PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Penangguhan penahanan oleh hakim Mahkamah Syar’iyah (MS) Kota Banda Aceh terhadap SA (71) yang mencabuli dua cucunya memunculkan reaksi dari berbagai kalangan.
Aktivis lintas organisasi yang didominasi anak muda; Koalisi Anak Muda Democrasi Recilience (KAMu DemRes) dan Masyarakat Antihoax Aceh (MAHA) mengeluarkan pernyataan akan menduduki MS Banda Aceh jika pelaku kejahatan seksual dibiarkan melenggang meski telah mencabuli dua cucunya.
“Dengan diberikannya penangguhan penahanan terhadap SA telah menyebabkan tidak adanya rasa keadilan terhadap korban,” tandas Ade Firman selaku anggota KAMu DemRes dibenarkan rekannya, Rizki Amanda selaku Koordinator MAHA dalam siaran pers yang diterima Portalnusa.com, Rabu sore, 13 September 2023.
Menurut aktivis dari kedua organisasi tersebut, hakim MS Banda Aceh diduga berusaha melindungi korban dengan melakukan penangguhan penahanan.
KAMu DemRes dan MAHA menulis, dengan penangguhan penahanan tersebut memunculkan dugaan tebang pilih dalam penegakan hukum, di mana kedua korban adalah anak yang masih membutuhkan perlindungan ekstra namun pelaku dibiarkan berada di luar.
Terhadap keputusan yang jauh dari rasa keadilan terhadap korban dan keluarganya, KAMu DemRes dan MAHA mendesak hakim MS Banda Aceh untuk membatalkan penangguhan penahanan terhadap pelaku, dan memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku.
“Kami juga mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi korban, mencarikan rumah aman bagi korban dan memberikan pemulihan secara menyeluruh bagi korban. Apabila dalam waktu dua minggu hakim MS tidak melakukan pembatalan penangguhan penahanan terhadap pelaku, kami akan melakukan aksi bersama menduduki MS Banda Aceh,” demikian pernyataan pers KAMu DemRes dan MAHA.
Sebelumnya, Askhalani selaku kuasa hukum korban dari Kantor Hukum Imran Mahfudi dan Rekan kepada wartawan mengatakan akan melaporkan hakim MS Banda Aceh ke Komisi Yudisial (KY) dan Komisi Kehormatan Profesi Hakim karena disebut telah menangguhkan penahanan SA (71), seorang kakek yang diduga mencabuli dua cucunya.
Menurut Askhalani, pemberian izin penangguhan penahanan terhadap terdakwa SA merupakan tindakan tergopoh-gopoh dan menciderai rasa keadilan, rasa aman dan keamanan para korban. Dengan dikeluarkan dari tahanan, terdakwa disebut dapat dengan leluasa menekan para korban secara pribadi maupun jalur lainnya.
“Berangkat dari perihal tersebut maka kami mendesak agar majelis Hakim MS Banda Aceh membatalkan dan mencabut surat penangguhan penahanan yang telah ditetapkan sebelumnya,” tandas Askhalani.
Selain itu, pihak kuasa hukum juga akan mengajukan permohonan perlindungan korban ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Jakarta. “Permohonan perlindungan sangat penting dilakukan mengingat terdakwa saat ini bebas,” ungkap Askhalani.[]