“Straight” Imam

SEBENARNYA saya gak mau menulisnya. Masih sangat sumir. Beberapa teman terus menanyai. Lewat sapaaan di henpon. Aplikasi whatsapp pertemanan. Dan lain sebagainya…

Saya tahu seperti Anda juga tahu. Tahunya ia  sudah pulang….dengan status “berpulang”…..

Pulang dengan sentimentil berulang. Sentimen yang memulangkan ingatan kita ke rumoh geudong, simpang kka, jambo keupoh dan bantaqiah… Juga memulang sentimen saya dan Anda-anda tentang,,,,,

Macam-macamlah. Bisa satu kata untuk itu. Penculikan….kekerasan… lantas selesai….sebuah ending kehidupan.

Kasusnya sampai saya menuliskannya di pagi ini masih di hulu. Belum ke hilir. Masih keruh. Makin dikeruhkan oleh kalimat-kalimat gak langsung. Kalimat yang dijepit antara dua tanda petik.

Kalau gak percaya klik aja satu di antara ribuan media mainstream. Online. Baca. Gak ada bedanya dengan media sosial. Heboh. Heboh rekayasa milik “content creator”.

Heboh soal ini di media sekarang sebenarnya diciptakan oleh content creator. Untuk topik youtube, tiktok , facebook dan apa saja.

Maka sulit sekali menghentikan banjir bandang beritanya. Content creator akan terus mencari sisi-sisi menarik dari kasus ini. Berhari.. berpekan-pekan.. bisa berbulan-bulan.

Saya selalu bergumam dengan kerja content creator ini. Mereka telah menggantikan peran para redaktur di koran era saya dulu.

Yang membedakannya dengan saya, ketika menjadi redaktur dulunya, adalah pertimbangan.

Redaktur menempatkan pertimbangan sematang-matangnya guna menjadikan satu topik sebagai berita terus-menerus.

Content creator hanya mempertimbangkan satu hal: rating.

Kini content creator tidak harus wartawan. Yang penting jeli. Wartawan justru sulit menjadi content creator: terlalu terikat pada kriteria nilai berita.

Wartawan juga banyak “straight”-nya. Kurang olahannya. Hanya berita lurus.

Kali ini olahannya tentang kasus penculikan-pembunuhan. Nama yang diculik dan dibunuh Imam Masykur. Umurnya dua puluh lima tahun.

Heboh…

Penculiknya dan pembunuhnya tentara. Resmi. Tiga orang. Tambah hebohnya lagi satu di antara tiga tentara itu anggota pasukan pengamanan presiden. Paspampres. Tentara di ring satu. Pangkatnya prajurit kepala. Praka. Riswandi Manik.

Menilik namanya ada garis bataknya. Manik. Menurut teman saya gak batak betul. Mungkin batak menikung.

Sehari-hari bertugas menjaga wakil presiden. Motifnya, penculikan dan pembunuhan itu uang tebusan. Besarnya lima puluh juta rupiah. Belum sempat terbayar.

Anda perlu juga tahu, korbannya bukan orang kaya. Ia penjaga toko kosmetik atau pemilik kios. Entahlah. Kebenarannya tentang penjaga atau pemilik ini belum final.

Toko itu  di Ciputat. Tangerang Selatan. Toko itu milik kakak sepupunya. Namanya Sayed Sulaiman, yang juga punya toko kosmetik lain, tak jauh dari toko yang dijaga Imam sendirian.

Imam bujang. Perantau asal Bireuen, Aceh, sejak Januari lalu.

Sejak tiba di Jakarta, sampai akhir hidupnya, ia menumpang tidur di rumah Sayed di Rempoa, Tangerang Selatan. Sekaligus dipekerjakan untuk menjaga toko.

Jadi, penculikan dengan permintaan tebusan segitu tentu tidak bisa cepat. Saat diculik, Imam menelepon Sayed, minta ditebus lima puluh juta rupiah. Sayed menjawab, masih dicarikan.

Imam juga menelepon ibundanya, Fauziah, di Bireuen. Ia mengaku sedang dipukuli penculik yang minta tebusan segitu. Fauziah  nangis, menjanjikan segera mencari uangnya.

Tapi, sampai Jumat, delapan belas bulan ini, jenazah Imam ditemukan di Sungai Cibogo, Karawang, Jawa Barat.

Keluarga Imam belum bisa membayar penculik. Enam hari penculikan.

Tebusan segitu rupanya berat bagi Imam sekeluarga. Gaji Imam tak sampai tiga juta rupiah sebulan. Cukup buat makan Imam sendiri.

Selain tidurnya masih numpang di rumah pemilik toko. Transportasi dari dan ke tempat kerja juga nebeng sang pemilik toko. Sebab, lokasi dua toko itu berdekatan.

Jadi, apakah penculik salah memilih korban?

Kini masih disidik polisi militer. Ada klarifikasi kemarin: ”antara tiga pelaku dan korban tidak saling kenal.”

Sayed, pemilik toko,  menceritakan kronologinya. Saya hanya bisa mengutip. Inilah kutipannya:

Sabtu, dua belas agustus, sekitar pukul lima sore waktu Indonesia barat, ia mendengar cerita warga, ada keributan di toko yang dijaga Imam. Saya jalan menuju ke toko Imam bekerja.

Ternyata toko kosong, tak ada si Imam. Warga berkerumun menceritakan, Imam diborgol, dibawa tiga lelaki yang mengaku polisi.

