LAGU itu ikonik. Hit. Hingga kini. Enak dinyanyikan,
Syairnya sederhana. Ada pengulangan kata. Yang ditopang koor backing vocal. Seperti bait pembukaan. Judi…(judi)….
Gak membikin bosan. Kalau dirunut seluruh syairnya ada lima belas bait. Setiap bait ada hentakannya. Gak kehilangan “toch” jika didendangkan walaupun untuk satu bait.
Gak percaya? Cobalah:
“Judi (judi)
Menjanjikan kemenangan
Judi (judi)
Menjanjikan kekayaan”
….dan seterusnya
Tujuannya sebagai payung kebenaran dan standar moralitas demi menghancurkan pembenaran sesat dari mata batin masyarakat penggila judi.
Pesannya mengajarkan dan memberitahu dampak sosial pada masyarakat akibat judi. Juga bisa mereprsentasikan pesan serupa dari semua agama dan kepercayaan.
Hakikatnya tegas menolak atas dasar moral dan iman umat. Renungannya bisa dijadikan sandaran dan pijakan perubahan sikap mental dan perilaku.
Lagu ini sendiri merupakan album soneta group ke empat belas yang berisi lima lagu Pecahan dari album soundtrack film “nada–nada rindu” yang semula berisi delapan lagu.
Fenomena lagu ini sendiri adalah fakta dari penyakit sosial masyarakat yang tumbuh dan berkembang saat itu. Hingga saat ini. Dan saat nanti….
Dalam lagu itu, dendangannya sangat lugas dan tegas memberi pesan mendalam dan berharga bagi para penjudi.
Konstruksi berpikir yang dituangkan dalam syairnya berjudi itu sebuah kebohongan. Cuma disuarakan dalam nyanyiannya.
Penjudi mudah dibohongi oleh dirinya sendiri dalam wilayah ilusi tingkat tinggi sehingga ia tidak mampu mengendalikannya lagi.
Fenomena menang dalam berjudi adalah kekalahan yang tertunda. Kalaupun menang itu adalah awal dari kekalahan.
Adalah bohong seseorang bisa kaya mendadak hanya karena judi. Yang benar justru awal dari kemiskinan yang brutal.
Harta benda bisa ludes karena judi, hal itu sudah banyak terjadi dan menjadi dalil pembuktian. Siapa yang menang dalam berjudi? Jelas bandar.
Lebih lanjut lagu itu berpandangan bahwa dalam berjudi yang kaya bisa jadi melarat. Sebab harta benda ditumpahkan semuanya sebagai taruhan judi. Rumah, tanah, kendaraan ludes akibat judi.
Apalagi yang miskin, kesengsaraaan berlipatganda. Dalam berjudi, yang senang bisa jadi sengsara. Karena sifat dasar manusia adalah rakus dan mau menang terus.
Namun ia tidak tahu hukum probabilitas dan dampaknya secara mental. Saat main bukan menang yang didapat malahan kekalahan yang berlipat ganda dan berujung kesengsaraan.
Masih dalam syair panjang itu Rhoma menyanyikan uang judi itu najis. Tiada berkah. Uang panas. Sehingga cepat habis dan ludes.
Saya sengaja membuat pembuka panjang tulisan ini. Tulisan tentang judi. Judi online. Yang marak. Melibatkan banyak orang. Termasuk para seleb. Yang uangnya gak pakai seri lagi.
Lagu ini dirilis pertama kali tiga puluh enam tahun lalu. Sebagai jawaban fenomena saat itu. Penyanyinya Rhoma Irama. Raja dangdut. Orkestrasinya iringan sonetha grup.
Rhoma bukan penciptanya. Saya juga baru tahu. Darto helm yang mengarang. Katanya, terinspirasi dari sebuah acara porkas. Pekan olahraga dan ketangkasan.
Porkas yang sebagian Anda hanya tahu dari klik google. Yang kala itu Anda mungkin masih di langit. Porkas yang bukan hanya cet langet.
Ketangkasan saat lagu itu dirilis “idem dito” dengan undian berhadiah, Sebuah fenomena perjudian dalam bidang olahraga. Kala itu.
Maka judulnya blass.. dalam satu kata: “Judi”
Rhoma mengakui lagu ini bukan dari true story yang ia alami. Merupakan adopsi peristiwa orang lain. Imajinasinya datang dari seorang pelawak, Kepalanya plontos bak licinnya sebuah helm.
Yang Anda sendiri bisa terkekeh dari melihat profilnya. Kalau aksinya saya percaya bawahan Anda bisa basah. Hahaha…..
“Judi” ini sendiri lekat dengan Rhoma Irama. Judul lagu, syairnya lugas dan tegas memberi pesan mendalam dan berharga bagi para penjudi.
Pesannya ingin masyarakat menjauhinya. Gak mudah digerus yang kemudianan menjadi hamba judi. Semua konstruksi berpikir dalam berjudi sebagai sebuah kebohongan.
Di tengah darurat judi online lagu itu terasa relevan dengan kondisi hari ini. Ketika ratusan ribu situs online berseliweran di dunia siber. Tiap hari berjatuhan korban.
Masyarakat tersandera. Bingung. Gak tahu bagaimana caranya menghancurkannya. Saya sendiri kalau ditanya juga akan hang..hing..heng..
Yang pembenaran demi pembenaran terus dipelihara oleh bandar dan pemain Seolah mengamini bahwa judi sebagai salah satu pekerjaan halal.
Sebagai masyarakat yang prihatin kita juga perlu mendukung tindak tegas dan lugas.
