TERIMA kasih kasih kesadaran kolektif…
Kesadaran untuk meluruskan maknawi surat edaran penjabat gubernur tentang penataan kehidupan syar’i dikaitkan dengan pemberlakuan jam malam terhadap warung kopi.
Secara pointer surat edaran itu tidak mengkhususkan pengaturan kehidupan warung kopi. Karena dikaitkan dengan dampak rielnya kehidupan syari’i warung kopi menjadi “prank”.
Warung kopi didegradasikan sebagai perusak kehidupan syariat. Begitu kesannya. Kesan yang dipersepsikan secara letterlijk. Kesan tafsir.
Saya tidak berada dalam posisi tafsir dasar fikih edaran itu. Tafsir yang menempatkan warung kopi sebagai biang. Karena dijadikan tempat ngumpul lelaki dan perempuan.
Di tengah malam, dst..dst.
Saya juga tidak tahu sekaligus tidak paham mengapa tafsir itu sampai kebablasan menyasar ke warung kopi.
Beri rujukan yang pas untuk mengkounter fikih edaran itu yang, katanya, disokong oleh ulama dan cerdik cendekiawan kampus sekaligus organisasi massa.
Tafsir kenapa jualan kopi harus stop lewat waktu teng..teng.. Sekalian beri perbandingan kalau di negeri muasal syariat sana warung kopi bisa buka dari pagi ke pagi.
Untuk itu jelaskan manfaat dan mudharatnya dari keharusan kedai kopi tutup lewat jarum jam berdetak di angka…
Saya tambah gak mengerti dengan kebijakan negeri ini. Usai heboh pemberlakuan qanun keuangan syariah yang menyebabkan hengkangnya bank konvensional muncul lagi kecambah baru.
Derita qanun keuangan syariah yang masih jadi pro kontra dengan ambrolnya sistem informasi teknologi bank syraiah indonesia masih menjadi trauma nasabah.
Tidak hanya trauma nasabah, dampak paling nyatanya adalah terhalangnya aliran investasi. Bahkan seorang teman yang ingin investasi hotel dan park mundur teratur.
Saya sendiri juga kena dampak. Kehilangan peluang kerja. Padahal sebelumnya si teman membisikkan ke saya; lu kelola nanti ya ngon.
Dasar apes. Ya.. diamini aja raseuki gak kemana. Diamini juga rencana anak saya yang ingin kafe lengkap terpaksa heng… heng sementara dari pada mubazir fulus.
Tentang tafsir warung kopi harus tutup itu saya harapkan tafsirnya memakai akal sehat. Jangan dari akal persepsi yang akal-akalan.
Jangan di-framing yang kemudian menjadi kontekstual untuk dilogikakan.
Jalan tengahnya bisa dilakukan studi kasus.
Kan kini banyak lembaga survei yang kredibel. Macam survei elektabilitas bakal calon presiden yang maraknya ampuunn… Setiap jam, hari dan hari berganti.
Yang saya gak tahu cuan sogokannya untuk survei ini. Apa survei abal-abal atau main-mainan. Sebab elektabilitas lembaga survei itu sendiri sering dipertanyakan.
Tidak di sini. Nun di negeri paman sam sana. Yang terbaru di Turki ketika Tayeb Erdogan dipublis sebagai calon presiden yang kalah elektablitasnya dengan pesaing.
Eentahlah….
Tulisan merupakan bagian ketika dari surat edaran yang cerdas mbacot itu. Bagian ketika muncul solidaritas kesadaran kolektifitas mereka yang berada di posisi akal sehat.
Akal sehat yang menjadikan warung kopi sebagai bagian dari berbagai kegiatan.
Bahkan, kemarin siang saya dikirimi sebuah postingan dalam bentuk video kegiatan diskusi di sebuah keude kupi membicarakan tentang merawat damai.
Saya gembira. Merawat damai dari warung kopi. Bicara damai dalam satu arah. Tidak ke banyak arah. Yang menyebabkan muncul pertanyaan apakah negeri sudah benar-benar aman.
Padahal Anda dan saya tahu keude kupi adalah jawaban langsung untuk menjawab negeri ini aman.
Aman ketika Anda bebas berbicara apa saja di waktu kapan saja. Di tengah malam entah di tengah pagi.
Keamanan ini jangan di- “prank” apalagi dengan suara akademisi. Warung kopi adalah denyut ekonomi Kalau ekonomi tidak ada maka akan lahir kekerasan dan kejahatan.
Saya setuju dengan gambaran ini. Gambaran yang dalam tulisan ini saya pinjam dari seorang teman yang kemarin mengirimkan pengalaman pribadinya tentang eksistensi warung kopi.
Warung kopi dari negeri “seribu warung kopi” bukan dari “serambi…” yang melahirkan jebakan nalar dari persepsi yang hang..
Di postingan pertamanya tentang Aceh, ia langsung membahas tentang banyaknya warung kopi di Aceh.