Lokasi toko itu padat penduduk. Diapit warteg dan beberapa toko kecil-kecil. Selalu ramai orang.

Warga cerita ke saya, ketika sedang shalat di dalam toko, Imam didatangi seorang lelaki tegap berambut cepak. Imam langsung diseret. Tapi, melawan. Sempat berkelahi. Maka, warga berdatangan ingin tahu.

Ketika warga melerai perkelahian itu, datanglah dua pria lain, juga berambut cepak. Mereka mengaku Happ… Tersambung.

Ia mengatakan, sedang diculik dan disiksa para penculik. Imam tidak menjawab ketika ditanya di lokasi.

Suara Imam terbata-bata, menangis.

Mengatakan: ”bang, tolong carikan uang lima puluh juta rupiah buat tebusan penculik. Nanti saya ganti di kampung.

Saya jawab, ’Iya, saya usahakan.’ Imam bilang, waktunya tinggal sedikit lagi, ia akan dibunuh penculik.”

Esoknya, Sayed ditelepon Fauziah, memberi tahu bahwa Fauziah baru saja ditelepon Imam, katanya sedang diculik dan tidak tahan disiksa. Minta tebusan lima puluh juta rupiah.

“Ibunya Imam telepon ke saya, tanya, benarkah Imam diculik?

Si ibu  bilang, Imam baru saja telepon, bicara sambil nangis, begini: ’Mak… Tolong carikan lima puluh juta rupiah buat penculik. Aku dipukuli, enggak sanggup tahan lagi.’ Ibu Fauziah bingung sekali.”

Si ibu  juga bilang sempat bicara dengan penculiknya sebentar. Singkat. Penculik bilang: Cepat lima puluh juta rupiah. Kalau tidak, anakmu mati. Mayitnya kuceburkan ke laut.”

Sayed dan Fauziah berusaha sana sini, kumpulkan duit. Berhari-hari belum dapat. Sampai jenazah Imam ditemukan. Dikirim ke rumah sakit pusat angkatan darat Gatot Soebroto, Jakarta.

Sorenya jenazah Imam langsung diterbangkan ke Medan, lanjut diangkut ambulans ke Bireuen. Tiba malam, langsung dimakamkan.

Kabar lain yang saya pungut dari sana dan sini mengatakan, tiga terduga pelaku anggota tentara. Angkatan darat. Disebut satu nama. Riswandi Manik. Anggota paspampres.

Pangkat prajurut kepala. Batalyon pengawal protokoler kenegaraan. Akronimnya yonwalprotneg.

Dua anggota tentara lainnya saya tak menemukan namanya di berbagai media. Tapi ketiganya kini ditahan di rumah tahanan polisi militer. Tiga tersangka untuk dimintai keterangan.

Cuma itu keterangan yang didapat. Anda dan saya dimohon menunggu.

Saya sepertinya berprasangka ada apa di balik kasus ini. Jangan..jangan… ya jangan…

Uang tebusan yang diminta untuk ukuran penculikan di Jakarta. Kecil. Seumpama tebusan itu diberi, bakal dibagi para pelaku bertiga. Tapi, nilai itu sangat berat bagi keluarga Imam.

Saya mencari table gaji tentara sekelas  Riswandi. Ternyata juga kecil.

Setiap bulan, anggota paspampres menerima pendapatan untuk dibawa pulang terdiri dari tiga unsur: gaji pokok, tunjangan kinerja, dan tunjangan lainnya.

Diatur berjenjang sesuai pangkat dan golongan.

Riswandi Manik berpangkat prajurit kepala, bertugas paspampres masuk golongan satu. Nomor urut tiga dari bawah.

Plus minus penerimaannya enam juta lima ratus ribu rupiah per bulan. Itu udah semuanya. Gaji pokok, tunjangan dan sebagainya…. Kalau pun ada tambahan datang dari tunjangan tugas ke daerah-daerah.

Kasus ini viral. Di media sosial ia melebar hingga ke identitas keluarga penculik. Muncul foto istri Riswandi. Namanya Evie Kurniati Risvie. Lulusan Universitas Indonesia jurusan keperawatan.

Evie bidan di sebuah rumah sakit. Keluarga Riswandi mukim di kompleks perumahan Paspampres, Gunung Putri, Bogor.

Dari segi pendapatan, keluarga Riswandi bukan tergolong ekonomi lemah. Tapi, mengapa minta tebusan lima puluh juta rupiah. Kalau pun dibayar harus dibagi tiga.

Riswandi-Evie menikah lima tahun lalu Resepsinya di Aceh.

Ada faktor kebetulan dengan asal korban Imam. Tapi, polisi militer tegas mengatakan tiga terduga pelaku dan korban tidak saling kenal. Motifnya uang.

Kasusnya terus menanjak hingga panglima tentara nasional indonsia harus ngomong, Para tersangka harus disanksi tegas. Jika terbukti menculik dan membunuh, yang berarti pembunuhan berencana.

Kasusnya akan dikawal agar pelaku dihukum berat. Maksimal hukuman mati, minimal hukuman seumur hidup.

Saya Cuma mengamini. Mengamini sembari melencengkan dalam tanya tentang motif sesungguhnya.

Apakah finishingnya penculikan-pembunahan. Atau ada aneka spekulasi. Era ini media sosial gak bisa disumpal oleh press release. Segalanya bisa blas… jebol dan benderang ke publik.[]

  • Darmansyah adalah wartawan senior, penulis “Kolom Bang Darman”