Ferry Irwandi, Pahlawan Sumatra yang Tak Pernah Lelah
Dikutip Portalnusa.com dari Catatan Joko Sutopo, Pemerhati Lingkungan dan Sosial Keagamaan
ADA waktu untuk hadir dengan rencana di papan tulis, dan ada waktu untuk pergi membawa kelegaan yang tuntas.
Setelah hampir sebulan menembus lumpur, menaklukkan jalur udara dengan Cessna, dan memastikan 32 daerah terdampak bencana di Sumatra kembali bernapas, Ferry Irwandi memilih untuk berhenti.
Ferry Irwandi terkenal sebagai kreator konten edukatif, aktivis, dan YouTuber yang mengulas isu politik, keuangan, filsafat (Stoikisme), dan sosial dengan gaya kritis dan analitis. Dia juga pendiri Malaka Project yang fokus pada pendidikan dan isu kemanusiaan, seringkali vokal mengkritik kebijakan pemerintah dan isu kontemporer seperti judi online.
Ferry dikenal karena lompatan karier dari PNS ke dunia konten dan pernah terlibat kontroversi hukum terkait kritiknya terhadap lembaga negara, menjadikannya figur yang merepresentasikan suara kritis anak muda.
Keputusan Ferry untuk berhenti dari misinya di Sumatra bukan tanda menyerah, melainkan kesadaran seorang pejuang yang memahami bahwa misi kemanusiaan harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab agar tidak merugikan masyarakat maupun lingkungan.
Dalam pesan terakhirnya, Ferry menyampaikan bahwa dana penggalangan melalui kampanye BersamaKitaBisa senilai Rp 10,3 miliar telah sepenuhnya dialokasikan.
Sebagian besar sudah tersalurkan langsung kepada masyarakat, sisanya masih dalam proses distribusi. Semua terdokumentasi dengan rapih, dapat dipantau melalui platform KitaBisa, email, maupun media sosialnya.
Ferry tidak menutupi kelelahan fisik maupun emosional.
“Kondisi kesehatan dan fisik saya sudah mencapai batas. Jika dipaksakan, justru akan merugikan banyak orang dan hasilnya tidak akan optimal,” ujarnya.
Ia meminta maaf atas keterbatasan selama misi, termasuk kepada mereka yang berharap penggalangan dana bisa dibuka kembali.
Dalam perspektif sosial-keagamaan, perjuangan Ferry mengingatkan kita akan pentingnya amanah dan kepedulian terhadap sesama.
Memberi bantuan bukan hanya soal uang atau logistik, tetapi juga tentang menjaga keharmonisan sosial, menghormati martabat masyarakat terdampak, dan memastikan distribusi dilakukan adil dan transparan.
Setiap langkah Ferry dalam menyalurkan bantuan menunjukkan nilai tanggung jawab moral yang sejalan dengan ajaran agama: membantu tanpa merugikan, bekerja jujur, dan peduli terhadap lingkungan sekitar.
Ferry juga memperlihatkan kesadaran ekologis yang tinggi. Menembus lumpur dan menghidupkan solar panel di tengah gelap bukan sekadar simbol kerja keras, tetapi juga refleksi pentingnya energi bersih dan pemanfaatan sumber daya secara bijak, terutama di daerah rawan bencana yang rentan terhadap kerusakan lingkungan.
Ini menunjukkan bahwa misi kemanusiaan dan kepedulian terhadap lingkungan bisa berjalan seiring, saling memperkuat.
Meski berat, ia menutup pesan dengan ucapan terima kasih tulus, mengakui bahwa dukungan masyarakat telah menguatkan dan memberikan makna besar bagi dirinya dan tim.
Suaranya bergetar ketika menuturkan: “Sekali lagi terima kasih… Anda tak akan pernah tahu seberapa besar pengaruh dukungan itu bagi kami.”
Di akhir pesan, dengan gaya khasnya, ia menutup sederhana namun sarat makna: “Arigatou, Minna!”
Ferry Irwandi mengingatkan kita bahwa menjadi pahlawan bukan soal berdiri tegak tanpa cacat, tapi soal bekerja jujur, tahu kapan harus berhenti, dan memberikan seluruh hati hingga raga tak lagi sanggup berdiri.
Sumatra tidak akan melupakan deru mesin Cessna dan cahaya solar panel yang ia nyalakan di tengah kegelapan. Dalam jejaknya, tersirat pesan bahwa kepedulian sosial dan lingkungan harus menjadi bagian dari setiap aksi kemanusiaan.
Selamat beristirahat, Pahlawan![]




