SAYA tahu usai membacanya di teleteks sebuah jaringan televisi berita. Empat jam sebelumnya juga sudah tahu dari seorang teman. Ia mengirim share “news” kantor berita milik pemerintah.
Teleteks maupun “news” itu saya amini. Sahih. Gak mungkin salah atau hoaks. Medianya mainstrem. Apalagi kalau datangnya dari teleteks yang Anda tahu sebuah sistem penyampaian informasi satu arah.
Sistem pemancaran teleteks itu memanfaatkan garis layar televisi yang tidak memakai sinyal gambar dan sinyal suara. Hanya kalimat pendek: Presiden memperpanjang Achmad Marzuki Pj Gubernur Aceh.
Saya hakkulyakin dengan kalimat teleteks itu. Lantas, dua jam usai teleteks itu langsung kabar itu dikemas menjadi kembang media online dengan judul bak “kuningisasi.” Ramai.
Sebelum teleteks itu saya membaca sebuah berita tentang digeruduknya gedung pokir oleh sekelompok orang minta perpanjangan jabatan penjabat gubernur. Berita yang menyebabkan tawa saya berderai.
Derainya disertai suara cicit-cicit: sudah tahu untuk memberitahu.
Saya sendiri tahu tiga hari sebelumnya ada heboh papan bunga ucapan selamat yang dijejerkan di depan gedung pokir. Jalan Tengku Daoed Beureu-eh.
Jejerannya seperti ucapan terima kasih tentang Aceh miskin dua tahun silam.
Selain itu masih ada tahunya saya. Tahu dari bocoran surat keputusan presiden tentang perpanjangan penjabat gubernur untuk satu tahun ke depan. Bertanggal lima Juli. Sehari sebelum deadline.
Dua-duanya, papan ucapan selamat dan bocoran surat keputusan menjadi heboh. Tataran hebohnya setengah benaran. Belum benaran. Masih ada sisa waktu sampai hari ini. Enam Juli.
Enam Juli surat keputusan penjabat genap setahun. Umur surat keputusan itu terhitung untuk satu tahun. Kalau lewat dari tenggat tanggal sang penjabat akan hang…
Seorang teman di hari-hari heboh itu menelepon tentang surat keputusan penjabat gubernur. Ia mengatakan masih dalam posisi ainulyakin.
Dan saya menggodanya. Kenapa gak di-share saja di media sosial. Untuk makin heboh. “Saya bukan buzzer,” katanya tertawa.
Aceh memang gak pernah stop untuk kehebohan. “Aceh memang hebat.” Tulis judul berita sebuah media lokal online mainstream.
Selain papan ucapan selamat dan geruduk gedung pokir, tulis media itu, sudah beredar surat keputusan presiden tentang penjabat gubernur. Hebatnya, tidak hanya satu surat keputusan.
Ada dua. Anda gak percaya. Link saja ke berbagai jejaring media sosial. Facebook, whatsapp, twitter maupun instagram
Kedua surat keputusannya memakai logo dan kop yang sama. Logo bintang lima. Dan untuk kop-nya silakan Anda cari dan lihat sendiri. Yang pasti ada kata presiden republik indonesia.
Lainnya? Nomor dan perihal juga sama. Pakai kata petikan untuk seterusnya ada nomor dan tahun disertai kata tentang: perpanjangan masa jabatan penjabat gubernur provinsi aceh.
Nama yang ditetapkan dalam perpanjangan itu jelas. Achmad Marzuki. Namanya juga perpanjangan. Gak mungkin orang selain penjabat terdahulu.
Selanjutnya bla..bla…blaa seperti halnya sebuah surat keputusan lainnya. Seperti juga surat keputusan untuk keuchik gampong.
Banyak orang menganggap surat keputusan itu kontroversi Kok bisa beredar di langit media sosial. Heboh.
Saya sendiri gak ingin menulisnya kontroversi. Sebab, seperti yang saya dengar dari seorang pejabat di departemen dalam negeri, Achmad Marzuki memang sudah diplot untuk lanjut.
Ia membenarkan ada lobi bertegangan tinggi untuk plot ini. Lobi tegangan tinggi yang nyambung dengan policy gedung f lantai tiga medan merdeka utara nomor tujuh. Gedung departemen dalam negeri.
Tegangan tinggi lobbies itu sulit disentuh. Bisa terpapar strum. Korsleiting. Dan saya gak ingin terkena paparannya. Tak ingin juga menulisnya. Karena gak penting.
Dari merdeka utara juga saya dapat bocoran bahwa lanjutnya Marzuki karena low profilnya. Selain itu, sikap Marzuki yang lebih suka merendah, lovable sangat menyenangkan publik.
Nyaris tidak ada kesalahan politik yang dilakukannya. Apalagi, admin medsosnya sungguh jago. Dia tidak pernah norak menampilkan prestasi.
Beda dengan yang lainnya. Norak menampilkan profil dirinya begitu besar. Baru saja berprestasi begitu kecil sehingga menjadi latar belakang.
Ya udah.. Saya gak ingin terlalu jauh dengan profil anak Palembang yang lahir di Bandung itu. Juga gak ingin tahu tentang Tito Karnavian yang…… sebagai anak Palembang.
Dari pada… dari pada… lebih baik balik otak ke surat penetapan Bustami Hamzah SE MSI sebagai penjabat gubernur
Hitungannya sejak saat ditetapkan.Keputusannya ditetapkan tanggal enam Juli. Sehari sebelum berakhirnya masa jabatan penjabat lama.
Baik keputusan perpanjangan masa jabatan Achmad Marzuki maupun keputusan penetapan Bustami Hamzah yang heboh itu tak ada yang berani memberi konfirmasi.
Sebagaimana juga surat yang dikirim Dewan Perwakilan Rakyat Aceh ke ke presiden. Tak ada konfirmasi. Yang isinya minta agar Achmad Marzuki jangan diperpanjang. Cukup setahun saja.
Padahal surat itu dibuat dan dikirim berdasarkan kesepakatan bulat fraksi. Sepakat juga menyebut satu nama pengganti: Bustami Hamzah. Sekretaris wilayah daerah. Yang diangkat dan ditunjuk atas usul sang penjabat gubernur.
Pada waktu kesepakatan itu, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh mengunci Departemen Dalam Negeri dengan satu nama. Tidak seperti sebelumnya. Memilih satu dari tiga nama yang diusulkan. Achmad Marzuki.
Selain mengunci satu nama, de-pe-er Aceh juga memberi alasan: setelah setahun menjabat gubernur, Marzuki dinilai kurang cocok untuk posisi pejabat.
Ada kesan dari surat itu, DPR Aceh kecewa. Mereka gak mau lagi bikin salah oleh usulan tiga nama. Maka hanya ada satu nama yang diusulkan: Bustami. Tidak memberikan pilihan lain.
Alasan lain dan lainnya, legislatif mempersoalkan komunikasi politik yang mampat sampai soal teknis izin tambang yang diayak oleh penjabat gubernur.
Tetek bengeknya sampai pada kehadiran sang penjabat di pleno sidang dewan. Itu dianggap sebagai tanda kurang harmonisnya.
Usai surat itu dikirim, para tokoh politik Aceh beterbangan ke Jakarta. Lobi dan kontra lobi saling berganti. Ternyata Jakarta masih sangat berarti bagi mereka.[]
- Darmansyah adalah wartawan senior, penulis “Kolom Bang Darman”