Beliau rela pulang ke Indonesia demi negara, meninggalkan posisinya sebagai managing director & chief operating officer di world bank dengan gaji empat puluh kali lipat dibandingkan gaji menkeu.
Pahami itu! Makanya, terkait “ribut-ribut” tiga ratus triliun ia menegaskan, “disampaikan saja secara jelas kepada media, siapa yang terlibat, transaksinya seperti apa.”
“Monggo, semakin detail semakin bagus, saya juga ingin tahu siapa saja yang terlibat sehingga pembersihan kita pun semakin cepat.”
Silakan kalau Anda mau jawab “tantangan” tersebut daripada sekadar ‘ghibah’ saja. Itu yang membedakan Sri Mulyani dengan Mahfud MD. Beda cara. Beda rasa.
Mungkin beda antara Lampung dan Madura.
Yang bedanya bisa dibaca dari keterangan Bu Ani. Keterangan tentang laporan PPATK yang ternyata meliputi kurun waktu lebih dari supuluh tahun: dari dua ribu sembilan hingga dua ribu dua puluh tiga.
Artinya, heboh ini bukan akibat kejadian tahun-tahun terakhir saja.
Kenapa titik tolaknya dua ribu sembilan, bukan dua ribu tiga belas. Jawabannya bisa dicarikan. Pasti bukan lantaran tahun itu PPATK baru mulai bekerja.
Lembaga itu didirikan di awal tahun dua ribu untuk memonitor terjadinya kejahatan pencucian uang. Mungkin juga tahun dua ribu sembilan dipilih karena di tahun itu ada kasus kemplang pajak.
Kemplang pajak dari Gayus Tambunan.
Ingat, kata Sri Mulyani, laporan PPATK yang dia terima pertama ternyata tanpa menyebut angka rupiah. Yakni yang dikirim tanggal tujuh maret lalu. Isinya: seratus sembilan puluh enam surat.
Surat yang pernah dikirimkan sejak dua ribu sembilan.
Di hari itu muncul heboh tiga ratus empat puluh sembilan triliun rupiah. Sri Mulyani diam. Karena belum pernah menerima surat apa pun dari PPATK terkait angka itu.
Bahkan sampai tanggal sebelas maret, ketika tampil di depan pers bersama Mahfud MD Menteri Keuangan belum tahu ada angka itu
Dua hari kemudian barulah Sri Mulyani menerima surat, yang memang tertanggal tiga belas maret. Blaass…. situlah angka gajah itu muncul.
Begitu menerima surat tersebut Sri Mulyani langsung bergerak. Dia teliti isinya: apakah semua menyangkut pejabat atau instansi kementerian keuangan seperti yang terkesan di medsos.
Ternyarta tidak.
Justru yang tiga ratus triliun rupiah itu sendiri menyangkut enam puluh lima transaksi keuangan yang tidak melibatkan orang kemenkeu. Transaksi itu dilakukan oleh berbagai perusahaan dan perorangan.
Lalu yang tujuh puluh empat triliun rupiah lagi tertera dalam surat PPATK untuk instansi penegak hukum.
Mengingat angka yang begitu fantastis, Sri Mulyani memerintahkan bea cukai untuk melakukan pemeriksaan.
Siapa tahu angka tersebut terkait dengan impor dan ekspor. Yang pembayaran bea cukainya tidak beres. Pemeriksaan pun dilakukan bea cukai bersama tim PPATK.
Lalu diperoleh satu contoh. Yakni transaksi ekspor dan impor emas batangan dan emas perhiasan. Itu dilakukan tujuh belas entitas bisnis. Ini saja angka sudah dua ratus lima triliun rupiah.
Ternyata tidak ditemukan kejanggalan di proses bea cukai. Maka Sri Mulyani memerintahkan pemeriksaan dari segi pajaknya.
Di situ bisa diperiksa perbandingan antara omzet, es-pe-te, dan pembayaran pajaknya. Untuk melihat omzet, direktorat jenderal pajak tidak hanya berpedoman pada es-pe-te. Mereka memedomani angka PPATK.
Maka diketahuilah bahwa ada yang angka PPATK-nya lebih tinggi dari es-pe-te. Ada juga yang lebih rendah. Ditjen pajak akhirnya berpedoman pada angka dari PPATK.
Akhirnya didapatkan tambahan penghasilan negara. Dari sektor pajak yang angkany triliunan. Sektor bea cukai juga nambah, Lebih kecil. Juga triliunan.
Dari penjelasan tersebut terasa ada ketulusan di lingkungan bea cukai dan pajak untuk menelusuri angka-angka kiriman PPATK. Tidak ada kesan menteri keuangan dalam posisi sewot akibat jadi sasaran gebukan.
Kalau itu temuannya apakah PPATK dan Menko Polhukam bersepakat menggebuk Menteri Keuangan? Dengan melontar angka cuci uang tiga ratus empat puluh sembilan triliun?
Kesannya begitu. Kesan diam-diam. Nggak terang-terangan. Kalu saya melihat dari sisi komunikasi massa tidak terasa ada. Sama sekali. Mungkin karena Menteri Keuangan sadar bahwa angin lagi tidak berpihak padanya.
Kan awal kasusnya terskenario begitu. Skenario rubicon cuci duit. Skenario moge sampai pungutan pajak. Sehingga angka angka gajah semok duit cuci duit dari transaksi mencurigakan dianggap bagian dari kebobrokan di kemenkeu.
Begitu sulit hebohnya duit semok itu dikendalikan. Sri Mulyani menemukan cara mengakhirinya.
Cara sederhana. Terbuka dan terang benderang. Yang nggak perlu ada kapeka membendaranginya lewat tangkap tangan atau angkat koper. []
- Darmansyah adalah wartawan senior, penulis “Kolom Bang Darman”