Polemik demi polemik terus bergolak sebagai dampak nyata dari kasus ini. Yang terkadang pesan edukasi kehilangan makna.
Anda mungkin lebih tahu dari saya bahwa judi merupakan salah satu masalah kehidupan yang telah lama mengendap di alam bawa sadar manusia.
Ia kemudian menjadi penyakit mental individu per individu dalam presentasi hidup bersosial. Rusaknya pranata sosial akibat judi dimulai dari keluarga sampai masyarakat luas.
Dentuman judi online saat ini yang didukung oleh infrastruktur digital internasional, mengakibatkan penyakit sosial itu pada tahap yang mengkhawatirkan.
Digitalisasi melalui sistem judi secara online telah mempermudah para penjudi untuk aktif berjudi. Jebakan itu mampu mementalkan manusia dari pranata kehidupan sosial menggunakan possibility metric.
Kemungkinan itu hanya ada pada ruang batin penggila judi sehingga pada gilirannya menjadi budak atau maniak.
Hukum pembuktian possibility metric tidak pernah ada. Namun masyarakat selalu berlayar dan terjebak di ruang kemungkinan.
Dengan begitu muara dari pengalaman kemungkinan- kemungkinan dalam aktivitas berjudi bersandar pada kata ‘sipit atau meleset’.
Kultur sipit dan meleset terus membentuk alam bawa sadar dan mental karena dilakukan secara berulang demi mengejar pembuktian meleset atau sipit tadi. Dampaknya ia terus mengejar yang meleset itu.
Hakikatnya aktivitas berjudi adalah potret kelam sebuah mental dan jiwa yang ambisius dari para penggila judi, demi merangkai dan menggapai yang namanya dewi fortuna.
Dewi fortuna berkaitan dengan kekayaan, kejayaan dan sebagainya. Hukum yang tersemat dalam berjudi adalah hukum kemungkinan dan berharap dewi fortuna terus berpihak pada penjudi.
Namun tanpa sadar akibat possibility metric diseases pada stadium yang mengkwatirkan inilah mata batinnya cacat.
Dampak batin yang cacat mengakibatkan penjudi mudah ‘terkesima’ dengan ilusi tentang esensi nikmatnya arti sebuah kemenangan itu.
Bagi penjudi, kemenangan lebih seru, asyik, menawan dan menjanjikan jika menggunakan uang sebagai ukuran.
Tidak heran orang tertentu selalu cari cara bagaimana ilusi itu bisa terwujud melalui judi dengan uang.
Penjudi pada prinsipnya terjebak dan terus terkesima dengan konstruksi berpikir di ruang batinnya.
Hal itu yang kemudian memperangkap dirinya dalam suatu sikap mental kelekatan dan kenikmatan pada ilusi kemungkinan. Judi adalah racun bagi kehidupan.
Racun itulah yang memenjara anak negeri ini. Indonesia mengalami darurat judi. Jutaan masyarakat mengakses konten judi online melalui berbagai platform.
Memang banyak yang sudah diblokir. Mungkin jutaan. Namun, konten-konten baru bermunculan melalui berbagai platform.
Saya mencatat dalam tiga bulan terakhir lebih dari serratus ribu konten diputus akses dan di–take down. Tersebar di sejumlah situs, platform sharing, dan berbagai media sosial. Di saat bersamaan, juga muncul konten-konten baru dengan promosi yang lebih hebat. Inten. Hebatnya berbagai situs ”baik-baik” juga disusupinya.
Termasuk ribuan situs pemerintah punya konten perjudian. Terlibat puluhan artis, content creator, dan influencer. Setidaknya itu yang saya baca di berbagai media. Termasuk seorang artis yang disebut-sebut menjadi endorser platform.
Hasilnya, dari analisis terhadap ratusan pihak yang merupakan para bandar judi online, ditemukan transaksi hingga seratus sembilan puluh triliun rupiah.
Bagi saya keprihatinan paling dalam judi online ini merambah kalangan warga kelas bawah. Pelajar, mahasiswa, buruh, petani, hingga ibu rumah tangga. Berjudi kecil-kecilan.
Aksesnya teknologi sederhana .Hingga pelosok. Pusatnya tidak selalu di ibu kota. Banyak yang dioperasikan dari daerah-daerah.
Bentuk perjudian yang disediakan berbagai situs itu sangat beragam. Bahkan, satu platform hingga menyediakan lebih dari dua ratus lima puluh live game yang bisa diakses dengan smartphone.
Berbagai media baik mainstream maupun media sosial terungkap ratusan orang menjadi korban.
Sebagian di antaranya sampai stres, kehilangan mobil, kehilangan rumah, dan bahkan kehilangan keluarga.
Itu semua tak lepas dari janji-janji keuntungan besar dari judi Maklum, judi seperti itu selalu melibatkan bandar. Bahasa kerennya risk taker dan stand by buyer.
Layaknya judi biasa, konsepnya menggunakan zero sum game. Bandar sebagai pengambil risiko. Yang behadap-hadapan dengan pejudi.
Caranya dibuat sangat mudah. Kadang cukup dengan memberikan tebakan saja, tanpa perlu analisis laiknya investasi.
Kalau benar, keuntungannya berlipat. Sebaliknya, jika kalah, modalnya bisa habis dalam waktu singkat.
Itulah yang menyebabkan banyak korban berjatuhan. Selain banyaknya korban, maraknya perjudian itu bisa memicu karakter buruk masyarakat, pragmatisme.
Judi… menjanjikan… kemenangan.. bohong… bohong .. dan seterusnya.[]
- Darmansyah adalah wartawan senior, penulis “Kolom Bang Darman”