APBK-P 2025 Aceh Besar Terlambat Ditetapkan, Pengamat: Eksekutif-Legislatif Terkesan Tidak Harmonis
PORTALNUSA.com | ACEH BESAR – Keterlambatan penetapan APBK-Perubahan (APBK-P) 2025 di Kabupaten Aceh Besar disinyalir oleh beberapa kalangan karena tidak harmonisnya hubungan eksekutif dan legislatif.
“Eksekutif dan legislatif, dua lembaga politik di Aceh Besar, terkesan tidak harmonis, yang terlihat dari terlambatnya pembahasan APBK-P 2025,” kata Usman Lamreung, akademisi yang juga pengamat politik dan pembangunan.
Menurut Usman Lamreung, sebelumnya Pemerintah Aceh Besar juga terlambat menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Keterlambatan ini diikuti lagi oleh terlambatnya pembahasan APBK-P dan penetapan KUA-PPAS yang berdampak negatif pada pembangunan dan tata kelola birokrasi.
“Kondisi ini mencerminkan lemahnya konsistensi dalam perencanaan antara eksekutif dan legislatif, yang pada akhirnya merugikan masyarakat,” ujar Usman.
Dikatakannya, APBK-P sangat penting dilakukan sebagai sarana evaluasi dan penyesuaian kembali program-program strategis. Akibat keterlambatan pembahasan, sejumlah kegiatan strategis tidak berjalan tepat waktu, berimbas pada pencapaian target pembangunan meleset dari rencana, bahkan berpotensi menimbulkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA).
Di sisi pelaksanaan anggaran, waktu yang tersisa hanya tinggal tiga bulan, ini akan mendorong OPD melakukan penyerapan secara “kejar tayang” di akhir tahun.
“Praktik kejar tayang sangat rawan menurunkan kualitas pekerjaan dan bisa membuka celah korupsi serta penyalahgunaan anggaran,” katanya.
Dampak paling nyata dirasakan masyarakat Aceh Besar, yaitu program pelayanan dasar seperti di bidang kesehatan, pendidikan, dan sosial yang membutuhkan penyesuaian anggaran berpotensi terganggu.
Kebutuhan rakyat seharusnya tidak boleh terganggu hanya karena adanya “politik anggaran” saat pembahasan. Waktu pembahasan anggaran membuat tender proyek dan pencairan dana menjadi tertunda. Hal ini berimbas pada kontraktor, penyedia barang dan jasa, serta menyebabkan ekonomi daerah tersendat.
Keterlambatan berulang ini jelas menandakan tata kelola birokrasi di Aceh Besar bermasalah. Masalah politik lebih diutamakan dibandingkan kepentingan rakyat. Padahal, dokumen KUA-PPAS sejatinya adalah landasan utama agar APBK berjalan efektif.
Usman menyarankan agar eksekutif dan legislatif segera memperbaiki koordinasi, menjaga ketepatan waktu, dan mengedepankan kepentingan masyarakat.
Transparansi dalam pembahasan juga penting agar masyarakat Aceh Besar dapat turut serta mengawasi.
“Jika pola keterlambatan ini terus berulang setiap tahun, maka janji perbaikan birokrasi hanya akan menjadi slogan kosong belaka,” demikian Usman Lamreung.
Pandangan umum fraksi
Sidang Paripurna ke-8 beragendakan penyampaian pandangan umum Fraksi–Fraksi DPRK Aceh Besar terkait RAPBK-P 2025 yang disampaikan eksekutif berlangsung di Gedung DPRK Aceh Besar, Kota Jantho, Senin, 29 September 2025.
Sidang Paripurna tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPRK Naisabur didampingi Ketua Abdul Muchti, dan Wakil Ketua Muksin.
Hadir Wakil Bupati Aceh Besar, Drs. Syukri A. Jalil; Sekda Bahrul Jamil serta unsur Forkopimda, anggota DPRK dan Kepala OPD dalam lingkup Pemkab Aceh Besar.
Pemkab Aceh Besar melalui Wakil Bupati Drs Syukri A Jalil menerima pemandangan umum Fraksi-Fraksi DPRK Aceh Besar yang disampaikan pada persidangan tersebut.
“Terima kasih kami ucapkan terhadap pemandangan umum yang sampaikan oleh Fraksi – Fraksi DPRK, semoga dapat kami laksanakan dengan baik untuk perbaikan dan kebaikan layanan masyarakat kedepan,” kata Syukri.
Sementara itu Ketua DPRK Aceh Besar, Abdul Muchti berharap kepada eksekutif agar bisa menjawab semua pertanyaan yang telah disampaikan oleh Fraksi Fraksi DPRK Aceh Besar.
“Kami berharap apa yang telah disampaikan oleh fraksi-fraksi dalam sidang paripurna dapat dijawab oleh Pemerintah Daerah dalam sidang berikutnya,” ujar Muchti.[]