“Dan “yeah, I keep my promise”. Mau bahas tentang perkopian. Tapi please ini pendapat pribadi saya saja, ya, sebagai pendatang yang hanya beberapa hari tinggal.”
Itu kata pembuka sapaannya. Yang kemudian lanjut: Ohya, aku juga awam dengan dunia kopi, hanya suka menikmati.
Kemudian lanjut dengan sapaan bahasa kaphe… “warung kopi Aceh, the legend one. Rasa penasaranku sudah memuncak setiap kali melewati warung kopi, di manapun.
Yang selalu menjadi pertanyaan adalah, seheboh itukah? Kenapa sampai begitu banyak kursi yang ditata di setiap warung? Dan setiap kali aku lewatpun, warung kopi tak pernah sepi.
Apakah para penikmatnya tak ada yang pergi bekerja? Hello, itu adalah pagi, siang, sore dan malam.
Ngopi di sini asik. Warung kopinya sederhana dan besar. Tapi bukan yang katagori modern seperti kafe. Mereka adalah penjual caffe basses drinks. Bukan seperti variasi matcha, latte taro.
Di warung kopi semacam ini jarang aku temui ciwi-ciwi sedang ngerumpi. Dominasi kau madam. Kalau pun ada ciwinya mereka bergerombol bersama teman.
Warung kopi Aceh memiliki jam buka yang beragam, sejak jam enam pagi bahkan. Bukan hanya warung, banyak pula yang buka dadakan di pinggir jalan dekat masjid dan tempat keramaian.
Mereka yang baru pulang dari shalat subuh jamaah di masjid biasanya langsung meluncur ngopi. Dan yah, banyak dijual nasi untuk sarapan pagi.
Ada yang sudah dibungkus dan ada pula yang buka stall kecil dekat warung kopi. Di semua warung kopi yang aku datangi selalu menyajikan jajanan basah di piring kecil.
Tinggal ambil mau yang mana, bayarnya nanti belakangan. Untuk jajanan ini, tanpa dipesan juga pasti dibawakan. Juga, mereka akan sekaligus menyediakan air putih hangat gratis.
Obat pahitnya kopi kali, ya? Ehe..
Trus, ngopi yang enak di mana?
Saya direkomendasikan Solong Ulee Kareng.
Ini adalah kopi pertama yang aku coba. Tepat di hari kedua saya mampir kemari. Baru aku tahu belakangan kalau solong kopi ini punya banyak cabang.
Kebetulan waktu itu kami coba yang di Ulee Kareng, kedai pertama yang dibuka. Solong merupakan salah satu pendahulu warung kopi negeri ini. Bahkan, dia menjual produk kopi dengan nama yang sama.
Kopi yang dijual beragam, ada arabica dan robusta. Harganya juga bervariasi, mulai pagi itu untuk pertama kali saya memesan kopi hitam saring dan sanger panas.
Unfortunately, kopi saring yang kupesan diberi campuran gula. Rasa asli kopi kurang bisa terasa. Kalau nggak salah ingat sedikit asam dengan pahit yang tentu saja tak bisa hilang.
Untuk sanger sudah cukup manis dengan campuran susu kental manis, tapi after taste-nya masih terasa pahit kopi yang enak.
Katanya, meskipun solong membuka beberapa cabang, rasa kopi yang disajikan tak akan sama. Kok bisa? Ya bisa, kan yang buat beda. Setiap tarikan tangan pembuatnya menghasilkan rasa yang beda pula.
Masih di sekitar kota serambi ini. saya mencoba ke kedai kopi dengan menu yang sedikit beda.
Namanya kupi khop di Batoh. Dengan tema yang sedikit modern, café ini cukup ramai dengan kaum muda baik cewek atau cowok.
Dengan pede saya pesan khop nen, artinya kopi khop dengan susu. Oh, jadi kopi khop itu adalah cara minum kopi dengan gelas dibalik. Iya, mulut gelasnya di bawah.
Cara minumnya lucu, sedotan yang udah diselipin di gelas itu ditiup. Ngga perlu kuat-kuat yang penting ada udara masuk ke dalam gelas.
Dengan begitu kopi yang ada di dalam gelas akan merembes sedikit demi sedikit ke luar. Nah minumnya diseruput dari alas cangkir itu. Gitu deh seterusnya sampai kopinya habis.
Dengan harga yang lumayan murah, menurutku kopi ini patut dicoba. Bukan karena pertimbangan rasa sih sebenarnya, tapi lebih ke cara minum yang unik.
Kalaupun nggak suka yang kopi susu bisa kok pesan yang kopi hitam. Coba deh gugling dulu kalau mau coba kopi ini, nggak di semua tempat jual soalnya.
Terima kasih…. Saya tutup tentang edaran ini…[]
- Darmansyah adalah wartawan senior, penulis “Kolom Bang Darman”