Aceh Masih Sangat Butuh Dana Otsus

Usman Lamreung

Catatan Dr. Usman Lamreung, M.Si/Akademisi

ARAH dan cita-cita menuju kesejahteraan rakyat Aceh belum tercapai meski Rp100 triliun dana otsus sudah dialirkan selama 15 tahun terakhir.

Kalau demikian kemana dana sebesar itu mengalir?

Pertanyaan ini terus bergema di ruang publik, menandai kegelisahan rakyat terhadap arah pembangunan pasca-perdamaian.

Dana Rp100 triliun bukan angka kecil. Ia seharusnya menjadi motor utama untuk mengangkat harkat hidup rakyat Aceh dari keterpurukan. Namun, apakah hasilnya sudah sepadan?

Secara objektif, ada capaian yang tidak bisa dipungkiri.

Angka kemiskinan Aceh berhasil ditekan dari 26% pascakonflik dan tsunami menjadi 14% saat ini.

Ini bukti bahwa dana otsus memberi kontribusi dalam memperbaiki kesejahteraan. Tetapi, capaian itu hanyalah separuh cerita.

Banyak program pembangunan justru bersifat konsumtif, habis pakai, dan minim kesinambungan. Infrastruktur memang berdiri, tetapi penguatan ekonomi rakyat masih tertinggal jauh.

Di sinilah letak persoalan mendasar: tata kelola.

Pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, sering gagal menyalurkan dana otsus sesuai amanat Undang-Undang Pemerintah Aceh.

Sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, pertanian, perkebunan, perikanan, UMKM, hingga pariwisata tidak mendapat perhatian proporsional.

Akibatnya, dana otsus belum bertransformasi menjadi kekuatan ekonomi rakyat, melainkan lebih banyak berhenti pada proyek fisik jangka pendek.

Kini, momentum revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh menjadi ruang evaluasi.

Pemerintah pusat sudah memberi sinyal serius dengan melibatkan tokoh nasional seperti Jusuf Kalla dalam wacana perpanjangan dana otsus.

Artinya, komitmen negara terhadap perdamaian dan pembangunan Aceh masih ada. Namun, perpanjangan dana hanyalah prasyarat; yang paling krusial adalah reformasi tata kelola di internal Aceh sendiri.

Karena itu, rakyat Aceh harus menyambut peluang perpanjangan otsus dengan sikap kritis.

Transparansi, akuntabilitas, dan fokus pada sektor riil harus menjadi garis merah. Tanpa reformasi serius, Rp100 triliun berikutnya hanya akan mengulang kegagalan lama.

Tetapi dengan pengelolaan yang tepat, dana otsus bisa menjadi kunci transformasi: membuka lapangan kerja, memperkuat ekonomi rakyat, dan menempatkan Aceh sejajar dengan daerah lain dalam 10–20 tahun mendatang.[]

Berikan Pendapat